Kejari tahan mantan Kasat Pol PP Poso

id Kejari Poso,Satpol PP

Kejari tahan mantan Kasat Pol PP Poso

Suasana penahanan mantan Kasat Pol PP Kabupaten Poso inisial SA di depan pintu Rumah Tahanan Poso, Selasa (15/10), dalam tuduhan tindak pidana korupsi dugaaan penyimpangan keuangan Sat Pol PP dan Pemadam Kebakaran Poso senilai Rp1 miliar lebih dari anggaran Rp10 miliar APBD 2017. (Fery Timparosa)

Yang terpenting agar perkara tersebut bisa cepat diproses dan segera mendapatkan kepastian hukum
Poso (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Poso, Sulawesi Tengah, menahan mantan Kasat Pol PP Kabupaten Poso inisial SA, dengan status tahanan penyidik kejaksaan di Rutan Poso, Selasa.

Penahanan SA itu dilakukan setelah ada penolakan berkas praperadilan dari Pengadilan Negeri Poso. 

Dia ditahan selama 20 hari ke depan dengan tuduhan tindak pidana korupsi dugaaan penyimpangan keuangan Sat Pol PP dan Pemadam Kebakaran Poso senilai Rp1 miliar lebih dari anggaran Rp10 miliar APBD 2017.
 
"Insial SA, kami tahan 20 hari guna kepentingan selanjutnya," kata Kasi Intel Kejari Poso, Eko Nugroho, usai mengantar SA di Rutan Poso, Selasa. 

Eko mengatakan penahanan tersangka sepenuhnya merupakan kewenangan penyidik yang menangani kasus tersebut. 

Baca juga : Komunitas anak punk demo protes penganiayaan oleh Satpol PP

Setidaknya ada tiga alasan yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan yakni takut melarikan diri, takut menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya.

Aturan tersebut menurutnya telah tertera pada Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Ketiga hal tersebut merupakan alasan subjektif. Sementara itu, ada hal obyektif lainnya yang harus dipenuhi. Sebagaimana tertera dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara lima tahun atau lebih. 

"Penyidik tak hanya mempertimbangkan kasus ini secara objektif saja, namun juga dari segi subjektifitas," tuturnya. 

Menurutnya, penahanan apabila dianggap tidak kooperatif dengan proses hukum, mengulangi perbuatan,  berpotensi melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti. 

"Yang terpenting agar perkara tersebut bisa cepat diproses dan segera mendapatkan kepastian hukum," katanya.***