Petani Parigi Moutong keluhkan harga pestisida mahal

id Petani sawah,Pupuk, pestisida,Petani Parigi, Parigi Moutong, Tolai, sulteng

Petani Parigi Moutong  keluhkan harga pestisida mahal

Arsip- Petani Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah mengemas gabah kering panen (GKP) ke dalam karung setelah dipanen menggunakan dores, Senin (25/11/2019). (ANTARA/Moh Ridwan)

Parigi (ANTARA) -
Petani di Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah terdesak dan sebagian di antaranya terpaksa menyewakan lahan kepada pemodal akibat mahalnya harga pestisida.
 
"Terpaksa kami menyewakan lahan, karena tidak mampu membiayai pembelian obat-obatan pertanian," kata I Nyoman Muria, Petani Desa Tolai, di Parigi Moutong, Selasa.
 
Kelangkaan pupuk dan melambungnya harga pestisida membuat petani di wilayah tersebut terpaksa menyewakan lahan mereka, karena ketersediaan modal tidak memadai untuk menggarap sawah.
 
Beberapa tahun terakhir hasil panen petani di wilayah tersebut tidak maksimal, karena beban biaya produksi cukup tinggi dipicu harga sejumlah komponen penunjang kegiatan pertanian melambung, terutama pestisida dan obat-obatan.
 
"Akhir-akhir ini kami hanya mampu memproduksi dua ton per hektar gabah kering saat panen, dibandingkan sebelum-sebelumnya hasil produksi kami cukup baik mampu menghasilkan lima ton per hektare," ucap Nyoman.
 
Dampak tingginya harga pestisida dan langkahnya pupuk bersubsidi mempengaruhi kualitas produksi beras mereka, di tambah penggunaan bahan kimia yang berlebihan oleh petani.
 
"Kami tidak mampu menutupi biaya produksi, sementara hasil panen tidak memadai, sehingga langkah yang kami ambil yakni menyewakan lahan kepada orang memiliki model lebih besar," kata dia menambahkan.
 
I Komang Rilu, petani lainnya menginginkan kehadiran pemerintah mengintervensi dan mencari solusi atas kelangkaan pupuk bersubsidi sekaligus dapat menekan harga obat-obatan yang masih tinggi.
 
"Kami berharap pemerintah bisa solusi, khususnya kami petani yang ada di Desa Tolai," ujarnya.
 
Selain itu, petani di desa tersebut juga mengalami gagal panen seluas 250 hektare akibat penggunaan bahan kimia yang tidak terkontrol.
dampak dari gagal panen tersebut, berimbas pada hasil produksi petani anjlok hingga 60 persen per musim panen, akibatnya petani mengalami kerugian dari sisi materil.