Jakarta (ANTARA) - Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono mengaku bahwa pihaknya tengah menyiapkan data-data pendukung bagi Indonesia untuk menghadapi sidang gugatan terhadap Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pekan depan.
Kasdi menjelaskan bahwa pihaknya bersama Kementerian Perdagangan telah mematangkan strategi dalam sidang pekan depan, setelah Pemerintah Indonesia melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss, resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa pada 9 Desember 2019.
"Masalah gugatan dikoordinasikan oleh Kementerian Perdagangan. Kami mempersiapkan data-data teknis produksinya. Prinsipnya bahwa minggu depan itu sudah siap sidang WTO. Persiapannya sudah dimatangkan," kata Kasdi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR di Kompleks DPR/MPR Senayan Jakarta, Senin.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan terhadap kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE. Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia.
Gugatan ini dilakukan sebagai keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melawan diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation.
Melalui kebijakan RED II, Uni Eropa mewajibkan mulai tahun 2020 hingga tahun 2030 penggunaan bahan bakar di Uni Eropa berasal dari energi yang dapat diperbarui.
Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II mengkategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.
Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan di Uni Eropa, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.
Kasdi optimistis bahwa Indonesia dapat memenangkan sidang gugatan karena Komisi Uni Eropa tidak menggunakan data dasar yang berasal dari Pemerintah Indonesia.
"Mereka (Uni Eropa) menerbitkan kebijakan itu tidak didasarkan oleh data kita. Itu yang menjadi catatan untuk mudah-mudahan Indonesia memenangkan di WTO nanti," kata dia.
Baca juga: Januari 2020, Indonesia-EU akan konsultasi pembatasan ekspor bijih nikel
Baca juga: DPR minta pemerintah masukkan kelapa sawit dalam Perjanjian IEU-CEPA
Baca juga: Demi tanahnya, petani sawit Sulawesi mengadu ke Belanda