Jalur Kebun Kopi Telan Korban Lagi

id kebun, kopi, longsor

Jalur Kebun Kopi Telan Korban Lagi

Illustrasi (ANTARANews)

Saya kira longsor akan menjadi ancaman sepanjang masa di poros tersebut kalau lingkungan sekitar jalan tidak direhabiliasi

Palu, (antarasulteng.com) - Langit tertutup awan gelap dan hujan rintik-rintik masih turun setelah semalaman deras mengguyur kawasan di sepanjang jalan nasional Palu-Parigi, Sulawesi Tengah, khususnya poros Kebun Kopi.

Puluhan orang terpaksa berteduh di beberapa rumah warga di tepi jalan di sekitar Dusun Uwentira, sekitar 45 kilometer dari Kota Palu, tetapi tiba-tiba longsoran tanah bercampur batu dan pepohonan jatuh secara beruntun menimpa mereka.

Seorang pengendara sepeda motor bernama Wahid yang akan kembali ke tempat tingalnya di Desa Petapa, Kecamatan Parigi Tengah, Kabupaten Parigi Moutong, tewas seketika karena dihantam pepohonan tumbang.

Sementara itu belasan lainnya luka berat dan ringan akibat tertimpa bebatuan dan batang-batang pohon. Beberapa sepeda motor tertimbun dan rumah-rumah warga rusak berat dan ringan.

Petugas kepolisian dan tim reaksi cepat dibantu warga sekitar segera turun menyelamatkan para korban dan membawa mereka ke Rumah Sakit Anuntaloko di Kota Parigi sehingga jumlah korban jiwa bisa diperkecil.

Ini hanya sebagian kecil dari peristiwa longsor yang terjadi di poros utama yang menghubungkan Kota Palu dengan berbagai kota kabupaten dan provinsi di Pulau Sulawesi.

Sulit dihitung berapa kali kasus longsor yang terjadi setiap tahun di jalur sepanjang 35 kilometer antara Desa Toboli, Kabupaten Parigi Moutong dan Kelurahan Tawaeli, Kota Palu itu.

"Ini sudah peristiwa rutin apalagi di musim hujan seperti ini. Namun longsor kali ini memang cukup mengerikan," ujar Jefri, seorang pengemudi angkutan umum antarkabupaten Palu-Morowali yang setiap hari melintas di jalur ini.

Menurut catatan kepolisian, sejak Sabtu (25/1) hingga Senin (27/1), terdapat sedikitnya 60 titik longsor di sepanjang jalan tersebut. Longsoran menutup badan jalan sepanjang 35 meter, dan ada pula yang kurang dari sepuluh meter. Ketebalan longsoran antara setengah sampai belasan meter.

Ini mengakibatkan sejumlah warga dan kendaraan terperangkap selama tiga hari. Maju tidak bisa, mundur sama saja karena di depan dan belakang, jalanan sudah tertutup material longsor.

Begitulah yang dialami para korban longsor tersebut. Mereka terpaksa berteduh di gubuk-gubuk, selain karena hujan, juga karena tidak bisa lagi melanjutkan perjalanan atau berbalik ke tempat asal akibat tanah longsor.

Dampak lain dari longsor akhir pekan ini adalah terhambatnya arus transportasi bus antarprovinsi selama tiga hari. Sejumlah bus antarkota-antarprovinsi (AKAP) dari Palu menuju Gorontalo dan Manado tidak bisa diberangkatkan.

Ada juga yang sempat diberangkatkan pada Sabtu pagi, namun terperangkap di poros itu selama dua hari dua malam. Demikian halnya bus-bus dari Manado dan Gorontalo yang menuju Palu.

"Kami tidak memberangkatkan bus selama dua hari ini. Akibatnya penumpang membludak. Baru hari ini (Selasa (28/1) kami mulai memberangkatkan bus ke Manado," ujar seorang staf PO.Jawa Indah, perusahaan AKAP yang telah bertahun-tahun melayani rute Palu-Gorontalo-Manado.

Leher botol

Jalur yang terkenal dengan nama poros Kebun Kopi ini adalah jalan menanjak dan menurun serta berkelok-kelok sepanjang sekitar 35 kilometer antara Desa Toboli, Kabupaten Parigi Moutong dan Kelurahan Tawaeli, Kota Palu.

Di puncak pendakian jalan ini, yakni sekitar 50 kilometer dari Kota Palu, terdapat Desa Kebun Kopi, sebuah tempat sejuk di ketinggian 500-an meter di atas permukaan laut, dengan pemandangan yang indah sehingga selalu ramai menjadi tempat persinggahan untuk melepas lelah, makan-minum bahkan menginap.

Diperkirakan terdapat 300 tikungan yang cukup tajam di poros ini. Di sisi jalan yang satu merupakan tebing terjal atau pegunungan dan di sisi lainnya adalah jurang terjal yang dalamnya bisa mencapai 1.000 meter.

Di kedua sisi jalan, semula adalah hutan lebat, namun dengan semakin ramainya lalu lintas di jalur utama dari dan ke Kota Palu, permukiman masyarakat pun tumbuh. Mereka umumnya membuka kebun untuk menanam sayur mayur dan buah-buahan, tetapi tidak sedikit pula yang membukan kebun kopi, cengkih dan kakao yang kini sudah menghasilkan.

Jalur ini disebut pula sebagai sumbatan leher botol (bottle neck) karena jalannya yang sempit, padahal inilah poros terpenting yang menghubungkan Kota Palu dengan kota-kota lainnya di Sulawesi seperti Manado, Gorontalo, Makassar dan Kendari serta sebagian besar kota kabupaten di Sulawesi Tengah.

Poros sempit dan menakutkan banyak orang ini harus menampung padatnya kendaraan dari utara dan selatan Pulau Sulawesi, yang kondisi jalannya sekarang sudah lebar-lebar dan beraspal mulus.

Tak ayal lagi, arus kendaraan di poros Kebun Kopi inipun sangat padat. Kendaraan yang melintas juga bertonase berat, khususnya truk-truk pemuat hasil bumi, bahan tambang dan peti kemas yang harus diangkut dari atau ke Pelabuhan Pantoloan, Kota Palu, ke atau dari kota-kota kabupaten di Sulawesi Tengah, Gorontalo dan sebagian Sulawesi Selatan.

Karena itu, pemerintah pusat sejak akhir dekade 1980-an gencar menangani poros jalan ini yakni dengan melebarkan badan jalan dan mengaspal dengan konstruksi hotmix.

Dewasa ini, tinggal sekitar 20 persen dari sekitar 35 kilometer badan jalan tersebut yang belum dilebarkan namun semuanya sudah beraspal mulus bahkan sebagian berkonstruksi beton.

Namun pelebaran jalan dan pengaspalan tersebut belum mampu menjinakkan longsoran di poros ini.

"Saya kira longsor akan menjadi ancaman sepanjang masa di poros tersebut kalau lingkungan sekitar jalan tidak direhabiliasi," kata Direktur Walhi Sulteng, Ahmad Telor.

Proyek peningkatan dan pemeliharaan jalan poros Kebun Kopi yang memakan anggaran puluhan bahkan ratusan miliar setiap tahun, menurt Ahmad, akan tetap sia-sia kalau lingkungannya terus terdegradasi untuk perkebunan dan permukiman.

Ia mendesak pemerintah baik di tingkat pusat maupun provinsi dan kabupaten untuk segera melakukan rehabilitasi lahan secara intensif dan berkelanjutan namun terintegrasi dengan kepentingan warga setempat.

"Harus ada relokasi warga namun jangan sampai memiskinkan mereka. Mereka harus terlibat untuk merehabilitasi lahan-lahan gundul di situ tetapi kegiatan rehabilitasi harus dapat meningkatkan kesejahteraan mereka," ujarnya.(skd)

Pewarta :
Editor : Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.