LIPI kalengkan lebih dari 100 masakan tradisional nusantara

id LIPI, PUI, makanan kalengan

LIPI kalengkan lebih dari 100 masakan tradisional nusantara

Kepala Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTKA) LIPI Satriyo Krido Wahono (kanan) dan Peneliti Teknik Proses BPTBA LIPI Asep Nurhikmat (kiri) menunjukkan masakan kalengan hasil penelitian BPTKA LIPI di Gunung Kidul, Yogyakarta, Kamis (20/2/2020). (ANTARA/Virna P Setyorini)

Yogyakarta (ANTARA) - Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sudah berhasil mengalengkan lebih 100 jenis masakan tradisional mulai dari gudeg hingga pindang patin.



“Total yang sudah dikalengkan baik yang tahap prariset sampai riset bahkan (izin edar BPOM) MD lebih dari 100 jenis makanan tradisional Indonesia. Dari situ kenapa kita jadi PUI pengemasan makan tradisional olahan,” kata Kepala BPTBA LIPI Satriyo Krido Wahono saat menjelaskan capaian Pusat Unggulan Iptek Teknologi Pengemasan Makanan Tradisional kepada ANTARA di Gunung Kidul, Yogyakarta, Kamis.



Menurut Satriyo, sudah ada 10 izin edar BPOM MD yang keluar untuk produk masakan tradisional yang menggunakan teknologi pengalengan LIPI.



Sedangkan jumlah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang telah memasuki skala komersial ada dua merek gudeg, krecek, empal gentong. Dan yang telah mengadopsi teknologi pengalengan makanan tradisional tersebut adalah UKM Payakumbuh yang memproduksi rendang, gudeg di Yogyakarta dan empal gentong di Cirebon.



“Kalau pindang patin mau ‘running’ lagi,” katanya.



Bahkan untuk rendang kalengan sekarang sedang menjadi tren di Sumatera Barat, karena calon haji dan umroh membawa produknya sendiri.



“Kalau tidak salah Pak Jokowi salah satunya punya target teknologi pengemasan makanan yang lebih tahan dari enam bulan. Dari sini sudah terjawab ya, sudah ada yang lebih dari satu tahun dan segmennya juga makanan tradisional. Jadi sesuai harapan Presiden,” ujar dia.



Sementara itu, Peneliti Teknik Proses BPTBA LIPI Asep Nurhikmat mengatakan ada sekitar 1.430 suku bangsa di Indonesia, dan semua memiliki makanan tradisionalnya masing-masing. Sekalipun ada masakan yang mirip namun tetap berbeda rasanya.



Karena itu pengembangan teknologi pengalengan masakan tradisional Indonesia menjanjikan. Meski kekayaan rasa tersebut menjadi tantangan riset, seperti halnya gudeg yang, menurut dia, menjadi makanan yang paling sulit dikemas dengan teknologi tersebut.