Jakarta (ANTARA) - Brandi Stephens, seorang guru Bahasa Inggris di Houston, Amerika Serikat, sudah menyatakan diri menolak divaksin. Ibu tunggal dengan satu anak itu berpendapat bahwa vaksin tak akan efektif untuknya dan keluarganya.
Sebagai gantinya ia memilih untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dengan lebih ketat dan lebih banyak mengajar secara daring di rumahnya.
Perempuan yang sedang menempuh studi doktoral di bidang Pendidikan Kepemimpinan itu mengatakan bahwa di AS vaksin bukan mandatori, sehingga warganya bebas memilih untuk mengambil atau tidak.
Faktanya memang di sejumlah negara lain di dunia, termasuk Amerika Serikat, misalnya vaksin bukan sesuatu yang wajib untuk diambil oleh masyarakatnya.
Sebagaimana Presiden terpilih AS Joe Bidden, yang akan mulai bertugas pada 20 Januari 2021 telah menyampaikan bahwa ia tidak akan memaksa warganya untuk divaksin.
Namun sejumlah analis melihat alasan di balik kebijakan Bidden itu lebih untuk menekan gelombang oposisi yang akan terbukti kontraproduktif bagi kesehatan masyarakat. Tak lebih bahwa ada alasan politis yang melingkupinya.
Sementara di Indonesia, kebijakan mengenai vaksinasi lebih ditekankan sebagai mandatori atau kewajiban bagi warganya.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej telah menyatakan seluruh Warga Negara Indonesia diwajibkan melakukan suntik vaksin COVID-19 yang diselenggarakan oleh negara.
Upaya ini dilakukan sebagai kolaborasi penanganan COVID-19 yang melanda Indonesia, bahkan kewajiban masyarakat melaksanakan suntik vaksin tertuang di dalam UU Nomor 36 Pasal 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Banyak yang kemudian berpendapat bahwa mewajibkan warga untuk divaksin adalah melanggar hak asasi manusia. Jadi sebenarnya vaksin COVID-19 lebih merupakan hak atau kewajiban?
Hak vs Kewajiban
Mempertanyakan vaksinasi sebagai hak atau kewajiban lebih ditekankan pada bagaimana pemerintah di suatu negara mengambil kebijakan atas vaksin sebagai upaya untuk menekan penyebaran COVID-19.
Bagi Indonesia, pemerintah telah tegas menyatakan bahwa vaksin merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk diberikan kepada warganya sebagai hak agar tetap sehat dan aman dari kemungkinan infeksi virus corona.
Hal itu mempertimbangkan berbagai hal, termasuk populasi di negara ini, khususnya Pulau Jawa, yang penduduknya sangat padat.
Indonesia perlu vaksinasi untuk membentuk kekebalan komunitas atau herd immunity yang hanya dapat dicapai jika lebih dari 70 persen penduduknya telah mendapatkan suntikan vaksin.
Presiden Joko Widodo telah mencontohkan diri sebagai orang perdana yang divaksin COVID-19 jenis Sinovac pada 13 Januari 2021 diikuti sejumlah pejabat, tokoh, hingga artis.
Menurut kepala negara, vaksin COVID-19 penting untuk dilakukan demi memutus mata rantai penularan virus corona dan memberikan perlindungan kesehatan dan keamanan seluruh masyarakat. Dengan begitu pandemi bisa teratasi dan terjadi percepatan pemulihan ekonomi.
Dengan divaksin, seseorang telah melindungi diri dan orang lain yang tidak bisa divaksin karena alasan kesehatan agar tetap terjaga sehat.
Vaksinasi juga disebutkan mampu menurunkan tingkat mutasi virus sehingga lambat laun pandemi COVID akan bisa teratasi. Maka dari itu, vaksinasi sejatinya memang bukan solusi instan, sebab protokol kesehatan harus tetap diterapkan sampai herd immunity terbentuk.
Jadi pada prinsipnya vaksinasi bukan sekadar masalah kesehatan pribadi saja, melainkan mencegah penularan dan membentuk herd immunity. Sebab, hidup di tengah masyarakat, prinsipnya bukan hanya menyelamatkan diri sendiri, tapi juga membantu orang lain yang membutuhkan perlindungan.
Merusak Pernapasan
Virus corona tak bisa dipandang sebelah mata, dalam beberapa waktu terakhir, jumlah penderita COVID-19 di Indonesia terus meningkat.
Masyarakat harus semakin waspada karena penularan, bahkan ciri dan gejala COVID-19 semakin beragam.
Dokter spesialis paru-paru dari Siloam Hospitals Silampari dr. Indra Barata, Sp.P. melalui kanal Instagram Live mengatakan virus corona, selain secara umum merusak sistem pernapasan pada organ manusia, virus inipun dapat menginfeksi organ paru-paru dari tingkat akut hingga menyebabkan kematian.
Dan pada beberapa kasus yang ditangani, penanganan kasus dari virus corona ini menyebabkan pneumonide atau infeksi pada organ paru paru.
Menurut Indra, selain tiga gejala umum terpapar corona, yaitu timbulnya demam tinggi hingga di atas suhu 38 derajat Celcius dari suhu normal badan, batuk kering, dan sesak napas, terdapat pula gejala khusus lainnya, yaitu timbul diare, sakit kepala, hilangnya kemampuan mencium aroma bau (anosmia), iritasi mata, hingga timbul ruam di kulit.
Mengikuti gejala terpaparnya tubuh oleh virus corona ini dalam rentan waktu 10 hari, sebagian pasien akan mengalami penurunan oksigen tanpa adanya gejala apapun. Kondisi ini disebut happy hypoxia.
Adapun dalam pendeteksian awal, kehadiran virus dapat dideteksi melalui rekam Rontgen dan CT Scan Thorax serta pemeriksaan di laboratorium.
Menurut dr. Indra Barata, Sp.P., ada perbedaan untuk mengenali perbedaan gejala dari penyakit radang paru (pneumonide) dan akibat dari virus corona, yakni meski memiliki gejala yang mirip, yaitu timbulnya peradangan pada paru, namun pneumonia yang disebabkan oleh COVID-19 sedikit berbeda dengan pneumonia yang biasa terjadi.
Pneumonia biasa atau disebut juga dengan paru-paru basah, yaitu kondisi peradangan pada kantung-kantung udara di salah satu atau kedua paru-paru.
Infeksi tersebut dapat menyebabkan kantung udara pada saluran pernapasan di paru-paru mengalami radang dan dipenuhi oleh cairan.
Namun, penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya jika sistem imun pengidapnya baik, sedangkan pada COVID-19, gangguan ini umumnya menyerang saluran napas bagian atas yang akhirnya dapat menyebar hingga ke paru-paru.
Oleh karena itu, meskipun telah ada vaksinasi, masyarakat tetap diimbau untuk patuh melaksanakan protokol kesehatan secara berkelanjutan.
Minimal menggunakan masker selama empat jam saat di luar ruangan sambil menjaga jarak, mencuci tangan dengan air sabun dan air yang mengalir selama 20 detik sebelum dan sesudah beraktivitas serta menjaga kondisi tubuh agar selalu prima dengan berolahraga dan mengkonsumsi makanan yang sehat.
Vaksinasi dan COVID-19 memang merupakan sesuatu yang akan tercatat dalam sejarah peradaban manusia. Maka, bukan lagi waktunya mempertanyakannya sebagai hak atau kewajiban, namun lebih tepatnya apakah kita mau memberikan kontribusi nyata agar pandemi ini bisa segera berakhir atau.
Berita Terkait
Presiden AS Joe Biden diminta cabut sanksi terhadap Suriah
Kamis, 12 Desember 2024 12:19 Wib
Prabowo teken UU perubahan nomenklatur jabatan Daerah Khusus Jakarta
Sabtu, 7 Desember 2024 9:52 Wib
Presiden Prabowo perintahkan dua menteri kawal kelanjutan proyek Blok Masela
Jumat, 6 Desember 2024 9:52 Wib
Pemerintah susun Rancangan Perpres Perlindungan Anak di Ranah Daring
Jumat, 6 Desember 2024 9:50 Wib
PKB sebut ucapan Miftah kontradiktif dengan karakter Presiden Prabowo
Rabu, 4 Desember 2024 14:30 Wib
Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini mengundurkan diri
Rabu, 4 Desember 2024 14:28 Wib
Presiden putuskan Indonesia masuk blok ekonomi guna kepentingan bangsa
Selasa, 3 Desember 2024 9:22 Wib
Ekonomi syariah berperan dalam masa depan berkelanjutan
Selasa, 3 Desember 2024 9:21 Wib