Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Penerbit Internasional (IPA) mengadakan pertemuan ke-33 di Jakarta pada 10-12 November 2022, untuk membahas berbagai persoalan termasuk topik utama terkait upaya memberantas pembajakan buku.
"Pembajakan memang residu bagi dunia perbukuan. Angkanya memang belum ada secara pasti," kata Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) DKI Jakarta Hikmat Kurnia di Balai Kota Jakarta, Selasa.
Ia mengestimasi jika dalam sehari ada buku yang laris terjual atau best seller mencapai seribu, pembajakan bisa terjual 10 ribu eksemplar.
Belum lagi dengan hadirnya digitalisasi, lanjut dia, ternyata memberi dampak terhadap penyebaran buku ilegal yang begitu cepat.
"Hari ini kami terbit, dalam dua hari kemudian sudah ada bajakannya," ucapnya.
Bahkan, ia mengamati penjualan melalui perdagangan di lapak dalam jaringan atau market place, buku bajakan tampak seperti buku asli.
Pihaknya sudah mendatangi beberapa lapak dalam jaringan itu untuk tidak menjual buku bajakan.
Selain itu, pihaknya membuat satuan tugas dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk memerangi pembajakan buku.
"Tapi selama kesadaran masyarakatnya tidak ada, ini pasti akan subur karena soal pembajakan juga masalah ekonomi, ada putaran uang di situ, para pembajak melihat itu sebagai peluang," ucapnya.
Tak hanya itu, lanjut dia, tantangan yang menjadi pekerjaan rumah soal pembajakan merupakan kasus delik aduan, yakni laporan baru bisa diproses ketika melampirkan kerugian.
"Ini juga PR kami, jadi di tataran praktis kami harus edukasi masyarakat, dari sisi Satgas bersama pemerintah kami bangun penegakan tapi juga harus ada upaya keras bahwa pembajakan harus dilawan karena tidak hanya dampak ekonomi tapi merusak ekosistem perbukuan," tutur Hikmat.
Senada dengan Hikmat, Ketua Jakarta Book City Laura Bangun Prinsloo mengatakan soal pembajakan buku harus ada edukasi kepada masyarakat terkait menghargai hak cipta.
Ia mengakui harga buku di Indonesia masih terbilang cukup mahal dengan mencermati kondisi ekonomi masyarakat kebanyakan di Tanah Air.
Namun, kata dia, beberapa negara misalnya di Malaysia yang memberikan kupon berhadiah buku kepada pelajar supaya harga buku lebih murah.
Sementara itu, Wakil Presiden IPA Karine Pansa mengharapkan kongres di Jakarta akan menemukan solusi mengatasi pembajakan yang menjadi prioritas para anggota IPA.
"Pembajakan merupakan masalah utama bagi penerbit seluruh dunia, itu menjadi bagian penting di IPA untuk meyakinkan dan bekerja sama dengan pemerintah agar ada sistem yang efektif dan efisien yang dapat mengatasi pembajakan baik secara fisik maupun digital," katanya.
IPA merupakan asosiasi yang didirikan pada 1896 di Paris dengan markas di Jenewa, Swiss dan anggotanya mencapai 86 organisasi penerbit dari 71 negara di dunia dengan melayani pasar diperkirakan mencapai 5,6 miliar.