Kratom Skala Nano: Inovasi baru untuk Kratom si penghasil dolar Indonesia, strategi bersaing di pasar Global

id kratom

Kratom Skala Nano: Inovasi baru untuk Kratom si penghasil dolar Indonesia, strategi bersaing di pasar Global

Seorang ibu yang merupakan petani kratom sedang memetik daun kratom yang merupakan salah satu sumber pendapatan dan ekonomi masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. (ANTARA/Teofilusianto Timotius)

Palu, Sulteng (ANTARA) - Kratom Indonesia di Pasar Dunia

Indonesia tidak hanya dari berbagai suku dan budaya tetapi juga keaneka ragaman hayati yang melimpah. Di pulau Kalimantan yang kaya akan sumber daya alam berupa tanaman khasnya, terdapat salah satu tanaman hutan yang telah dibudidayakan, mencuri perhatian dunia yaitu Kratom (Mitragyna speciosa).

Kratom merupakan tanaman tropis yang tersebar luas di Kalimantan. Masyarakat dari Kabupaten Kapuas Hulu, Kal-Bar, memanfaatkan kratom sebagai tanaman herbal dan pengobatan dengan cara dimakan mentah, diseduh, atau dalam bubuk untuk mengatasi nyeri, rematik, asam urat, hipertensi dan kolesterol (Pratiwi dan Adhari, 2022). Kratom mengandung senyawa bioaktif, terutama mitraginin dan 7-hidroksimitraginin, yang dapat berperan sebagai antioksidan, antidiabetes, antidepresan dan anti-imflamantori (Fadly, 2025).

Saat ini kratom telah menjadi komoditi ekspor no 1 dari Kalimantan Barat ke AS dengan daerah produsen utama di Kab. Kapuas Hulu. Hal ini menjadi sangat penting bagi masyarakat petani kratom karena keberadaan kratom telah dilegalisasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 dan 21 Tahun 2024 dan Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 1528 Tahun 2025 mengenai Penetapan Persentase Hak Ekspor Kratom Periode Juli sampai dengan Desember 2025.

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan mengatur tata niaga ekspor komoditas kratom.

Selama decade > 10 tahun terakhir kratom memang sudah menjadi komoditi ekspor dari Kalimantan Barat akan tetapi belum ada Undang-undang/peraturan yang mengatur sehingga ekspor kratom masih digolongkan dalam HHBK sehingga kode HS ekspor 1211.90.99, 1211.90.17; 1211.90.18; dan 1211.90.98. Saat ini tahun 2025 dalam Seair Exim Solutions (diakses pada 17 November 2025), data impor Mitragyna speciosa di Amerika Serikat HS Code ekspor daun kratom masih bervariasi dari HS Code 380910 (pewarna alami), 392690 (bubuk kratom untuk penggunaan eksternal dan bukan untuk konsumsi manusia), 441520 (bukan untuk konsumsi manusia), 710510 (bubuk daun kering), 841940 (bagian tanaman kratom), 847010 (bubuk daun, bukan untuk konsumsi manusia), 840490 (bagian tanaman kratom).

Dukungan ekspor juga setelah dikeluarkannya Permenkes 2/2017 yang menyatakan bahwa kratom sudah tidak termasuk jenis yang dilarang. Yang dimaksud dilarang dalam ini dijelaskan dalam Peraturan BPOM tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Nomor HK.04.4.42.421.09.16.1740 Tahun 2016 bahwa kratom tidak boleh diolah di dalam negeri, sehingga ketika kratom diolah dan dijual ke luar negrri, perdagangan kratom tidak menjadi masalah.

Tantangan selalu ada dalam setiap lini usaha, termasuk tantangan dalam ekspor kratom, karena di dalam negeri belum sepenuhnya masyarakat paham manfaat dan dampak sehingga masih perlu dikaji efek-efek negatifnya, walaupun sejak jaman dahulu kearifan lokal masyarakat Kapuas Hulu belum ada terbukti dengan konsumsi kratom terjadi kriminalitas baik adiktif, kejahatan, keracunan dll.

Hal ini dijelaskan oleh Dosen KSDA Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung Dr. Sulvi Purwayantie (mantan ketua riset Kratom Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat 2022-2023) bahwa telah ada survey dari Dinas Kesehatan Kab. Kapuas Hulu bahwa sampai 2020 tidak ada catatan dari semua RS Pemerintah dan Puskesmas yang ada di Kapuas Hulu menerima pasien akibat konsumsi kratom. Data ini dihasilkan selama 5 tahun terakhir (1995-2020). data terakhir dari 2020 belum dilakukan survey ulang.

Oleh karena selama ini ekspor kratom dalam bentuk bulking diperlukan inovasi alternatif yang berkelanjutan berbasis nanoteknologi, dimana teknologi ini diharapkan menjadi strategi baru untuk meningkatkan nilai tambah kratom Indonesia sebagai sumber keragaman lokal yang bersaing di pasar global.

Dewasa ini produk nano tidak bisa diabaikan sebagai salah satu produk yang diminati banyak kalangan terutama pihak industri karena banyak manfaat produk nano bagi kesehatan atau suplemen makanan khusus bagi penderita suatu penyakit.

Nanoteknologi: Langkah Kecil dengan Dampak Besar

Nanoteknologi merupakan cabang dari ilmu yang mempelajari material berukuran nano yang telah dimodifikasi hingga ke skala yang diinginkan untuk tujuan tertentu (Saritha et al. 2022). Ukuran nano berkisar 1-100 nanometer (1 per 10 juta cm), dimana setiap materi dengan ukuran tersebut dianggap sebagai nanopartikel. Material yang berukuran nano memiliki luas permukaan yang besar dan dapat mencapai sel target dengan peluang daya larut, stabilitas, dan efektivitas biologis yang tinggi. Meskipun demikian, sifat fisik dan kimia suatu bahan atau senyawa bioaktif dapat berubah secara signifikan karena ukuran nano dapat mengalami interaksi kimia lebih kuat dengan lingkungan yang dijangkaunya. Aplikasi nanoteknologi pada kratom yang di enkapsulasi (nanoenkapsulasi dengan dilapisi biopolimer seperti chitosan-arabic gum) diduga akan menjadi salah satu inovasi kratom yang “dikemas” untuk melindungi stabilitas senyawa aktif kratom dalam jangka waktu panjang dan meningkatkan penyerapan dalam tubuh.

Dengan demikian penerapan strategi nanoenkapsulasi pada kratom menjadikan produk yang lebih kompetitif di pasar farmasi, suplemen pangan, maupun kesehatan masyarakat domestik maupun global.

Keunggulan Nanoteknologi: Stabilitas, Efisiensi, dan Nilai Tambah

Senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, polifenol, flavonoid yang kaya pada kratom tidak stabil pada suhu dan cahaya yang dapat menyebabkan oksidasi dan merusak kualitas kratom. Penelitian yang dilakukan oleh Ragavee dan Devi (2019) nanoenkapsulasi pada daun brotowali (Tinospora codifolia) secara signifikan meningkatkan pengiriman, stabilitas, dan bioaktivitas ekstrak brotowali sebesar 70% dan retensi bioaktivitas 92,59% penghambatan pada enzim a-glukosidase.

Hal ini mengindikasikan potensi antidiabetes yang meningkat pada ekstrak yang di enkapsulasi. Dengan tantangan inilah nanoenkapsulasi menjadi salah satu strategi untuk melindungi senyawa aktif dari kerusakan kimia dan fisik.

Potensi Pengembangan Produk Ekspor Kratom

Indonesia sebagai penghasil kratom terbesar masih menunjukkan kesenjangan yang signifikan antara produk mentah dan produk ekstrak. Saat ini, harga daun kratom kering di tingkat petani berkisar sekitar Rp30.000-Rp50.000 per kilogram, sedangkan bubuk kratom sebelum ekspor dapat mencapai Rp82.000 per kilogram. Namun, sebagaimana yang dilaporkan oleh Kementrian Koperasi dan UMKM tahun 2024 yang dikutip dari Antara (diakses 17 November 2025), harga kratom yang telah diolah menjadi ekstrak murni berstandar ekspor harganya bisa mencapai Rp90 juta per kilogramnya. Peningkatan nilai ini menunjukkan bahwa hilirisasi dan penerapan teknologi pengolahan, seperti nanoenkapsulasi senyawa bioaktif, berpotensi memperluas pasar dan meningkatkan harga jual yang signifikan.

Permintaan kratom diperkirakan akan terus tumbuh karena tren global ke produk herbal alami, terutama di negara-negara Amerika dan Eropa. Pasar kratom global diperkirakan berkembang dengan cepat hingga tahun 2032 dan kawasan Asia Pasifik mendominasi pasar dari tahun 2024, dimana produk olahan kratom memberikan kontribusi ekonomi yang besar. Prediksi pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) adalah 17,2% menunjukkan bahwa industri ini diperkirakan menjadi salah satu pasar herbal dengan pertumbuhan tercepat di dunia dalam kurun waktu 2025-2032 (Maximize Market Research Pvt. Ltd., t.t. diakses pada 17 November 2025).

Produk berbasis nanoteknologi yang mampu menjaga stabilitas dan bioavailabilitas senyawa aktif tidak hanya menempatkan kratom sebagai obat, tetapi juga menjadi jalan baru bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas dengan standar ekspor bagi kratom Indonesia dengan harga yang jauh lebih tinggi. Potensi ini tidak hanya membuka peluang bagi petani untuk menjaga kualitas bahan mentah sebelum sampai ke produsen, tetapi juga menjadi salah satu komoditas ekspor yang bergengsi dalam kualitas, harga maupun inovasi dari Indonesia di kawasan ASEAN dan dunia.

Inovasi untuk Kemandirian Nasional

Keterlibatan nanoteknologi berbasis kratom bukan hanya sekedar konsep ilmiah, namun menjadi jalan baru untuk transformasi dan kolaborasi sumberdaya lokal dengan teknologi modern. Selain berpeluang meningkatkan kualitas produk, inovasi ini juga menjadi pioneer bagi Indonesia untuk bersaing dengan inovasi berkelanjutan di pasar global yang semakin ketat standarisasinya dalam berbagai bidang terkait keamanan produk. Melalui wawasan ini, kebijakan ekspor yang jelas, adaptif, dan sinergi berbagai aspek masyarakat, akademisi dan pemerintah, kratom Indonesia tidak hanya berdaya saing tinggi tetapi membuka peluang dari komoditas lokal menjadi inovasi bernilai dunia.

Diharapkan pengembangan kratom di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat, tidak hanya berfokus pada ekspor bahan mentah, tetapi adanya hilirisasi melalui produksi berbagai bentuk olahan berkualitas tinggi. Pemanfaatan pendekatan teknologi, termasuk nanoteknologi, dapat meningkatkan kualitas, kemurnian, serta efektivitas produk berbasis kratom sehingga memiliki daya saing dan harga jual yang lebih tinggi di pasar global. Strategi ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani, memperkuat rantai pasok industri, serta memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Kalimantan Barat.

Penulis Rodiah Habibilah rodiahhabibilah@gmail.com

Pewarta :
Editor : Andilala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.