Petaka distorsi waktu di film "Indiana Jones and the Dial of Destiny"

id Indiana Jones and the Dial of Destiny,indiana jones, harrison ford,film aksi

Petaka distorsi waktu di film "Indiana Jones and the Dial of Destiny"

Cuplikan adegan dalam film "Indiana Jones and the Dial of Destiny." (ANTARA/HO/Lucas Film)

Jakarta (ANTARA) - Setelah 15 tahun penantian, film waralaba dari seri Indiana Jones “Indiana Jones and the Dial of Destiny” akhirnya tayang serentak di bioskop Indonesia pada Selasa, 28 Juni 2023 dan kembali dibintangi oleh aktor legendaris yang menjadi ikon "Indiana Jones" Harrison Ford.

Dalam seri kelimanya tersebut, Indiana Jones akan dihadapkan pada petualangan terbaru dirinya untuk mencari sebuah harta karun berupa jam ajaib bernama Antikythera. Jam tersebut merupakan peninggalan dari ilmuwan ternama Archimedes.

Mengambil latar tahun 1969 di New York, saat itu Amerika Serikat dan Uni Soviet sedang gencar melakukan perang dingin dengan berlomba-lomba siapa yang akan pertama mendarat di bulan. Atas hal tersebut, pemerintah Amerika Serikat merekrut tim yang terdiri dari mantan Nazi untuk melancarkan sebuah misi luar angkasa dengan ilmuwan bernama Jurgen Voller (Mads Mikkelsen).

Petaka distorsi waktu dari jam ajaib Archimedes

Dr. Henry "Indiana" Jones, Jr. (Harrison Ford) diceritakan sudah meninggalkan kehidupan penuh aksinya di masa muda dan disibukkan dengan kegiatan mengajarnya sebagai profesor di salah satu universitas. Singkat cerita, Jones yang baru saja pensiun mengajar tersebut kembali dipertemukan dengan Helena Shaw (Phoebe Mary Waller-Bridge), anak baptis sekaligus anak dari rekannya Basil Shaw.

Pertemuan tersebut menghantarkan kembali Jones akan petualangan baru dalam misi mencari harta berupa jam ajaib dari Archimedes, Antikythera. Konon, jam tersebut dapat mendistorsi waktu dan mengubah sejarah dunia. Bersama Helena dan rekan-rekannya, Jones kembali dihadapkan dengan aksi menegangkan dalam pencariannya tersebut.



Di sisi lain, tidak hanya Jones dan rekannya saja yang menginginkan jam ajaib tersebut, tetapi juga seorang mantan Nazi yang menjadi tim ilmuwan misi ruang angkasa Amerika Serikat, yakni Jurgen Voller. Voller ingin kembali ke masa lalu saat Perang Dunia berlangsung untuk membunuh pimpinan Nazi dan memenangkan Perang Dunia.

Jones pun berpacu dengan waktu agar dapat merebut kembali potongan Antikythera yang hilang agar Voller gagal merebutnya. Akankah misinya tersebut berhasil?

Teknologi visual dalam film

Selama kurang lebih 25 menit di bagian awal cerita, penonton akan disuguhkan dengan cerita saat Jones bersama Shaw kembali ke masa muda. Saat itu, tepatnya pada tahun 1944, Jones sedang berjuang melawan pasukan Nazi untuk merebut kembali barang peninggalan bersejarah yang dicuri oleh mereka.

Visual Jones dalam adegan pembuka film tersebut merupakan hasil dari teknologi de-aging agar usianya sesuai dengan gambaran ketika dirinya tampil di film "Raiders of the Lost Ark" tahun 1982 silam. Beberapa teknik digunakan untuk menerapkan visual efek terbaru dan mengembalikan usia Ford kembali ke masa muda, termasuk perangkat lunak ILM baru yang menelusuri materi arsip dari Ford yang lebih muda sebelum mencocokannya dengan rekaman yang baru diambil.

Teknologi tersebut membuat penonton terpukau dan seperti kembali ke masa lalu saat Ford memerankan Indiana Jones di usia muda. Hebatnya, Ford dapat menyesuaikan gerakan saat adegan aksi secara intens berlangsung dan kegagahannya dalam melakonkan karakter Jones layak diacungi jempol.

Hadirkan nilai keluarga dalam filmnya

Tidak seperti sekuel film sebelumnya di “Indiana Jones and the Kingdom of the Crystal Skull” yang menampilkan sang anak, Mutt Williams (Shia LaBeouf), di film kelimanya tersebut sang anak diceritakan telah meninggal karena memilih untuk masuk militer. Pasangan Jones, Marion Ravenwood (Karen Allen) memilih untuk meninggalkan Jones karena duka berkepanjangan pasca ditinggal sang anak.

Jones seakan kehilangan semangat hidupnya karena satu per satu orang yang dicintainya pergi meninggalkannya. Meski demikian, pertemuannya dengan Helena membuat Jones dapat merasakan sedikit arti hadirnya keluarga dan tanpa diduga kerja sama di antara keduanya menumbuhkan sisi “ayah” kembali ke dalam diri Jones.

Dari Jones, dapat diambil pelajaran bahwa kesedihan tidak akan hilang, tetapi akan tumbuh bersamaan dengan waktu. Oleh sebab itu, tidak apa-apa untuk merasakan kesedihan selama itu membuat seseorang dapat terus bertumbuh dan semakin kuat.