Jakarta (ANTARA) - Film drama komedi terbaru Netflix, Lupa Daratan, menjadi entri terbaru yang menguji kesiapan para pembuat film komedi Indonesia untuk menghadirkan komedi berkelas dunia di mata internasional.
Film yang sudah dapat disaksikan secara serentak di Netflix pada 11 Desember 2025 itu mengangkat sebuah eksplorasi mendalam terhadap kerapuhan ego dan harga diri seorang bintang dan figur publik.
Film yang diproduseri oleh Dipa Andika dan Nurita Anandia itu menjadi titik temu kreatif pertama bagi sutradara dan penulis skenario, Ernest Prakasa, dengan aktor papan atas Indonesia, Vino G. Bastian.
Lupa Daratan membawa premis cerita yang secara komedi terbilang unik, yaitu apa jadinya jika aktor ternama yang berada di puncak kesuksesan, tiba-tiba kehilangan seluruh kemampuan aktingnya secara misterius?
Dalam film-film yang disutradarai Ernest sebelumnya, ia biasanya menetapkan pembagian jelas antara peran komedi dengan peran karakter utama.
Ia akan mengelilingi karakter utama (yang fokus pada drama) dengan para stand-up comedian sebagai pemeran pendukung.
Tugas pemeran utama biasanya lebih banyak di drama, sementara komedi diserahkan pada karakter pendukung.
Pendekatan baru diterapkan Ernest di Lupa Daratan. Di film itu, Vino sebagai karakter utama (Vino Agustian), serta karakter-karakter terdekat dengan Vino seperti Dimi (Dea Panendra) dan Iksan (Agus Kuncoro), juga banyak terlibat dalam lawakan-lawakan film itu.

Vino G. Bastian, peraih Piala Citra 2008 lewat film "Radit dan Jani", dipilih untuk menghidupkan karakter utama, seorang aktor terkenal Vino Agustian yang diceritakan tiba-tiba tidak bisa berakting.
Penyebabnya, Vino menjadi sosok yang terjebak dalam situasi "lupa daratan". Ia sombong, egois, dan memiliki ego serta mimpi besar yang tidak lagi dijalankan dengan sepenuh hati.
Dramanya bagus
Pengarahan Ernest di film tampaknya membuat aktor sekelas Vino G. Bastian, "Lebih susah berakting untuk tidak bisa akting." Alias kurang meleburkan diri dengan perannya.
Vino sudah totalitas menyajikan kegagalan aktingnya dengan natural, tapi menjadi sesuatu yang sulit jika pengarahan adegan dipertahankan secara terus-terusan mengandalkan gimik semata, bukan situasi komedi.
Komedi di film Lupa Daratan mengeksplorasi formula lawakan baru yaitu lawakan dari kegagalan mempersepsikan sebuah situasi yang ditampilkan oleh aktor secara serius di depan kamera.
Saat penonton melihat akting Vino aneh dan lucu, karakter Vino sebenarnya sedang tidak mencoba melucu. Karakter mestinya sedang melakukan adegan dengan sangat serius, dan kegagalan dia lah yang membuat itu menjadi lucu.
Ini formula komedi Lupa Daratan menurut Konsultan Komedi, Ardit Erwandha, memfungsikan komedi di sini sebagai penggerak plot, bukan hanya sekadar gimik tempelan.
Film ini kuat dalam memainkan cerita drama menembus batasan glamor industri untuk menyoroti sisi manusiawi yang kerap terabaikan, yaitu pentingnya sistem pendukung dari orang terdekat dan pentingnya kerendahan hati dijaga oleh setiap orang yang berada di puncak kesuksesan.
Dan drama yang dibuat oleh Vino G. Bastian saat merefleksikan adegan bersama kakaknya, Iksan, benar-benar emosional.
Akting mereka mengingatkan penonton bahwa orang-orang terdekat, seperti keluarga yang mendukung dengan jerih payah sejak meniti karir dari nol, terkadang dilupakan saat seseorang mencapai puncak kesuksesan. Vino dan Agus Kuncoro berhasil menekankan pesan tersebut lewat aktingnya.
Adegan Vino Agustian bersama Iksan (karakter yang diperankan Agus Kuncoro) membuat penonton mendapat alasan kuat mengapa aktor tidak akan pernah menjadi besar tanpa dukungan dari orang di sekitarnya.
Pemeran Iksan menawarkan interpretasi bahwa seorang abang adalah sosok yang sangat bertanggung jawab, yang mencintai adiknya lebih dari dirinya sendiri.
Agus menjadikan Lupa Daratan sebagai film yang sangat manusiawi, karena karakternya yang sangat abu-abu.
Tidak hanya Iksan, tapi setiap karakter di film Lupa Daratan memang sulit untuk dihakimi jahat (antagonis) karena masing-masing memiliki alasan atas sikapnya.
Sayang meski dramanya sudah kelas atas, kritik tertuju sepenuhnya pada komedi film yang pada perombakan formula komedinya, sengaja dibuat keluar dari zona nyaman Ernest di penyutradaraan film komedi sebelumnya.
Walau upaya Ernest menjadikan karakter utama Vino, serta Dimi dan Iksan, banyak terlibat dalam komedi patut dipuji.
Ernest seperti masih mencari comedic timing yang kuat dari para aktornya untuk mengembalikan "golden rule" komedi, berupaya melucu dengan tidak berupaya melucu.
Komedi seperti ini membutuhkan ketelitian sutradara untuk melihat latar belakang karakter dan plot cerita yang bisa dibuat serius tapi lucu.
Komedinya kurang diperkuat
Di tengah ambisi menembus penonton global lewat Netflix, Lupa Daratan menghadapi tantangan menginterpretasi situasi tersebut.
Produser Dipa Andika memang secara tegas menyatakan bahwa ia bermaksud menjadikan film komedi Indonesia juga diketahui penonton di luar Indonesia.
"Ini saatnya kita mengenalkan drama komedi Indonesia ke seluruh dunia," karanya.
Namun, komedi yang dibawakan Lupa Daratan mengandalkan pengetahuan spesifik lokal, seperti yang disajikan dalam adegan awarding, berpotensi kurang pas bagi penonton di luar Indonesia.
Terdapat unsur kelokalan dalam memparodikan judul-judul film pemenang penghargaan, seperti yang dilakukan dengan film "Tinggal Meninggal" Kristo Immanuel, atau nama karakter yang diparodikan, seperti plesetan nama komedian Boris Bokir menjadi Boris Bohir.
Humor semacam itu, yang mengandalkan referensi lokal yang sangat spesifik, membutuhkan pemahaman kontekstual yang mendalam yang mungkin tidak dimiliki oleh penonton Netflix internasional. Di tengah ambisi untuk bersaing secara global, keberhasilan detail humor sangat bergantung pada penerimaan global.
Belum lagi jika melihat bagaimana Ernest menggambarkan perilaku wartawan dalam film ini. Penonton akan sulit melihat "golden rule" komedinya, jika Ernest menarik referensi wartawan di film dari wartawan yang tidak menjalankan kode etik profesi.
Kalau adegan itu sekadar gimik terkait wartawan, artinya sutradara kehilangan "golden rule"-nya.
Dalam proses produksi film Lupa Daratan, Ernest banyak bekerja sama dengan kru baru. Kolaborasi terbaru seperti melibatkan Sinematografer Bella Panggabean dan Penata Artistik Tepan Kobain.
Bella Panggabean juga berperan banyak dalam menginterpretasikan kekontrasan karakter Vino Agustian secara visual: pride (ego) ditampilkan dengan warna terang seperti merah dan oranye, sedangkan humility (kerendahan hati) atau pencarian diri ditampilkan menggunakan warna kalem seperti biru dan hijau.
Sementara Tepan Kobain merancang set yang kontras, antara kantor Production House, ruang acara penghargaan yang megah dan tempat tinggal sekaligus bengkel Iksan yang sederhana.
Film ini merupakan film Imajinari dengan daftar pemeran terbanyak hingga saat ini, dan turut dimeriahkan oleh banyak kameo, yang sayangnya kurang signifikan berfungsi dalam cerita.
Akting pemain senior seperti Arswendy Bening Swara sayangnya kurang dimaksimalkan. Sejumlah nama seperti Mike Lucock sebagai produser dan Morgan Oey memiliki akting yang cukup baik di film ini.
Lupa Daratan (Lost in the Spotlight) sejauh ini mendapatkan rating 6,1/10 menurut Internet Movie Database (IMDb) saat ulasan dibuat.
