Palu (ANTARA) - Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, satu daerah yang terparah terdampak gempa dan likuefaksi pada 28 September 2018, hingga kini infrastruktur belum pulih sepenuhnya. Sektor pertanian di itu, menjadi porak-poranda saat gempa dahsyat berkekuatan 7,4 SR mengguncang pada dua tahun lalu.
Bencana itu berdampak pada kerusakan irigasi yang menjadi sumber utama penyuplai air ke lahan-lahan pertanian warga di Kabupaten Sigi. Data Dinas Tanaman Pangan, Pertanian, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Sigi menunjukkan bahwa hampir 7.000 hektare atau 6.999 hektare lahan pertanian terdampak bencana.
Saat ini, irigasi yang rusak mulai berfungsi kembali mengairi air ke lahan pertanian, namun baru menjangkau di sebahagian wilayah Kecamatan Tamabulava, Kabupaten Sigi.
Bupati Sigi, yang saat itu dijabat oleh Mohammad Irwan Lapatta mengemukakan irigasi telah berfungsi mengalirkan air pada tahap pertama, yang dapat mengairi 1.070 hektare lahan pertanian di Sigi.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sigi, Mulyadi mengemukakan sektor pertanian Sigi yang terdampak bencana diperparah oleh kerusakan sarana irigasi yang menjadi sumber air utama petani untuk mengolah lahan pertanian.
Karena itu, sebut Mulyadi, petani di Sigi terdampak paling parah saat bencana itu melanda karena selain sebagai korban bencana. Petani juga kehilangan pekerjaan karena lahan pertanian rusak total.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tengah, Trie Iriyani Lamakampali mengemukakan akibat dari bencana itu, produksi tanaman pangan dan hortikultura menurun dibandingkan sebelumnya.
Apalagi, kata dia, selain irigasi rusak karena gempa, juga ditambah dengan kemarau panjang melanda semua daerah di Sulteng kurun beberapa bulan terakhir menyebabkan banyak petani mengalami gagal panen.
Terutama di Kabupaten Sigi dan Donggala yang selama ini merupakan kantong-kantong produksi padi, jagung dan kedelai. Pada panen 2019, Sulteng berharap bisa memperoleh hasil produksi gabah kering giling (GKG) sekitar 1,03 juta ton.
"Namun, kemungkinan harapan produksi tersebut tidak tercapai karena banyak lahan pertanian, terutama di Kabupaten Sigi yang tidak diolah karena terkendala irigasi rusak," ungkap dia.
Respons
Pemerintah Kabupaten Sigi, meminta dukungan dan bantuan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk mempercepat pemulihan sektor pertanian, pascagempa, dan likuefaksi yang menimpa daerah itu pada 2018 silam.
Bupati Sigi, Mohammad Irwan Lapatta mengakui sektor pertanian di Sigi utamanya di daerah yang airnya bergantung dari irigasi, belum sepenuhnya pulih.
“Masih banyak yang terkendala, dimana masih banyak kerusakan usai gempa yang hingga saat ini belum rampung,” ungkap Irwan di Sigi.
Irwan mengatakan Pemkab Sigi memohon bantuan Pemprov Sulteng tidak hanya memulihkan lahan pertaniannya, tetapi juga petaninya agar cepat bangkit dan sejahtera usai gempa.
Permohonan itu disampaikan langsung Irwan kepada Gubernur Sulteng Longki Djanggola, di Palu, pada 18 Agustus 2020 di ruang kerja Gubernur.
Terkait dengan permohonan itu, Gubernur Sulteng Longki Djanggola memerintahkan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk fokus membenahi pertanian Sigi, demi percepatan pemulihan usai bencana.
Gubernur juga memerintahkan Dinas Tanaman Pangan Sulteng untuk memperhatikan petani-petani yang terdampak gempa, dan likuefaksi, serta yang terdampak COVID-19 untuk dibantu.
Longki mengatakan petani menjadi ujung tombak dalam pemulihan sektor pertanian, sekaligus menjadi salah bagian terpenting dalam peningkatan ekonomi pada sektor pertanian.
Dukungan
Mercy Corps Indonesia menjadi salah satu NGO yang memberikan dukungan terhadap pemulihan sektor pertanian di Kabupaten Sigi. Mercy menyadari bahwa petani Sigi berhadapan dengan sejumlah masalah usai bencana gempa dan likuefaksi, termasuk sulit mendapatkan air untuk mengolah lahan pertanian.
Karena itu, Yayasan Mercy Corps Indonesia, membantu petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, memperoleh air demi memudahkan petani menggarap lahan pertanian di daerah itu.
"Kita tahu bersama salah satu tantangan yang dihadapi petani di Sigi usai bencana yakni air," kata Wakil Manajer Program Pemulihan Bencana Yayasan Mercy Corps Indonesia Sulawesi Tengah, Nurdianto.
Sektor pertanian, kata Nurdianto menjadi satu fokus Mercy Corps Indonesia dalam melaksanakan program pemulihan usai bencana gempa dan likuefaksi Sigi.
Proses pemulihan pada sektor pertanian Sigi pada dasarnya dimulai sejak Oktober 2018 - 2019 dalam masa respons usai bencana alam gempa dan likuefaksi.
Kemudian, Mercy Corps Indonesia bekerjasama dengan Syngenta memfokuskan program pemulihan petani dari aspek ketersediaan air, yang dilakukan sejak Maret - Oktober 2019.
Dari kerja sama itu, Mercy Corps dan Syngenta memberikan bantuan berupa 55 alkon untuk 55 sumur dangkal, dengan luas lahan pertanian mencapai 301,95 hektare area, meliputi Desa Maku, Sibowi dan Karawana untuk Kecamatan Dolo, Desa Sibalaya Utara dan Sibalaya Barat untuk Kecamatan Tanambulava, Desa Tuna di Kecamatan Gumbasa.
Kemudian Kecamatan Sigi Biromaru meliputi Desa Sidondo III, Sidondo IV, Desa Jono Oge. Kecamatan Dolo Selatan meliputi Desa Sambo dan Baluase.
"Saat ini bantuan yang diterima telah membuahkan hasil, petani telah beberapa kali panen hasil pertanian dari lahan pertanian mereka, yang sebelumnya tidak dapat diolah karena kesulitan air," ungkap dia.
Selain Mercy, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) turut serta memberikan dukungan terhadap pemulihan sektor pertanian Kabupaten Sigi.
FAO telah mendistribusikan 430 ton pupuk, lebih dari 7 ton benih jagung, tomat, dan cabai rawit, dan lebih dari 500 ribu meter mulsa plastik kepada petani di tiga daerah itu.
Di Kota Palu terdapat 1.137 petani penerima manfaat dari 27 kelurahan. Kemudian di Kabupaten Sigi ada 4.687 petani di 67 desa yang disentuh oleh FAO. Selanjutnya, di Donggala 2.773 petani dari 37 desa menjadi penerima manfaat dari FAO.
Bantuan dari FAO kepada petani tumbuh subur dan kini hampir memasuki masa panen. Di Dusun Tiga Kota Rindau, misalkan. Bibit jagung dan tomat tumbuh subur di kelola oleh anggota Kelompok Tani Karya Mandiri yang di ketuai oleh Agil.
"Lahan untuk tomat 1/4 hektare area, lahan ini milik Koli. Biasanya kalau panen hasilnya mencapai kurang lebih sekitar delapan ton," ucap Agil.
Agar tanaman hortikultura berupa tomat dan jagung bisa tumbuh subur, kata Agil, maka Kelompok Tani Karya Mandiri yang beranggotakan 20 orang petani membuat sumur dangkal dan sumur suntik, yang berfungsi untuk menyuplai air ke lahan pertanian.
"Luas lahan 25 hektare, maka ada 12 sumur dangkal dan lima sumur suntik. Biaya untuk membuat sumur kurang lebih Rp2 juta/sumur," sebut Agil yang merupakan Warga Desa Kota Rindau.
Pembangunan sumur secara swadaya dilakukan oleh petani di bawah naungan Kelompok Tani Karya Mandiri, sejak lima bulan usai bencana gempa dan likuefaksi Sigi.
Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sulawesi Tengah turut memberikan perhatian terhadap pemulihan petani Sigi. ACT Sulteng telah membangun 40 sumur yang berfungsi menjangkau beberapa desa di Kecamatan Dolo. Yaitu Desa Karawana, Potoya, Solowe, Sibalaya, Sidondo, Sibowi dan Maranata. Ada juga yang dibangun ACT bersama mitra dari Jepang di Desa Maranata sebanyak 13 titik, dan di Desa Sibowi lima titik serta di Sidondo delapan titik.
Ketua ACT Sulteng, Nurmarjani Loulembah mengemukakan, ACT juga membangun sumur wakaf family sebanyak 10 titik di Desa Karawana bahkan sudah dimanfaatkan. Saat ini, yang masih dalam proses pembangunan sebanyak 25 titik. 15 titik di Desa Salowe, 10 di Desa Potoya.
Irigasi mulai berfungsi
Sebagian petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, tidak lagi mengalami kesulitan air untuk mengolah lahan pertanian mereka, setelah gempa mengguncang kabupaten itu pada 28 September 2018 silam yang merusak infrastruktur, termasuk irigasi pertanian.
"Air tidak lagi menjadi masalah bagi kami. Artinya petani sudah dapat air karena irigasi sudah berfungsi perlahan-lahan," ucap Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Kalawara Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Marthen Mamusung.
Irigasi pertanian yang rusak berat karena terdampak gempa dan likuefaksi kini perlahan mulai berfungsi, mengairi air ke lahan pertanian warga. Namun irigasi baru mengairi air di beberapa desa di Kecamatan Gumbasa dan Tanambulava.
Karena tidak kesulitan air, kata Marthen, petani sudah mulai menanam padi sawah untuk menunjang kebutuhan pangan.
Gapoktan yang dipimpin Marthen Mamusung beranggotakan 10 kelompok tani. Setiap kelompok beranggotakan 15 - 20 orang yang menggarap 203 hektare sawah dengan produksi sekitar 5-6 ton per hektare. Selain itu kelompok ini juga menggarap jagung 130 hektare.