Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia dan Malaysia sedang mengupayakan pengakuan bersama (mutual recognition) sertifikat vaksinasi COVID-19, untuk memperkuat kerja sama kedua negara dalam mengatasi pandemi.
“Kami sepakat bahwa semua vaksin yang telah mendapatkan EUL WHO harus diperlakukan secara sama dan tidak boleh ada diskriminasi,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, merujuk pada izin penggunaan darurat vaksin dari Organisasi Kesehatan Dunia.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam konferensi pers bersama dengan Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah, yang melakukan kunjungan kerja ke Jakarta pada Senin.
Selain mengenai sertifikat vaksin, kedua negara sepakat untuk melakukan pengaturan laboratorium-laboratorium yang digunakan untuk melakukan tes usap PCR guna mengurangi penyalahgunaan keterangan hasil tes dan menekan risiko penularan COVID-19.
“Di dalam pertemuan, saya menyampaikan apresiasi atas program vaksinasi yang diberikan Malaysia untuk warga negara asing termasuk WNI yang berada di Malaysia,” tutur Menlu Retno.
Usaha untuk mempercepat pengakuan bersama sertifikat vaksinasi COVID-19 dapat didukung dengan pemanfaatan aplikasi berbasis digital yaitu PeduliLindungi milik Indonesia dan MySejahtera yang dikembangkan Malaysia.
“Yang perlu dilakukan adalah di tingkat pegawai teknis kedua negara untuk duduk bersama dan membahas bagaimana sistem itu bisa mempercepat pengakuan bersama (vaksinasi COVID-19),” ujar Menlu Malaysia.
Pengakuan bersama itu dinilainya penting, karena kedua negara ingin membuka kembali kerja sama ekonomi yang perlu didukung dengan fasilitas saling kunjung dan kerja sama, tanpa mengabaikan protokol kesehatan.
Dalam hal ini, Menlu Saifuddin mengusulkan kedua negara membuka perjalanan lintas batas secara bertahap dengan mendahulukan sektor yang dianggap penting.
“Sebagai contoh, kita perbaiki dulu perjalanan untuk tujuan resmi dan perdagangan, kemudian perjalanan dari satu tempat ke satu tempat, dan kemudian secara berangsur-angsur kita membuka (perjalanan lintas batas) seperti biasa,” kata dia.
Fasilitasi perjalanan untuk tujuan perdagangan, pendidikan, dan kemudian disusul pariwisata, diharapkan disiapkan secara rinci oleh kedua negara.
Indonesia sendiri menyambut baik usulan Malaysia dengan mendorong kesepakatan pengaturan koridor perjalanan (travel corridor arrangement) bagi pebisnis esensial kedua negara.
Pengaturan perjalanan yang bertujuan memfasilitasi mobilitas pelaku bisnis dengan aman, diharapkan bisa mendorong percepatan pemulihan ekonomi kedua negara.
Kerangka kesepakatan tersebut juga akan melengkapi implementasi ASEAN Travel Corridor Arrangement Framework (ATCAF) yang akan segera dijalankan.
Berdasarkan data pemerintah RI, angka perdagangan Indonesia-Malaysia pada periode Januari-Agustus 2021 mencapai 13 miliar dolar AS (sekitar Rp183,4 triliun).
Angka perdagangan bilateral itu meningkat 44 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020 yaitu sebesar 9 miliar dolar AS (Rp126,9 triliun).
“Walaupun selama pandemi ada kemajuan dalam kerja sama ekonomi, tetapi untuk merancang masa depan pascapandemi kita harus melipatgandakan lagi usaha-usaha yang dilakukan,” kata Menlu Saifuddin.