Palu (ANTARA) - Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Muhammad Neng mengatakan nilai transaksi ekonomi (NTE) dari Kelompok Tani Hutan (KTH) di wilayah Sulteng mengalami peningkatan signifikan dan tahun ini sudah mencapai Rp20 miliar.
“Saat saya mulai bertugas pada 6 Juni 2023, nilai transaksi ekonomi KTH hanya sekitar Rp1,5 miliar. Tapi melihat data, regulasi dan kekuatan penyuluh, kami yakin ini dapat ditingkatkan lagi, sehingga kami memperkuat koordinasi dan kinerja penyuluh, dan kini sudah mencapai Rp20 miliar,” katanya di Palu, Senin.
Capaian ini telah melampaui target NTE Provinsi Sulteng sebesar Rp18,5 miliar, dengan persentase realisasi mencapai 110 persen.
Ia mengatakan pencapaian ini tidak terlepas dari penguatan peran para penyuluh kehutanan serta pendampingan terhadap KTH di seluruh kabupaten dan kota.
Ia menjelaskan, pihaknya secara rutin menggelar rapat koordinasi bulanan dan melakukan pemantauan langsung di lapangan untuk menggenjot kinerja penyuluh kehutanan.
Menurut dia, langkah ini cukup efektif dalam mendorong peningkatan nilai transaksi ekonomi KTH dari Rp1,5 miliar menjadi Rp20 miliar.
Ia mengatakan karena peningkatan ini, pada Desember 2024, Sulawesi Tengah mendapatkan apresiasi dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kementerian Kehutanan karena mampu mencapai nilai transaksi ekonomi sebesar Rp17 miliar dan masuk peringkat lima besar di tingkat nasional.
“Setelah mendapat apresiasi itu, kami menargetkan kenaikan 12,5 persen untuk tahun 2025 atau sekitar Rp18,5 miliar. Tapi sekarang sudah menembus Rp20 miliar dan kemungkinan bisa mencapai Rp23 miliar di akhir tahun ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, apabila nilai ekonomi kelompok perhutanan sosial juga dihitung, maka total potensi ekonomi sektor kehutanan sosial di Sulawesi Tengah dapat mencapai Rp50 miliar hingga Rp60 miliar.
Sementara itu, kata dia, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah saat ini membina sebanyak 338 KTH, di mana 266 di antaranya telah terdaftar dalam sistem informasi penyuluhan kehutanan (SIMLUH).
Adapun tenaga penyuluh kehutanan terdiri dari 62 orang ASN, 22 non-ASN, dan 85 penyuluh swadaya.
“Jumlah ini masih sangat terbatas bila dibandingkan dengan jumlah KTH yang ada. Karena itu, kami terus mendorong peningkatan kapasitas dan semangat kerja para penyuluh agar mampu mengoptimalkan pendampingan,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan nilai transaksi ekonomi KTH menjadi bukti bahwa potensi komoditas hutan rakyat dan hasil hutan bukan kayu di Sulawesi Tengah sangat besar bila dikelola dengan baik melalui pendampingan penyuluh.
Untuk itu, ia juga mengapresiasi kegiatan talkshow bertema "Nilai Transaksi Ekonomi KTH: Dari Hutan untuk Kehidupan" yang dilaksanakan BP2SDM Kementerian Kehutanan yang bertujuan membangun kolaborasi antar pemangku kepentingan guna mendukung penguatan ekonomi hasil hutan yang dikelola oleh KTH.
Ia berharap kegiatan ini dilakukan tidak hanya untuk penyuluh, tetapi juga bagi polisi hutan.
“Karena persoalan deforestasi juga menjadi tantangan besar di Sulteng, sehingga peran polisi hutan juga sangat penting dalam pengendalian,” ujarnya.
