Jakarta (ANTARA) - Satu tahun berlalu sejak pandemi menghantam seluruh sendi kehidupan termasuk dunia fesyen, aneka pagelaran busana secara virtual serta penggunaan media film pendek menjadi hal lumrah bagi banyak rumah mode untuk memamerkan koleksi terbaru mereka.
Namun tidak sedikit juga rumah mode yang kemudian memutar otak, mencari cara aman untuk memamerkan koleksi terbaru mereka tanpa menggunakan media yang dianggap mainstream.
Hal ini juga yang mendorong rumah mode mewah Balenciaga untuk melakukan dobrakan baru, cara mudah untuk memperkenalkan koleksi terbaru dengan aman dan dekat dengan kaum milenial.
Pada awal Desember 2020 merilis koleksi musim gugur 2021 dalam bentuk video game online imersif berjudul "Afterworld: The Age of Tomorrow". Balenciaga adalah rumah mode pertama yang menggunakan video game dan mengundang para pemain yang merupakan pangsa pasarnya, masuk ke dalam dunia interaktif pasca-apokaliptik yang berlatarkan tahun 2031.
Langkah Balenciaga ini kemudian diikuti sejumlah jenama hingga rumah mode, melakukan persilangan antara fesyen, permainan serta e-sports, menjadi awal dari gamifikasi fesyen. Sebagai contoh ada Salvatore Ferragamo yang menggunakan game online bertajuk "Enigma" untuk memperkenalkan koleksi busana musim semi 2021.
Tidak jarang, baik industri fesyen dan game kemudian bekerjasama, melakukan simbiosis mutualistis di mana keduanya saling menggunakan koneksi pemasaran sehari-hari untuk menggaet pasar yang lebih luas meski pandemi masih belum tuntas teratasi.
Industri fesyen dapat mengandalkan layar video game sebagai iklan atau membuat aneka penampilan dan menjualnya dengan mudah. Sementara para pecinta fesyen akan tertarik untuk bermain game demi bisa melihat koleksi terbaru dari merek fesyen favoritnya.
Pada September 2020 jenama asal Prancis Longchamp berkolaborasi dengan Pokemon Go, disusul oleh rumah mode mewah Gucci dan The North Face yang juga menjelajahi dunia game melalui Pokémon Go pada awal tahun ini. Sebelumnya, sneakers Jordan Brand masuk ke dalam game Fortnite. Kemudian Jerry Lorenzo, Don C dan lainnya ditampilkan di NBA 2K 2020 dan Louis Vuitton membuat skin untuk juara League of Legends. Tidak sampai di situ, jenama sepatu mewah Christian Louboutin mengajak pers dan tamu VIP ke Loubi World di aplikasi game sosial Zepeto.
Game kini menjadi solusi pada masa pandemi untuk bisa tetap menjalankan pekan mode. Hal ini jelas menunjukkan fleksibilitas game sebagai platform mode.
Dengan mengejar para gamer, industri fesyen kini tidak hanya mengejar popularitas, pemasukan dan menjaring lebih banyak konsumen tapi juga mengubah cara pandang dan budaya fesyen di masa depan.
"Perusahaan game menghasilkan banyak uang," kata pengacara Douglas Hand, anggota pendiri Hand Baldachin Amburgey kepada laman WWD. Hand sendiri merupakan anggota tim yang telah mengerjakan beberapa kesepakatan game mode.
Menurut Hand, baik rumah mode ataupun perusahaan video game sama-sama mendapatkan keuntungan dari kolaborasi tersebut.
"Kesepakatan itu cenderung sangat brand-friendly. Perusahaan game tersebut memiliki banyak uang dan bersedia membelanjakannya untuk memberikan keunggulan apa pun bagi game mereka. Apa yang lebih menyerupai karpet merah atau look book yang fantastis daripada realitas hiper dari banyak game ini,” kata Hand.
Forbes mencatat bahwa industri game pada saat ini menjadi salah satu industri yang berkembang pesat dan tidak dipungkiri turut memutar roda perekonomian di tengah carut marut pandemi. Di dalam ruang video game itulah ada tempat bagi industri fesyen untuk masuk dan turut berkembang.
Peluang iklan
Menurut Lewis Ward, direktur riset IDC untuk game, e-sports, dan VR / AR, industri game di seluruh dunia mengalami peningkatan pendapatan 119 persen tahun lalu menjadi 204,6 miliar dolar. Dan hanya 7,7 persen di antaranya berasal dari konsol video game.
Ward memperkirakan bahwa jumlah total gamer seluler bulanan di wilayah Amerika Serikat naik 7,5 persen pada 2020 menjadi 184,6 juta dan 100,4 juta di antaranya adalah wanita. Survey menunjukkan bahwa para gamers ini sebagian besar adalah generasi milenial dengan 30 persennya adalah gamers perempuan di bawah 25 tahun. Bagi industri fesyen, ini jelas adalah grup yang tidak boleh diabaikan.
"Kita harus melihat dunia mode dengan cara yang sangat berbeda dari yang kita miliki di masa lalu," kata George Gottl yang merupakan salah satu pendiri konsultan desain strategis UXUS dan mantan direktur kreatif pakaian di Nike.
"Kami harus berhenti memikirkan game-game ini sebagai sesuatu yang dimulai dan diakhiri. Orang-orang menjalani kehidupannya di komunitas virtual ini, terutama kaum muda. Ini adalah peluang pasar bagi industri fesyen," ujar Gottl.
"Mereka menghabiskan banyak waktu di platform ini dan waktu itulah yang hilang saat sejumlah jenama ingin berkomunikasi melalui iklan. Di video game inilah industri fesyen bisa mendapatkan perhatian mereka," tambah dia.
Memikirkan game bukan hanya sebagai tempat untuk beriklan, tetapi sebagai tempat tinggal memerlukan perubahan kognitif yang juga dapat mengarah pada transformasi model bisnis.
Industri fesyen memang sudah menjadi besar dari beberapa abad lalu, namun masuk ke dalam industri game merupakan sebuah lompatan besar dan jelas paling menguntungkan hingga saat ini.
Secara tradisional, merek fesyen yang merancang dan memproduksi pakaian menghasilkan uang dengan menjualnya ke toko-toko. Bisnis itu berlanjut hingga hari ini, tetapi dalam perjalanannya -terutama saat pandemi- banyak merek yang harus menutup tokonya dan gulung tikar. Pada akhirnya sejumlah merek yang dapat bertahan mulai memahami kondisi marketing pada saat ini.
Merek fesyen yang pada umumnya menjual mimpi dan gaya hidup tertentu, kini masuk ke dunia surealis game yang dikonsumsi banyak kaum muda pada saat pandemi. Ini dianggap sejumlah pengamat fesyen sebagai cara jitu untuk menyelamatkan perusahaan, sekaligus pemasaran yang baik.
Bebas berkreasi
Game jelas telah membebaskan industri fesyen serta mode dari kendala fisik.
"Dunia digital memungkinkan seberapa besar fantasi Anda,” Michaela Larosse, kepala konten dan strategi di The Fabricant, rumah mode digital berbasis di Amsterdam yang diluncurkan pada tahun 2018.
"Seseorang dapat memiliki gaun yang terbuat dari badai atau setelan yang terbuat dari tanaman merambat hidup. Semuanya mungkin. meski pada kenyataannya itu sulit dilakukan dan entah mau digunakan kemana jenis pakaian seperti itu. Namun kami ingin memiliki satu kaki dalam realitas mode. Tim kami semuanya adalah perancang busana yang terlatih secara klasik. "
Para desainer kini dituntut untuk menjadi programmer, satu set keahlian yang pada saat ini tidak umum di industri mode dan fesyen.
"Kami harus menghabiskan banyak waktu untuk memvalidasi mode digital sebagai sektor yang relevan dan sangat penting dalam industri mode. Fesyen akan menuju ke mana konsumen pergi. Fesyen adalah sebuah ide. Itu selalu memiliki jenis faktor identitas pribadi yang tidak bergantung pada fisik. Kami menganggapnya sebagai pengalaman emosional," ujar Larosse.