Mengonversi makna Idul Adha di tengah pandemi
Jakarta (ANTARA) - Idul Adha 1442 Hijriyah atau 2021 Masehi kembali berlangsung masih dalam situasi pandemi COVID-19 sehingga umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang pada 3-20 Juli 2021 kondisinya ditetapkan sebagai PPKM Darurat oleh pemerintah, merayakannya dalam situasi penuh keprihatinan bersama.
Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI masa bakti 2020-2025 mengajak seluruh umat Islam memaknai perayaan Idul Adha sebagai momentum berbagi kebaikan ke sesama.
Keteladanan Nabi Ibrahim saat "mengorbankan" anaknya Ismail, menjelaskan kepada umat Islam tentang makna pengorbanan tersebut.
Karena itu, Idul Adha yang berada dalam situasi pandemi COVID-19 hendaknya dimaknai lebih dari sekadar ritual penyembelihan hewan kurban.
Namun, justru dapat memperbanyak amal ibadah dengan berbagi kebaikan dan membantu sesama melalui apa yang dimiliki, sehingga merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pengorbanan terhadap sesama, karena pandemi COVID-19 telah berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat.
Dalam konteks itu, di mana pandemi COVID-19 telah berdampak pada ekonomi masyarakat, maka dua ormas keagamaan besar di Indonesia, yakni Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Muhammadiyah, seperti dilansir laman https://www.kemenag.go.id/ mengimbau masyarakat menyumbangkan atau menyedekahkan dana kurbannya untuk membantu warga terdampak COVID-19.
"Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak buruk di masyarakat, terutama timbulnya masalah sosial-ekonomi. Oleh karena itu, PBNU mengimbau warga nahdliyin yang memiliki kemampuan secara ekonomi agar mendonasikan dana yang akan dibelikan hewan, untuk membantu masyarakat yang terdampak COVID-19," demikian kutipan dari Surat Edaran (SE) PBNU 4162/C.I.34/07/2021, Sabtu (17/7/2021).
Meskipun begitu, dalam SE yang ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Sekjen PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf pada 9 Juli itu juga mempersilakan warga nahdliyin yang mampu, bila ingin tetap membeli hewan kurban serta membantu warga terdampak COVID-19, bisa melaksanakan keduanya, yakni berkurban dan membantu mereka yang terdampak COVID-19.
Kepekaan nurani
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menyatakan dana untuk pengadaan hewan kurban sebaiknya juga dialihkan dan bisa digunakan untuk membantu warga tidak mampu yang terdampak pandemi COVID-19.
Dalam kondisi sekarang ini, banyak anggota masyarakat terpapar COVID-19, dan terutama sangat berat dirasakan oleh mereka yang masuk golongan ekonomi lemah.
Misalnya, bagi mereka yang kini bekerja seperti berjualan. Kemudian ada keluarga mereka yang terkena positif COVID-19 dan tidak bisa jualan. Karena itu, golongan mereka ini sangat membutuhkan bantuan dan juga santunan, karena tidak ada pemasukan sama sekali.
Karenanya, memahami agama itu tidak hanya sekadar dilaksanakan secara harfiyah, sehingga dalam konteks Idul Adha tidak hanya berkurban, tapi agama juga dilaksanakan dengan pikiran rasional dan juga kepekaan nurani.
Sebagai metode dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam bidang keagamaan, ada penerapan dengan bersumber pada Kitab Suci Al Quran dan Sunnah Rasulullah Muhammad sallahu alaihi wassalam (SAW) dan melalui tiga pendekatan, yaitu burhani, bayani, serta irfani.
Pendekatan bayani adalah melihat masalah agama dari segi dalil-dalil syar'i-nya, kemudian pendekatan burhani melihat permasalahan dari sudut teori-teori ilmu pengetahuan, sedangkan yang irfani melihat masalah dari kepekaan nurani.
Melalui sumber dan pendekatan itulah, dalam menyambut Idul Adha 1442 Hijriah, Persyarikatan Muhammadiyah, seperti halnya Tahun 2020, menganjurkan agar mengalihkan dana untuk kurban guna membantu warga tidak mampu yang terdampak COVID-19.
Penjual es tebu
Konteks spirit pengorbanan dari memaknai Idul Adha di tengah pandemi, yakni membantu sesama yang sedang mengalami kesulitan, pekan ini bisa dipotret dari viralnya video yang diunggah "Mat Peci", dan oleh Agus Susanto II @Cobeh09 dengan judul "Pedagang Es Tebu", yang memperlihatkan seorang perempuan penjual es tebu.
Singkat cerita, seorang perempuan penjual es tebu seharga Rp5.000 itu, yang berjualan sejak pagi hingga sore baru terjual empat gelas, sampai kemudian ada konsumen bersepeda motor yang membelinya segelas es tebu itu, dari semula Rp100 ribu hingga akhirnya memberikan uang Rp500 ribu.
Penjual itu akhirnya tidak kuasa menahan tangis atas rezeki yang diterimanya.
Di jagat media sosial Twitter, akhirnya banyak direspons dengan rasa empati dan simpati.
"Nangis gw, jujur....," cuit @DonAdam68.
.
Lalu, cuitan lainnya disampaikan @jiwa_serat yang meresponsnya, "Gus Baha, dulu almarhum bapaknya dawuh kalau ada orang jualan dibeli, meskipun kamu tidak membutuhkan, karena dengan dibeli dagangannya, pedagang itu seneng bukan main..barang yang kamu beli bisa dikasihkan ke orang yang memang membutuhkan..jadi berkah semua.."
Merujuk pada contoh kasus pedagang es tebu itu, memaknai Idul Adha di tengah pandemi yang sudah lebih dari setahun berlangsung, memang dibutuhkan kepekaan nurani, dan itu bisa diwujudkan dengan mengonversinya dalam bentuk membantu sesama, tidak hanya dalam bentuk hewan kurban.
Konversi pemaknaan semacam ini diharapkan juga dapat memberikan perspektif kekinian terhadap Idul Adha 1442 dalam situasi pandemi saat ini yakni kurban bisa dilakukan dengan cara lain, yakni mengubah donasi hewan kurban untuk membantu sesama.
Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI masa bakti 2020-2025 mengajak seluruh umat Islam memaknai perayaan Idul Adha sebagai momentum berbagi kebaikan ke sesama.
Keteladanan Nabi Ibrahim saat "mengorbankan" anaknya Ismail, menjelaskan kepada umat Islam tentang makna pengorbanan tersebut.
Karena itu, Idul Adha yang berada dalam situasi pandemi COVID-19 hendaknya dimaknai lebih dari sekadar ritual penyembelihan hewan kurban.
Namun, justru dapat memperbanyak amal ibadah dengan berbagi kebaikan dan membantu sesama melalui apa yang dimiliki, sehingga merupakan waktu yang tepat untuk melakukan pengorbanan terhadap sesama, karena pandemi COVID-19 telah berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat.
Dalam konteks itu, di mana pandemi COVID-19 telah berdampak pada ekonomi masyarakat, maka dua ormas keagamaan besar di Indonesia, yakni Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Pusat Muhammadiyah, seperti dilansir laman https://www.kemenag.go.id/ mengimbau masyarakat menyumbangkan atau menyedekahkan dana kurbannya untuk membantu warga terdampak COVID-19.
"Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak buruk di masyarakat, terutama timbulnya masalah sosial-ekonomi. Oleh karena itu, PBNU mengimbau warga nahdliyin yang memiliki kemampuan secara ekonomi agar mendonasikan dana yang akan dibelikan hewan, untuk membantu masyarakat yang terdampak COVID-19," demikian kutipan dari Surat Edaran (SE) PBNU 4162/C.I.34/07/2021, Sabtu (17/7/2021).
Meskipun begitu, dalam SE yang ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Sekjen PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf pada 9 Juli itu juga mempersilakan warga nahdliyin yang mampu, bila ingin tetap membeli hewan kurban serta membantu warga terdampak COVID-19, bisa melaksanakan keduanya, yakni berkurban dan membantu mereka yang terdampak COVID-19.
Kepekaan nurani
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menyatakan dana untuk pengadaan hewan kurban sebaiknya juga dialihkan dan bisa digunakan untuk membantu warga tidak mampu yang terdampak pandemi COVID-19.
Dalam kondisi sekarang ini, banyak anggota masyarakat terpapar COVID-19, dan terutama sangat berat dirasakan oleh mereka yang masuk golongan ekonomi lemah.
Misalnya, bagi mereka yang kini bekerja seperti berjualan. Kemudian ada keluarga mereka yang terkena positif COVID-19 dan tidak bisa jualan. Karena itu, golongan mereka ini sangat membutuhkan bantuan dan juga santunan, karena tidak ada pemasukan sama sekali.
Karenanya, memahami agama itu tidak hanya sekadar dilaksanakan secara harfiyah, sehingga dalam konteks Idul Adha tidak hanya berkurban, tapi agama juga dilaksanakan dengan pikiran rasional dan juga kepekaan nurani.
Sebagai metode dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam bidang keagamaan, ada penerapan dengan bersumber pada Kitab Suci Al Quran dan Sunnah Rasulullah Muhammad sallahu alaihi wassalam (SAW) dan melalui tiga pendekatan, yaitu burhani, bayani, serta irfani.
Pendekatan bayani adalah melihat masalah agama dari segi dalil-dalil syar'i-nya, kemudian pendekatan burhani melihat permasalahan dari sudut teori-teori ilmu pengetahuan, sedangkan yang irfani melihat masalah dari kepekaan nurani.
Melalui sumber dan pendekatan itulah, dalam menyambut Idul Adha 1442 Hijriah, Persyarikatan Muhammadiyah, seperti halnya Tahun 2020, menganjurkan agar mengalihkan dana untuk kurban guna membantu warga tidak mampu yang terdampak COVID-19.
Penjual es tebu
Konteks spirit pengorbanan dari memaknai Idul Adha di tengah pandemi, yakni membantu sesama yang sedang mengalami kesulitan, pekan ini bisa dipotret dari viralnya video yang diunggah "Mat Peci", dan oleh Agus Susanto II @Cobeh09 dengan judul "Pedagang Es Tebu", yang memperlihatkan seorang perempuan penjual es tebu.
Singkat cerita, seorang perempuan penjual es tebu seharga Rp5.000 itu, yang berjualan sejak pagi hingga sore baru terjual empat gelas, sampai kemudian ada konsumen bersepeda motor yang membelinya segelas es tebu itu, dari semula Rp100 ribu hingga akhirnya memberikan uang Rp500 ribu.
Penjual itu akhirnya tidak kuasa menahan tangis atas rezeki yang diterimanya.
Di jagat media sosial Twitter, akhirnya banyak direspons dengan rasa empati dan simpati.
"Nangis gw, jujur....," cuit @DonAdam68.
.
Lalu, cuitan lainnya disampaikan @jiwa_serat yang meresponsnya, "Gus Baha, dulu almarhum bapaknya dawuh kalau ada orang jualan dibeli, meskipun kamu tidak membutuhkan, karena dengan dibeli dagangannya, pedagang itu seneng bukan main..barang yang kamu beli bisa dikasihkan ke orang yang memang membutuhkan..jadi berkah semua.."
Merujuk pada contoh kasus pedagang es tebu itu, memaknai Idul Adha di tengah pandemi yang sudah lebih dari setahun berlangsung, memang dibutuhkan kepekaan nurani, dan itu bisa diwujudkan dengan mengonversinya dalam bentuk membantu sesama, tidak hanya dalam bentuk hewan kurban.
Konversi pemaknaan semacam ini diharapkan juga dapat memberikan perspektif kekinian terhadap Idul Adha 1442 dalam situasi pandemi saat ini yakni kurban bisa dilakukan dengan cara lain, yakni mengubah donasi hewan kurban untuk membantu sesama.