KPKP-ST kerjasama UNFPA latih pendamping penanganan kekerasan berbasis gender Sigi-Donggala

id kpkp-st

KPKP-ST kerjasama UNFPA latih pendamping penanganan kekerasan berbasis gender Sigi-Donggala

Ketua Yayasan KPKP-ST Soraya Sultan, Bupati Sigi M Irwan Lapatta, Wakil Bupati Donggala M Yasin menghadiri workshop dan training pendamping penanganan kekerasan  berbasis gender. Kegiatan itu terlaksana atas kerjasama KPKP-ST dengan UNFPA, DP3A Kabupaten Donggala dan Sigi. (Lia Halimun)

Palu (ANTARA) - Kelompok  Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKP-ST)  kerjasama United Nations Population Fund (UNFPA) melatih 60 relawan menjadi pendamping penanganan kekerasan berbasis gender di dua kabupaten terdampak bencana gempa, tsunami dan likuefaksi Kabupaten Sigi dan Donggala.

“Harapan kita dengan pelatihan bertahap ini paling tidak menjadi salasatu upaya dari meminimalisir terjadinya tindak kekerasan berbasis gender dan sebagai upaya memaksimalkan pendampingan dan penanganan terhadap penyintas kasus kekersan khususnya bagi perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya di daerah ini,” ucap Soraya Sultan,  Ketua Yayasan KPKP-ST.

Soraya Sultan mengemukakan, berbagai bentuk kekerasan berbasis gender seringkali terjadi tanpa mengenal strata social seseorang baik bagi penyintas ataupun siapa pelakunya, bahkan dalam situasi pasca bencana  sekalipun. 

Karena itu, sebut dia, KPKP-ST berinisiatif untuk melatih 60 relawan dari tenda ramah perempuan yang ada di Kabupaten Donggala dan Sigi untuk menjadi pendamping penanganan korban kekerasan berbasis gender.

“Kami  mengawali kegiatannya dengan workshop yang di ikuti 120 peserta korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Donggala dan Sigi. Selain itu juga dari puskesmas di dua kabupaten tersebut yang telah terbentuk tenda ramah perempuan, Kemenag, DP3A, P2TP2A, bidan kesehatan reproduksi,” ujar Soraya Sultan.

Kegiatan workshop dan training penanganan kekerasan  berbasis gender , kata dia, merupakan tindak lanjut dari dua tahap kegiatan workshop dan training of trainers ditingkat Provinsi Sulawesi Tengah sebelumnya pada bulan Februari 2019, yang dilatih oleh fasiltator dari Yayasan Pulih Jakarta. Kemudian para alumni fasilitator yang sudah dilatih menjadi fasilitator pada pelatihan ditingkat kabupaten/kota. 

Ia menyebut, kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pendampingan terhadap penyintas/korban berbagai bentuk kekerasan berbasis gender khususnya yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
Ketua Yayasan KPKP-ST UNFPA, DP3A Kabupaten Donggala dan Sigi melatih 60 relawan tenda ramah perempuan dari Donggala dan Sigi untuk menjadi pendamping penanganan kekerasan  berbasis gender. (Lia Halimun)


Menurut dia, hal ini penting dilaksanakan khususnya bagi tiga wilayah di Sulawesi Tengah yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala yang terdampak paling parah akibat bencana alam gempa, tsunami dan likuefaksi, yang hingga saat ini sebagian masyarakatnya menempati huntara, atau  di camp-camp pengungsian. 

“Kepesertaan dalam pelatihan ini masing-masing kabupaten berjumlah 30 orang yakni relawan tenda ramah perempuan asal Desa Bulubete, Lolu, Pombewe, Sibalaya Sigi, Desa Loli Pesua, Wombo Bersaudara, Gunung Bale, Sipi Donggala, bidan kespro asal puskesmas Sigi dan Donggala dimana terdapat tenda ramah perempuan dan peserta dari DP3A juga P2TP2A Kabupaten Sigi dan Donggala,” ujar dia. 

“Pelatihan ini sangat kami butuhkan dalam melakukan pendampingan korban tindak kekerasan di lingkungan dampingan karena dengan begitu saya yang berlatar belakang seorang bidan menjadi tahu lebih banyak bahwa ada berbagai bentuk kekerasan berbasis gender dan ada banyak pula jenis ketidak adilan gender,” sebut Relawan Tenda Ramah Perempuan (TRP)  Posko Enam Desa Lolu Kecamatan Biromaru Sigi, Trias.

Sementara itu fasilitator sekaligus koordinator relawan TRP Loli Pesua Kabupaten Donggala, Yuni menyampaikan pelatihan pendamping penanganan kekerasan berbasis gender penting dilakukan. Sebab, korban bencana perlu mengetahui mekanisme penanganan masalah bila ada kekerasan terhadap perempuan dan anak di lokasi pengungsian.