SAP: Sudah ada kesepakatan dengan otoritas soal suap pejabat Indonesia

id KPK,SAP,Suap

SAP: Sudah ada kesepakatan dengan otoritas soal suap pejabat Indonesia

Konferensi Pers Kementerian Sosial mengenai dugaan suap oleh pembuat perangkat lunak manajemen dan bisnis asal Jerman, SAP, di Jakarta, Selasa (16/1/2024). (Antara/Devi Nindy) (Antara/Devi Nindy)

Jakarta (ANTARA) - Perusahaan perangkat lunak asal Jerman SAP menyatakan telah mencapai kesepakatan dengan otoritas penegak hukum terkait penyelesaian perkara dugaan suap terhadap pejabat di Indonesia dan Afrika Selatan.

"Kami menyambut baik kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai oleh SAP dengan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS), Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) dan Otoritas Penuntut Nasional (NPA) Afrika Selatan terkait isu-isu seputar compliance (kepatuhan) yang sudah lama terjadi, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia yang sesuai dengan U.S. Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) karena jangkauannya di luar negeri," demikian bunyi pernyataan SAP yang dilansir dari situs sap.com, Rabu.

Dalam keterangannya, SAP menyatakan sepenuhnya bekerja sama dengan pihak berwenang, dan penyelesaian terhadap isu-isu ini menutup semua masalah compliance yang diselidiki di Amerika Serikat dan Afrika Selatan.

Lebih lanjut SAP juga mengatakan pegawai yang terlibat dalam perkara tersebut sudah tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut.

"Perusahaan telah berpisah dari semua pihak yang bertanggung jawab atas isu ini lebih dari lima tahun yang lalu. Perilaku masa lalu dari mantan pegawai dan mantan mitra tertentu tidak mencerminkan nilai-nilai SAP atau komitmen kami terhadap perilaku etis," tulis keterangan tersebut.

SAP juga menyatakan telah melakukan peningkatan yang signifikan terhadap program kepatuhan dan kontrol internal selama beberapa tahun terakhir.

SAP menegaskan tidak mentolerir pelanggaran kepatuhan dan tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan pelanggan dan mitra untuk fokus terhadap inovasi, keahlian, dan sumber daya kami dalam membantu transformasi bisnis dan mendorong inovasi dan kemakmuran di Indonesia dan seluruh wilayah di mana SAP beroperasi.

Sebelumnya, Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango memerintahkan jajaran lembaga antirasuah untuk mengumpulkan informasi terkait dugaan perusahaan perangkat lunak asal Jerman SAP menyuap sejumlah pejabat di Indonesia.

"(Soal) SAP, sudah saya tanyakan langsung kepada direktur penyelidikan dan juga direktur PLPM (Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat) untuk segera melakukan semacam pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) terhadap itu," kata Nawawi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (16/1).

Nawawi pun meminta publik bersabar hingga pihaknya mendapat informasi lengkap soal kabar dugaan suap tersebut.

"Jadi, sementara jalan, kami tunggu hasil pulbaketnya seperti apa dan mungkin ke depannya mereka akan mengajukan semacam surat perintah penyelidikan; yang penting dari pulbaket itu, mereka memang menemukan segala hal yang menyangkut SAP ini," ujar Nawawi.

Untuk diketahui, Departemen Kehakiman Amerika Serikat, Rabu (10/1), merilis informasi telah menjatuhkan denda senilai 220 juta dolar AS kepada perusahaan perangkat lunak asal Jerman, SAP SE, atas pelanggaran Undang-Undang Praktik Korupsi di Luar Negeri (Foreign Corrupt Practices Act).

Denda tersebut dijatuhkan kepada SAP SE terkait perkara suap kepada pejabat pemerintah di Afrika Selatan dan Indonesia.

"SAP memberikan suap kepada pejabat di badan usaha milik negara di Afrika Selatan dan Indonesia untuk mendapatkan bisnis pemerintah," kata Plt. Asisten Jaksa Agung Divisi Kriminal Departemen Kehakiman AS, Nicole M. Argentieri, dalam keterangan di situs resmi Departemen Kehakiman AS.

Berdasarkan dokumen pengadilan, SAP melalui beberapa pihak terbukti telah menyuap dengan memberikan barang-barang bernilai ekonomis, uang tunai, sumbangan politik, uang via transfer, serta barang-barang mewah kepada pejabat di Afrika Selatan dan Indonesia.

Pada periode tahun 2015-2018, SAP melalui perwakilannya terlibat dalam upaya suap terhadap pejabat Indonesia guna mendapatkan keuntungan dan memenangkan berbagai kontrak di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) yang kini bernama Bakti Kominfo.