Kunjungan mama-mama Papua bantu promosikan wisata Poso.
Poso (Antaranews Sulteng) - Kunjungan mama-mama Papua dari Kabupaten Waropen, Propinsi Papua sebanyak 27 orang untuk belajar di sekolah perempuan Poso, membawa dampak positif dalam mempromosikan wisata di Kabupaten Poso.
Dalam kunjungan hari pertama mereka pada 30 April, para peserta studi banding ini diajak oleh Lian Gogali, Direktur Yayasan Institut Mosintuwu Poso, untuk mengunjungi objek wisata air terjun Saluopa dan Pantai Siuri, Tentena.
Kunjungan ini untuk mempromosikan pariwisata Kabupaten Poso yang ada di pinggiran danau. Mereka didampingi Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Waropen, Kepala Badan Pemberdayaan Anak dan Perempuan, dan istri Wakil Bupati Waropen Sance Wanggai dan sejumlah kepala bidang di Bapelitbangda dan Dinas Kesehatan Waropen.
"Kami sangat kagum melihat objek wisata Saluopa, selain keindahan panorama air terjun 12 tingkat ini, juga kepedulian masyarakat di sekitar objek wisata cukup tinggi untuk memelihara hutan sehingga air terjun Saluopa masih bisa mengalir," ujar sejumlah rombongan Mama Papua, Kamis (3/5).
Kegiatan mama Papua itu antara lain mengikuti sekolah perempuan di Desa Salukaia dan Tentena, dilanjutkan di Desa Tokorondo dan Desa Kilo Kecamatan Poso Pesisir Utara, sejak Rabu sampai Jumat (4/5). Di Desa Tokorondo mama Papua bertemu dengan perempuan desa untuk belajar bersama tentang bentuk dan manajemen bank sampah dan proses sekolah perempuan Mosintuwu yang berhasil mengajak perempuan lainnya di desa untuk aktif dalam pembangunan desa.
"Kami sangat senang menerima kunjungan ibu-ibu dari Waropen. Ini bisa memacu semangat perempuan di Desa Salukaia ini karena kami sudah bisa dijadikan contoh untuk pemberdayaan perempuan dan bagaimana kami memanfaatkan kekayaan alam," kata Martha, seorang ibu di Desa Tokorondo, Jumat (4/5)
Baca juga: Mama-mama Papua belajar di Sekolah Perempuan Poso
Di bawah pohon yang rindang, mama-mama Waropen mendapatkan penjelasan bagaimana awal mula perempuan Desa Tokorondo membangun komunitas sekolah perempuan. Seperti diceritakan koordinator bank sampah, Hadra, tantangan paling berat datang dari dalam keluarga, yakni suaminya yang tidak mengijinkan dia mengikuti sekolah perempuan.
"Tapi saya tetap ikut dan meyakinkan bahwa ikut sekolah ini banyak gunanya. Meskipun lama, tapi pelan-pelan suami saya bisa mengerti. Dulu dia takut kalau saya bisa jadi lebih pintar daripada dia," ujar Hadra sambil tertawa.
Sementara di Desa Kilo, yang mereka dengarkan hampir sama, yakni tantangan perempuan menghadapi tekanan keluarga ketika memulai proses sekolah perempuan. Selain kultur, ada pula tekanan psikologis karena di desa ini menjadi lokasi operasi keamanan.
Nengah, salah seorang peserta sekolah perempuan, bahkan pernah disandera kelompok yang disebut berafiliasi ke kelompok Santoso, pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang sudah tewas tertembak aparat keamanan.
Di Desa Kilo ini juga, mama-mama Papua banyak bertanya tentang bagaimana kepemimpinan perempuan di dalam desa dari ibu Margaretha, salah satu peserta sekolah perempuan yang menjadi kepala dusun pertama di Desa Kilo.
Selain itu, mama-mama Papua bertemu anggota sekolah perempuan dari Patiwunga yang berhasil mengadvokasi hak-hak layanan masyarakat setelah mengikuti kelas sekolah perempuan. Mama papua juga belajar bersama bagaimana perempuan Poso di Desa Kilo berhasil mengurai hubungan antara komunitas muslim, kristen dan hindu dalam kegiatan bersama di desa melalui usaha desa produk minyak kelapa murni.
Rombongan mama-mama Papua sebanyak 23 orang tiba di Kabupaten Poso 30 April 2018 untuk mengikuti sekolah perempuan di Intitut Mosintuwu Poso atas saran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
"Ini merupakan kali kedua bagi kami menjadi fasilitataor bagi mama-mama Waropen, sebelumnya pada 17 sampai 20 Desember 2017, juga telah memfasilitasi workshop penyusunan kurikulum sekolah perempuan Waropen di Kabupaten Waropen," ujar Lian Gogali.
Dalam kunjungan hari pertama mereka pada 30 April, para peserta studi banding ini diajak oleh Lian Gogali, Direktur Yayasan Institut Mosintuwu Poso, untuk mengunjungi objek wisata air terjun Saluopa dan Pantai Siuri, Tentena.
Kunjungan ini untuk mempromosikan pariwisata Kabupaten Poso yang ada di pinggiran danau. Mereka didampingi Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Waropen, Kepala Badan Pemberdayaan Anak dan Perempuan, dan istri Wakil Bupati Waropen Sance Wanggai dan sejumlah kepala bidang di Bapelitbangda dan Dinas Kesehatan Waropen.
"Kami sangat kagum melihat objek wisata Saluopa, selain keindahan panorama air terjun 12 tingkat ini, juga kepedulian masyarakat di sekitar objek wisata cukup tinggi untuk memelihara hutan sehingga air terjun Saluopa masih bisa mengalir," ujar sejumlah rombongan Mama Papua, Kamis (3/5).
Kegiatan mama Papua itu antara lain mengikuti sekolah perempuan di Desa Salukaia dan Tentena, dilanjutkan di Desa Tokorondo dan Desa Kilo Kecamatan Poso Pesisir Utara, sejak Rabu sampai Jumat (4/5). Di Desa Tokorondo mama Papua bertemu dengan perempuan desa untuk belajar bersama tentang bentuk dan manajemen bank sampah dan proses sekolah perempuan Mosintuwu yang berhasil mengajak perempuan lainnya di desa untuk aktif dalam pembangunan desa.
"Kami sangat senang menerima kunjungan ibu-ibu dari Waropen. Ini bisa memacu semangat perempuan di Desa Salukaia ini karena kami sudah bisa dijadikan contoh untuk pemberdayaan perempuan dan bagaimana kami memanfaatkan kekayaan alam," kata Martha, seorang ibu di Desa Tokorondo, Jumat (4/5)
Baca juga: Mama-mama Papua belajar di Sekolah Perempuan Poso
Di bawah pohon yang rindang, mama-mama Waropen mendapatkan penjelasan bagaimana awal mula perempuan Desa Tokorondo membangun komunitas sekolah perempuan. Seperti diceritakan koordinator bank sampah, Hadra, tantangan paling berat datang dari dalam keluarga, yakni suaminya yang tidak mengijinkan dia mengikuti sekolah perempuan.
"Tapi saya tetap ikut dan meyakinkan bahwa ikut sekolah ini banyak gunanya. Meskipun lama, tapi pelan-pelan suami saya bisa mengerti. Dulu dia takut kalau saya bisa jadi lebih pintar daripada dia," ujar Hadra sambil tertawa.
Sementara di Desa Kilo, yang mereka dengarkan hampir sama, yakni tantangan perempuan menghadapi tekanan keluarga ketika memulai proses sekolah perempuan. Selain kultur, ada pula tekanan psikologis karena di desa ini menjadi lokasi operasi keamanan.
Nengah, salah seorang peserta sekolah perempuan, bahkan pernah disandera kelompok yang disebut berafiliasi ke kelompok Santoso, pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang sudah tewas tertembak aparat keamanan.
Di Desa Kilo ini juga, mama-mama Papua banyak bertanya tentang bagaimana kepemimpinan perempuan di dalam desa dari ibu Margaretha, salah satu peserta sekolah perempuan yang menjadi kepala dusun pertama di Desa Kilo.
Selain itu, mama-mama Papua bertemu anggota sekolah perempuan dari Patiwunga yang berhasil mengadvokasi hak-hak layanan masyarakat setelah mengikuti kelas sekolah perempuan. Mama papua juga belajar bersama bagaimana perempuan Poso di Desa Kilo berhasil mengurai hubungan antara komunitas muslim, kristen dan hindu dalam kegiatan bersama di desa melalui usaha desa produk minyak kelapa murni.
Rombongan mama-mama Papua sebanyak 23 orang tiba di Kabupaten Poso 30 April 2018 untuk mengikuti sekolah perempuan di Intitut Mosintuwu Poso atas saran Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
"Ini merupakan kali kedua bagi kami menjadi fasilitataor bagi mama-mama Waropen, sebelumnya pada 17 sampai 20 Desember 2017, juga telah memfasilitasi workshop penyusunan kurikulum sekolah perempuan Waropen di Kabupaten Waropen," ujar Lian Gogali.