Palu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyebut prevalensi stunting di daerah itu masih berada di atas rata-rata angka nasional, walaupun menunjukkan kondisi penurunan.
“Berdasarkan data terbaru, prevalensi stunting di Sulteng turun dari 28,2 persen tahun 2022 menjadi 26,1 persen di tahun 2024. Sementara rata-rata nasional telah mencapai 19,8 persen,” kata Wakil Gubernur Sulteng Reny Lamadjido di Palu, Selasa.
Hal tersebut disampaikan Wagub dalam Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) Tahun 2025, yang digelar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tengah.
Menurut dia, penanganan stunting tidak bisa dilakukan secara sektoral. Hal itu membutuhkan kerja sama semua pihak, pemerintah, DPRD, akademisi, dunia usaha, media, organisasi masyarakat, hingga keluarga sebagai garda terdepan.
Lanjut dia, data Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2024 (PK24) terdapat 789.377 keluarga di Sulteng, dengan 431.185 pasangan usia subur. Adapun kasus pernikahan usia dini masih tercatat sebesar 0,73 persen.
“Angka ini mengkhawatirkan, karena berkaitan langsung dengan kesehatan reproduksi serta risiko stunting,” ungkapnya.
Selain itu, capaian pembangunan kependudukan Sulteng menunjukkan progres positif. Total Fertility Rate (TFR) tahun 2024 tercatat 2,26 anak per perempuan. Sementara itu, penggunaan kontrasepsi modern meningkat menjadi 58,9 persen, dengan 34,5 persen di antaranya menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).
Menurut Wagub, tantangan masih membayangi dimana sekitar 13,8 persen pasangan usia subur, masih belum terpenuhi kebutuhan layanan KB-nya. Ia pun menekankan pentingnya perluasan akses serta peningkatan kualitas layanan, khususnya melalui posyandu dan penyuluhan langsung kepada masyarakat.
