Jakarta (ANTARA) - Bagi masyarakat yang tinggal di daerah banjir, setiap kali memasuki musim hujan menghadapi pekerjaan rumah tersendiri, yakni mengamankan barang berharga.
Itu merupakan hal yang rutin ditemui. Mengungsi karena rumah terendam air serta membersihkan lumpur bekas banjir atau menjemur dokumen-dokumen penting yang basah menjadi pemandangan yang biasa.
Hal demikian akan berulang mengingat permukaan tanah di Jakarta terus mengalami penurunan. Studi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan periode tahun 2013-2018 penurunan sudah 35 meter dari asalnya.
Salah satu penyebab turunnya tinggi permukaan air tanah di Jakarta disebabkan eksploitasi tanah yang berlebihan. Hal ini terjadi karena belum semua hunian di Jakarta yang terlayani air bersih perpipaan PDAM.
Turunnya air tanah ini tentunya membuat daratan di hampir sebagian wilayah Jakarta lebih rendah dari muka air laut. Ini juga yang membuat aliran dari hulu sungai tidak langsung ke laut namun "parkir" dulu ke wilayah-wilayah yang lebih rendah.
Persoalan tidak selesai sampai di situ, selama ini lokasi-lokasi yang semula menjadi parkir air sudah banyak berubah fungsi menjadi pusat perbelanjaan, perkantoran, bahkan menjadi hunian. Sehingga dapat dibayangkan kalau saat hujan air tidak punya tempat penampungan akan mencari lokasi-lokasi yang lebih rendah.
Pemprov DKI Jakarta seharusnya sejak awal memperketat pengendalian ruang di lahan yang kian terbatas. Ruang terbuka hijau yang masih tersisa seharusnya dapat dipertahankan menjadi parkir.
Polemik normalisasi dan naturalisasi Sungai Ciliwung hanya sebagian persoalan mengatasi banjir di Jakarta. Prinsipnya dengan kondisi Jakarta yang nyaris tenggelam seperti saat ini berbagai sistem pengendalian banjir sudah harus disediakan.
Kalau ingin mengambil contoh Belanda dengan mayoritas daratan di bawah air laut selama ini mampu menghindari banjir karena didukung dengan kanal-kanal dan wadah penampungan air.
Kalau diperhatikan pemerintah Belanda juga meninggalkan sistem kanal di Jakarta untuk menghindari banjir. Hanya saja rata-rata usianya sudah tua. Sehingga menjadi tugas pemerintah baik pusat maupun provinsi untuk membenahi kanal-kanal yang ada ke depannya, bahkan membangun baru.
Pemprov DKI harus sudah menetapkan lokasi-lokasi untuk parkir air salah satunya dengan membangun embung-embung (danau kecil) yang harus terkoneksi dengan sistem drainase yang sudah ada.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimulyono mengatakan, sebagai prioritas normalisasi Sungai Ciliwung menjadi pekerjaan rumah yang harus dilakukan agar ibu kota tidak terkena banjir.
Normalisasi juga harus dilakukan di 13 sungai yang melewati Jakarta yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sepanjang aliran air dari hulu masih mengalami hambatan maka 13 sungai termasuk Ciliwung dipastikan akan meluap saat hujan dengan intensitas tinggi.
Namun persoalan normalisasi sungai ini juga tidak mudah. Banyak dari warga Jakarta yang sudah mendiami bantaran sungai bertahun-tahun tanpa ada larangan. Bahkan di beberapa lokasi bangunan beton menghiasi badan sungai yang membuat kapasitas semakin sempit.
Kembali kepada Pemprov DKI Jakarta sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengendalikan permukiman terutama yang berada di bantaran sungai. Normalisasi sungai akan berjalan apabila hunian-hunian di bantaran sungai itu bersih.
Pemprov DKI Jakarta dinilai terlalu lambat untuk melaksanakan pembebasan tanah padahal tujuannya untuk kepentingan umum dalam rangka pengendalian banjir. Kalau ditanya soal perkembangan tersebut, Pemprov DKI Jakarta selalu beralasan masih mendata warga yang akan terkena proyek normalisasi sungai.
Data itu bagi Pemprov DKI penting karena bagi yang mengantongi sertifikat akan mendapat ganti rugi, sedangkan yang tidak memiliki dokumen kepemilikan tanah pemerintah mengarahkan untuk menghuni rumah susun yang telah disediakan.
Akrab dengan banjir
Beberapa daerah di Indonesia masih membangun rumah panggung (rumah dengan kaki-kaki di bawahnya. Ini menunjukkan nenek moyang kita sudah mengajarkan membangun rumah agar terhindar dari banjir.
Tentunya bakal aneh membangun rumah panggung di zaman modern ini. Namun setidaknya model seperti ini dapat dipakai agar saat musim hujan agar masyarakat tidak selalu dibayangi rasa was-was rumah bakal tergenang.
Sejauh ini rumah tingkat menjadi solusi untuk menghindar banjir hanya saja membutuhkan tip-tip tertentu agar menjadi lokasi yang benar-benar aman untuk berlindung.
Kalau rumah sudah dibangun dua lantai ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya air harus leluasa untuk masuk dan keluar. Kalau air sudah terjebak di dalamnya ada kemungkinan akan terus bertambah tinggi bahkan dapat menyentuh lantai berikut.
Ruang-ruang yang terdapat di lantai bawah, bisa difungsikan sebagai ruang-ruang yang tidak terlalu menyimpan banyak barang. Sehingga saat banjir tidak perlu mengevakuasi barang-barang dari bawah.
Pastikan sistem pembuangan air kotor (plumbing) dan listrik termasuk septic tank ditempatkan dalam posisi yang aman dari banjir. Siapkan juga genset karena di daerah-daerah yang terkena banjir biasanya akan terkena pemadaman listrik untuk jangka waktu yang tidak dapat diprediksikan.
Untuk bagian halaman di wilayah banjir sebaiknya jangan diperkeras, kalaupun diperkeras sebaiknya menggunakan paving blok agar air mudah meresap ke dalam tanah. Kemudian penting juga untuk membuat lubang-lubang biopori agar air lebih cepat surut.
Sekarang bagaimana dengan Anda yang belum memiliki rumah tingkat?
Solusinya dengan meninggikan pondasi. Cari informasi mengenai tinggi banjir di kawasan tersebut setelah itu rancang tinggi pondasi bangunan berpatokan dari jalan di depan rumah.
Urug tanah minimal 50 sentimeter di atas jalan. Posisikan halaman dan carport di atas jalan untuk melindungi barang-barang berharga saat banjir menerjang.
Rencanakan dengan cermat posisi rumah induk, setidaknya harus lebih tinggi dari batas maksimal banjir yang pernah terjadi. Bisa dengan cara mengurug tanah agar lokasinya menjadi lebih tinggi.
Gunakan puing-puing bangunan atau tanah padat untuk mengurug, setelah sebelumnya digunakan pondasi sebagai perkuatannya.
Info banjir
Bagi warga yang memiliki rumah di lokasi banjir penting untuk selalu memperbarui informasi di wilayahnya terutama saat memasuki musim hujan.
Sistem peringatan dini baik dari tingkat RT, RW, kelurahan dipastikan terkoordinasikan dengan baik. Sehingga saat terjadi banjir masih ada kesempatan untuk melakukan evakuasi.
Tidak itu saja, warga juga diminta untuk proaktif apakah di sekitar ada bangunan baru yang berpotensi menimbulkan banjir. Bangunan itu dalam artian jalan yang ditinggikan atau gedung bertingkat tinggi pastikan saluran dari bangunan itu sudah memiliki standar serta tidak menumpang di saluran permukiman.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) saat ini terus membangun sistem informasi bagi masyarakat setidaknya dapat mengantisipasi kalau terjadi banjir. Salah satunya dengan menghadirkan peta bencana.
PetaBencana.id adalah platform terkini yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi bencana secara real-time dan transparan antara warga dan lembaga pemerintah, untuk mengurangi risiko dan mempercepat waktu tanggap darurat.
Platform "online" ini disebut memanfaatkan media sosial untuk memilah informasi bencana dari warga di lokasi bencana, yang memiliki informasi paling mutakhir dan menampilkan informasi ini langsung dalam peta berbasis web, kata Nashin Mahtani selaku Direktur Petabencana.id.
Menurut Nashin, Petabencana.id sebagai media utama berbagi informasi bencana yang diharapkan dapat menghasilkan gambaran yang komprehensif dari kejadian bencana dan memungkinkan warga, lembaga kemanusiaan dan instansi pemerintah untuk membuat keputusan berbasis informasi yang memadai pada keadaan darurat.
Transparansi platform ini menyediakan keterbukaan akses pada informasi darurat yang dibutuhkan untuk membuat keputusan bagi warga, organisasi komunitas, lembaga kemanusiaan dan lembaga pemerintah, sehingga membangun kolaborasi dan respon yang terkoordinasi dalam kejadian bencana di seluruh wilayah Indonesia.
Sejak tahun 2013, PetaBencana.id sudah digunakan oleh jutaan pengguna di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) serta kota besar lain seperti Kota Bandung, Semarang dan Surabaya.
Terhitung saat ini, semua penduduk Indonesia bisa mengirimkan laporan bencana melalui @petabencana, mengirim pesan facebook ke @petabencana, atau mengirim pesan telegram ke @bencanabot.
Pemerintah juga memantau peta tersebut untuk mengukur situasi dan respon yang sesuai, juga dapat menampilkan kondisi terkini pada peta untuk memperingatkan warga tentang kondisi bencana.
Fakta memperlihatkan pengumpulan, pembagian dan visualisasi data berbasis komunitas telah mengurangi risiko bencana dan membantu upaya pertolongan. Hadirnya platform ini sudah barang tentu akan memudahkan dalam penanggulangan bencana di berbagai daerah di Indonesia.
Selanjutnya, masih di tahun yang sama PetaBencana.id juga akan mengembangkan mekanisme laporan dengan menyertakan laporan bencana di luar banjir, seperti gunung api, gempa bumi, angin kencang dan kebakaran hutan, dan longsor.
Dengan sistem informasi ini setidaknya pemerintah memiliki data akurat mengenai daerah bencana termasuk banjir. Jumlah keluarga serta perlengkapan apa saja yang dibutuhkan.
Dengan mengakrabkan diri dengan bencana di lokasi maka masyarakat dapat mengetahui apakah bencana yang bakal dihadapi ini merupakan hal yang rutin terjadi atau terjadi hal yang luar biasa seperti banjir bandang di Sukajaya, Kabupaten Bogor.
Kalau memang sudah bertempat tinggal di daerah bencana maka haruslah mulai akrab dengan bencana yang bakal dihadapi. Untuk relokasi dari lokasi banjir bukan juga pilihan yang bijak, karena berarti kita ikut serta dalam membuka lahan baru untuk perumahan.
Sebaiknya perbanyak pelajari tip merenovasi rumah anti banjir dan ikut berpartisipasi dalam memelihara lingkungan. Sudah banyak buku yang diterbitkan oleh para ahli mengenai rumah yang ramah terhadap bencana banjir, gempa atau lainnya.
Tinggal kita mengikuti desain dan bahan bangunan yang rekomendasikan saja.