Kesehatan anak dan pentingnya kesadaran akan bedah saraf anak

id kesehatan anak,dokter bedah saraf anak,Mirna,simposium,dokter saraf anak

Kesehatan anak dan pentingnya kesadaran akan bedah saraf anak

Penyelenggaraan simposium International Society for Pediatric Neurosurgery (ISPN) di Jakarta, 17 Juni hingga 18 Juni 2023. (ANTARA/HO- Dokumentasi Pribadi)

Jakarta (ANTARA) - Para orang tua yang memiliki anak sering mengompol pada usia belasan tahun, mungkin harus menaruh perhatian lebih pada anaknya. Bisa jadi, anak tersebut mengalami kelainan saraf pada tulang belakang yang menghambat tumbuh kembang anak tersebut.

Komite Neuropediatrik Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Anak Indonesia (PERSPEBSI) mengingatkan bisa jadi anak yang masih mengompol di usia belasan tahun tersebut memiliki gangguan saraf.

“Misalnya ada anak umur 13 tahun masih ngompol terus, lalu sampai dibawa ke dokter urologi anak. Saat dibawa ke dokter ginjal anak, dokter ginjal yang sudah sering kontak dengan dokter bedah syaraf anak, maka akan konsul dengan dokter bedah saraf anak,” Ketua Komite Neuropediatrik Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Anak Indonesia (PERSPEBSI) dr Mirna Sobana SpBS(K) MKes.

Kemudian dokter bedah saraf anak akan memeriksa apakah ada kelainan pada fungsi syaraf pada kandung kemih si anak. Jika memang ada kelainan, maka dilakukan tindakan magnetic resonance imaging (MRI) untuk mengetahui secara pasti mengenai kelainan syaraf tersebut.

Dari hasil MRI itu akan diketahui adanya kelainan sejak lahir, yakni spina bifida. Ada yang namanya saraf tulang belakang nyangkut di bagian organ bawah.

Kelainan tersebut membuat saraf pada tulang belakang anak tidak ikut tumbuh, saat si anak bertambah tinggi. Karenanya kondisi tersebut dapat menyebabkan gangguan sensorik dan motorik jika dibiarkan tanpa penanganan dalam waktu yang lama.

Selain itu, ada yang kaki si anak kebas atau yang tadinya bisa main bola, kemudian menjadi tidak bisa main bola lagi.

Penanganan kesehatan pada anak perlu dilakukan dengan kehati-hatian dan perlu melibatkan dokter bedah saraf anak. Misalnya jika anak diketahui mengalami benjolan di bagian bokong karena mengalami spina bifida, maka dokter yang sudah mengenal bedah saraf akan menduga adanya mielomeningokel.

Namun ada juga beberapa dokter yang menduga adanya lipoma atau benjolan saja dan langsung dilakukan tindakan operasi. Padahal tindakan langsung itu mengandung saraf selaput selubung otak. Namun dokter yang sudah tahu pasti akan berhati-hati dalam menangani karena konsekuensinya bisa mengakibatkan kelumpuhan jika salah dalam penanganan.

Anak pasti memiliki kondisi yang berbeda dengan orang dewasa. Untuk itu penanganannya pun harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Hal itu dikarenakan anak terus bertumbuh, berbeda dengan orang dewasa yang sudah terhenti pertumbuhannya.

Penanganan kesehatan anak perlu mendapatkan perhatian serius karena populasi anak yang besar. Di Jawa Barat saja, dari 43 juta jiwa penduduknya, sebanyak 15 juta di antaranya adalah anak-anak.

Kondisi kesehatan anak perlu mendapatkan perhatian utama, karena bagaimana pun, suatu saat nanti anak-anak itu yang akan menggantikan peran orang tua dalam menjalani kehidupan.

Penanganan kesehatan anak yang tepat sejak awal juga menguntungkan karena dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah, dalam hal ini BPJS Kesehatan.

Jika penangananya cepat dan tepat, maka biaya yang harus dikeluarkan juga lebih sedikit. Beda halnya jika penanganannya kurang tepat, maka biaya yang dikeluarkan pun akan semakin besar.

Memang banyak sekali yang perlu diperhatikan terkait penanganan kesehatan anak. Contohnya terkait spina bifida. Jika COVID-19 ada vaksinnya, maka spina bifida juga dapat dicegah sejak mulai dari kandungan, yakni dengan diberikan asam folat pada ibu hamil.

Apalagi kasus spina bifida di Tanah Air cukup banyak serta memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam penanganan. Saat ini, asosiasi dokter bedah saraf anak mengupayakan agar asam folat tersebut dapat difortifikasi ke dalam tepung, sehingga lebih mudah untuk dikonsumsi oleh ibu hamil.

 

Edukasi

Rendahnya kesadaran akan pentingnya saraf anak tersebut, juga berkaitan dengan jumlah dokter bedah saraf anak yang masih belum banyak di Indonesia.

Saat ini, jumlah dokter yang menjadi spesialis bedah saraf anak baru sekitar 450 orang. Untuk itu perlu adanya edukasi tentang penanganan penyakit yang berhubungan dengan sistem saraf anak.

Course Coordinator International Society for Pediatric Neurosurgery (ISPN), dr Astri Avianti SpBS, mengatakan Indonesia terpilih sebagai tuan rumah simposium ISPN 2023. Simposium tersebut diselenggarakan di Kampus Universitas YARSI, Jakarta, pada 17 Juni hingga 18 Juni 2023.

Simposium tersebut mendatangkan pembicara dari berbagai negara, yakni Brasil, Amerika Serikat, Singapura, India, Israel, Italia, Australia, dan Filipina. Penyelenggaraan ISPN tersebut bertujuan untuk memajukan pengobatan penyakit sistem saraf terhadap anak-anak, serta mendorong transmisi etis dan pertukaran informasi terkait ilmu saraf anak.

Ilmu bedah saraf anak tergolong dinamis dan terus berkembang setiap tahunnya. Untuk itu perlu dilakukan simposium sebagai ajang pertukaran informasi dari para ahli di bidang itu.

Dalam simposium itu, para pembicara memberikan informasi terbaru terkait teknik penanganan bedah saraf di dunia yang bisa diadopsi di semua negara. Selain simposium, juga dilakukan lokakarya terkait bedah saraf anak.

Simposium itu diikuti 100 peserta yang terdiri dari dokter bedah saraf, dokter umum, mahasiswa kedokteran, dokter spesialis, dan empat perawat.

Lewat ajang itu, para dokter bedah saraf di Indonesia dapat mengikuti kegiatan lokakarya tanpa harus pergi ke luar negeri dengan instruktur yang berkelas dunia.

Melalui simposium tersebut terdapat kolaborasi yang kuat antara dokter umum, dokter anak , dokter rehabilitasi medik, dan lainnya dalam penanganan kesehatan anak.