Petani di Sigi butuh air untuk garap lahan pertanian

id PEMAB SIGI,PASIGALA,SIGI,PERTANIAN SIGI,PETANI,AIR

Petani di Sigi butuh air untuk garap lahan pertanian

Kepala Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Siti Darwisa. ANTARA/Muhammad Hajiji

Masalah utama petani ialah air
Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mengalami kesulitan mendapat air menggarap lahan pertanian untuk ditanami.

"Masalah utama petani ialah air. Petani mengeluh tentang itu," ucap Kepala Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Siti Darwisa di Sigi, Kamis.

Di Kecamatan Dolo terdapat 11 desa yang semunya memiliki lahan potensial untuk pertanian. Namun tiga desa dari 11 desa itu masing-masing Desa Solouwe, Potoya dan Karawana, merupakan desa paling sulit untuk mendapatkan air pascagempa disertai likuefaksi menghantam Sigi.

"Umumnya petani di Sigi bergantung dari air di irigasi, itu waktu sebelum bencana 28 September 2018. Namun, ketika bencana itu, irigasi/tanggul rusak. Nah, akibatnya petani sulit dapat air itu dialami oleh semua petani utamanya yang bergantung pada air irigasi," ucap dia.

Karena susah mendapat air, maka banyak lahan pertanian tidak di garap oleh petani. Bahkan sebagiannya beralih fungsi.

Luas lahan pertanian di Kecamatan Dolo mencapai 1.100 hektare, area yang ditanami padi dan tanaman hortikultura. Dengan jumlah 1.000 - 1.500 orang.

Pascabencana, sebagian petani beralih profesi menjadi buruh dan tukang bangunan, sebagian lagir pergi mencari kerja di Kota Palu. Yang lainnya, tetap berkerja sebagai petani, namun bukan menggarap lahan pertanian mereka, melainkan menggarap lahan pertanian orang di desa lain.

Desa Karawana terdapat luas lahan pertanian 265 hektare yang dapat di tanam atau dimanfaatkan hanya tiga hektare untuk tanaman hortikultura, jagung pakan 13 hektare. Selebihnya tidak bisa dimanfaatkan oleh petani karena kekeringan.

Di sisi lain tidak semua petani mampu membeli alkon, pipa, slang air, serta tidak semua petani mampu membuat sumur dangkal dan sumur suntik, dikarenakan biaya yang terbatas.

Hal itu menjadi salah satu faktor yang membuat lahan pertanian potensial di sebagian desa di Kecamatan Dolo tidak dapat termanfaatkan pascabencana.

"Petani tidak punya modal untuk hal itu. Karena itu butuh modal yang agak banyak kurang lebih sekitar Rp5 juta untuk alkon, dan perlengkapan lainnya agar dapat air," kata dia. 

Baca juga: Lahan sawah di Palu terus merosot akibat alih fungsi
Baca juga: 8.000 hektare sawah di Sigi tidak berproduksi pascagempa