Prof UNHAS soroti pentingnya biodiversitas pasca insiden Towuti

id PT Vale,Towuti,Sultra

Prof UNHAS soroti pentingnya biodiversitas pasca insiden Towuti

Penanganan kebocoran pipa minyak di kawasan Towuti, Luwu Timur. ANTARA/HO- (PT Vale)

Makassar (ANTARA) - Kebocoran pipa minyak di kawasan Towuti, Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, menjadi perhatian berbagai kalangan, termasuk akademisi.

Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Natural Heritage & Biodiversity LPPM Universitas Hasanuddin, Prof Dr Ir Siti Halimah Larekeng SP MP, menilai insiden tersebut harus menjadi pengingat akan rapuhnya ekosistem yang menopang kehidupan manusia.

“Setiap peristiwa lingkungan bukan sekadar kasus teknis, melainkan pengingat betapa berharganya ekosistem yang menopang hidup kita,” ujarnya.

Prof Siti menjelaskan, timnya bersama PT Vale Indonesia telah bergerak cepat melakukan kajian lapangan. Langkah itu, kata dia, bukan hanya untuk mengukur kerusakan, tetapi juga memahami dinamika ekologis secara menyeluruh.

Sejak 2019, Puslitbang Natural Heritage & Biodiversity UNHAS sudah melakukan pemantauan jangka panjang terhadap keanekaragaman hayati di kawasan hutan Towuti, baik di area alami maupun konsesi tambang. Basis data tersebut kini menjadi kunci untuk membandingkan kondisi sebelum dan sesudah insiden.

“Dengan data itu, analisis dampak bisa berbasis bukti, bukan sekadar persepsi,” tegasnya.

Survei awal yang dilakukan mencakup beberapa indikator, seperti kondisi vegetasi, keberadaan fauna kunci (burung endemik dan serangga penyerbuk), serta kualitas air dan mikroba akuatik.

"Hal ini penting mengingat Danau Towuti dan ekosistem sekitarnya merupakan penyangga utama kehidupan masyarakat," ujarnya.

Dia menambahkan, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa langkah-langkah konservasi yang konsisten, seperti reklamasi lahan dan rehabilitasi hutan, mampu meningkatkan biodiversitas di area terdampak.

“Tumbuhnya tanaman endemik di area rehabilitasi Vale adalah bukti bahwa pemulihan ekologi dapat diukur secara nyata,” jelasnya.

Menurutnya, insiden di Towuti harus dilihat sebagai tantangan sekaligus peluang untuk memperkuat kolaborasi antara sains, pemerintah, masyarakat, dan industri. Edukasi publik juga menjadi bagian penting dalam menjaga keseimbangan alam.

“Biodiversitas bukan istilah abstrak. Ia adalah fondasi pangan, air bersih, dan udara yang kita hirup. Menjaga alam berarti menjaga kehidupan kita sendiri,” pungkasnya.

Pewarta :
Editor : Andilala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.