Palu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mendorong penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan dengan mengedepankan pendekatan mediasi dan sinergi lintas pihak.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Sulteng Rudi Dewanto di Palu, Jumat, menegaskan pentingnya peran pemerintah provinsi sebagai fasilitator, mediator, dan regulator dalam setiap tahapan penyelesaian konflik tenurial.
“Mari kita sama-sama menyatukan persepsi supaya keruwetan konflik bisa terurai dan segera diselesaikan. Pendekatan mediasi harus dioptimalkan agar penyelesaian dapat berjalan efektif,” katanya.
Ia juga menekankan perlunya keterbukaan data, kolaborasi lintas sektor dan semangat kebersamaan untuk mempercepat penyelesaian konflik di lapangan.
Pernyataan itu disampaikan pada kegiatan lokakarya penanganan konflik tenurial kawasan hutan di Sulawesi Tengah yang diikuti jajaran Dinas Kehutanan provinsi dan kabupaten/kota, seluruh Balai Kemenhut di Sulteng, Kanwil BPN, Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA), lembaga nonpemerintah, serta mitra kehutanan lainnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah Muhammad Neng mengharapkan lokakarya tersebut menghasilkan langkah konkret untuk memperkuat tata kelola hutan yang adil, inklusif dan berkelanjutan.
Menurut dia, Program Perhutanan Sosial dapat menjadi solusi penyelesaian konflik tenurial sekaligus mendukung program BERANI Makmur yang digagas Gubernur Sulteng dalam penguatan ekonomi hijau dan pengembangan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK).
“Perhutanan sosial sudah menjadi program strategis pemerintah,” katanya.
Ia mengatakan skema tersebut mampu memperkuat peran masyarakat di sekitar kawasan hutan sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan.
Ia juga menambahkan nilai transaksi HHBK di Sulawesi Tengah mencapai Rp43 miliar pada 2023, yang menempatkan provinsi ini di posisi lima besar nasional berdasarkan evaluasi pemerintah pusat.
