Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan adanya aliran uang terkait pengurusan tanah untuk proyek polder di Bekasi, yang diterima tersangka Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE), dengan memeriksa Handoyo Santoso sebagai saksi.
"Handoyo Santoso hadir sebagai saksi dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa, serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat. Tim penyidik mengonfirmasi mengenai pengurusan tanah bagi kebutuhan proyek polder di Bekasi dan dugaan aliran sejumlah uang untuk tersangka RE terkait dengan pengurusan tersebut," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Handoyo diperiksa tim penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (23/3).
Pada Kamis (6/1), KPK menetapkan sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap, dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Kelima penerima suap tersebut adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
Sementara itu, selaku pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah, dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, dan pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar. Selain itu, ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek tersebut, serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi juga diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, dengan sebutan untuk sumbangan masjid. Uang diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi, sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.
Berita Terkait
ANTARA buktikan negara hadir lewat berita ke pelosok nusantara
Jumat, 13 Desember 2024 21:15 Wib
KPK periksa Kepala Dinas Tata Ruang Kota Bekasi Junaedi
Rabu, 22 November 2023 15:34 Wib
Akhmad Munir dilantik menjadi Direktur Utama LKBN ANTARA
Jumat, 28 Juli 2023 20:16 Wib
KPK panggil tiga lurah terkait kasus Wali Kota Bekasi
Jumat, 21 Januari 2022 10:45 Wib
Wapres Ma'ruf ingatkan seluruh kepala daerah jangan sampai terkena KPK
Kamis, 6 Januari 2022 17:55 Wib
Menko PMK kenang saat menggantungkan hidup sebagai wartawan
Sabtu, 3 April 2021 7:32 Wib
Pernyataan Megawati siap diganti karena kesadaran regenerasi
Sabtu, 27 Maret 2021 16:25 Wib
Anton Medan tutup usia di Cibinong Bogor (vidio)
Senin, 15 Maret 2021 19:49 Wib