KPAI apresiasi pemberian santunan korban gagal ginjal akut progresif atipikal

id Kpai,Jasra putra,gagal ginjal akut progresif atipikal,Kasus gagal ginjal akut

KPAI apresiasi pemberian santunan korban gagal ginjal akut progresif atipikal

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra. (ANTARA/ HO-KPAI)

Jakarta (ANTARA) - Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang menyetujui pemberian santunan kepada para korban gagal ginjal akut progresif atipikal.

"KPAI sangat apresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang langsung mendorong implementasi kebijakan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang baru saja disahkan," kata Wakil Ketua KPAI Jasra Putra dalam keterangan, di Jakarta, Sabtu.

Jasra Putra mengatakan bahwa dalam Pasal 405 ayat 1 UU tersebut dinyatakan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan atau pihak swasta terkait bertanggung jawab terhadap pendanaan yang timbul dalam hal terdapat kejadian ikutan pascapemberian obat pencegahan massal dan imunisasi dalam penanggulangan penyakit, termasuk penanggulangan KLB dan wabah.

Kemudian ayat 2 menyatakan pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit digunakan untuk audit kausalitas, pelayanan kesehatan, termasuk rehabilitasi medis, dan santunan terhadap korban.

Jasra Putra mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "santunan terhadap korban" yang dilakukan Presiden adalah kompensasi berupa santunan kematian yang diberikan kepada seseorang yang mengalami kejadian ikutan pascapemberian obat pencegahan massal dan imunisasi berdasarkan hasil audit kausalitas.

"Hanya besarannya seperti apa, tentu Kemenko PMK, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial sedang mempersiapkannya," kata dia.

KPAI mencatat ada 326 anak yang menjadi korban gagal ginjal akut progresif atipikal.

"Sebanyak 326 anak yang awalnya hanya ingin sembuh dari batuk, pilek, dan demam justru menjadi malapetaka setelah industri obat memasukkan bahan yang dilarang BPOM," kata Jasra Putra.

Dari jumlah tersebut, menurut dia, terdapat anak yang masih hidup, yang kondisinya ada yang masih dirawat, menerima dampak komplikasi, harus cuci darah, hingga ada yang meninggal dunia.

Para keluarga korban, kata dia, juga terus menyuarakan nasibnya sampai hari ini.

"Mereka mengajukan class action, hanya kabarnya yang tergugat tidak dapat hadir di persidangan," kata Jasra Putra.

Sejak kasus ini terungkap, KPAI dengan tegas meminta 326 hak anak dan hak keluarganya dipulihkan.

"Kasus ini merupakan kejadian ikutan pascaminum obat, dan sudah ada penjelasan dari BPOM," katanya.

KPAI berharap langkah yang dilakukan Presiden Joko Widodo, dapat diikuti dengan segera menuntaskan kasus ini, terutama penuntasan proses hukum yang sudah satu tahun, sejak Agustus 2022 hingga September 2023.