Donggala, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Sejumlah warga di Kecamatan Banawa Selatan, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), mengolah air nira dari pohon aren atau pohon enau, menjadi gula merah atau gula aren, sebagai sumber ekonomi baru setelah dua tahun gempa serta tsunami melanda daerah tersebut, dan kini di tengah pandemi COVID-19.
Pjs Kepala Desa Salumpaku, Kecamatan Banawa Selatan, Nurhayati, di Donggala, Minggu, mengemukakan sebagian besar warga di desa yang dipimpinnya bergantung hidup dari pengolahan air nira pohon enau menjadi gula bernilai ekonomi, dalam rangka membantu penguatan ekonomi mereka.
“Melihat potensi yang ada di desa dan banyaknya warga yang mengolah air nira pohon aren menjadi gula merah, kami dari pemerintah desa melalui dana desa mencoba meningkatkan kapasitas warga pengolah air nira pohon aren, agar nilai tambah tak sekadar gula merah tapi menghasilkan produk turunan menjadi gula semut yang secara ekonomi memiliki nilai jual lebih tinggi,” ujar Nurhayati.
Ia mengatakan sejumlah pengolah air nira dari pohon aren di desanya kini telah mampu meningkatkan nilai tambah gula merah menjadi gula semut melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Salumpaku.
Namun demikian, lanjut dia, permasalahan yang selalu dihadapi dalam berusaha adalah menyangkut pemasaran produk, mengingat seringkali produk ada tapi pasarnya yang tidak ada.“Saya meminta agar kelompok yang mengikuti pelatihan ini mampu menerapkan pengetahuan yang diterima menjadi pendorong untuk meningkatkan pendapatan pengolah air nira pohon aren dari hanya memproduksi gula merah menjadi gula semut dengan kualitas yang terbaik dan produk berkelanjutan,” harapnya.
Salah satu pengolah air nira pohon aren, Baco mengemukakan dan sebagian besar warga di Salumpaku telah memasarkan gula merah kemana-mana, dan menjadi usaha yang sangat membantu perekonomian warga.
“Setelah mengikuti pelatihan, saya baru tahu secara hitung-hitungan ternyata secara rata-rata kami mampu menghasilkan gula merah lima kilo per hari dan melalui pelatihan baru tahu kalau air nira pohon aren dapat dibuat menjadi gula semut,” ungkapnya.
Berkaitan dengan itu Relawan untuk Orang dan Alam (ROA) Sulawesi Tengah, Much Subarkah yang melatih warga dalam kelompok pengolah gula merah menyebutkan, Dengan pengolah gula mencapai 10 orang di desa itu, maka dapat menghasilkan 1.500 kilogram gula merah dalam sebulan.
“Informasi yang digali dari peserta kelompok mengungkapkan sebagian besar penduduk adalah pengolah gula merah dan berdasarkan hal itu tentu produksi gula merah dalam sebulan bisa dipastikan mencapai belasan ton dan ini merupakan peluang usaha yang baik untuk dikembangkan untuk menambah pendapatan masyarakat,” kata Subarkah.
Sementara itu pendamping profesional tenaga ahli madya pengelolaan keuangan desa, dalam Program Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) Sulteng Sumadi mengutarakan untuk mengatasi masalah pemasaran, BUMDes dan lembaga usaha milik desa lainnya dapat mengambil peran dalam mengumpulkan dan memasarkan produk kelompok usaha.
“Kelompok usaha dapat bekerja sama dengan BUMDes, produknya dapat dibeli oleh BUMDes sehingga kelompok tidak perlu jauh memasarkan produknya lagi, karena BUMDes bisa membeli, bahkan memasarkan sehingga terjadi kerja sama yang baik kelompok usaha mendapat keuntungan. BUMDes pun dapat berkontribusi bagi pendapatan desa,” kata Sumadi mengusulkan.
Ia menambahkan pohon aren juga menghasilkan sapu ijuk, sapu lidi, kolang kaling dan air nira bahan baku gula merah dan gula semut.
“Gunakan dana desa seefektif mungkin untuk kemajuan desa dan peningkatan ekonomi warga desa,” tegasnya.