Warga Transmigran di Poso Keluhkan Penderitaan Mereka

id Poso, Transmigrasi

Warga Transmigran di Poso Keluhkan Penderitaan Mereka

Transmigran Arif Albeskorea menceritakan sejumlah penderitaan yang mereka alami selama di lokasi transmigrasi. (arif)

Arief Albeskorea : “Kami sudah beberapa kali sampaikan ke pemda Poso, justru kami diperintahkan oleh oknum PNS untuk melakukan demo di Pemda,”
Poso (antarasulteng.com) – Warga transmigrasi asal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang bermukim di daerah transmigrasi Desa Kancu, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, Rabu, mengeluhkan penderitaan mereka kepada Wakil Bupati Poso.

Namun keluhan itu justru berakhir dengan kekecewaan. Ketua Rombongan transmigran Arief Albeskorea, mengatakan kecewa dengan jawaban Wakil Bupati Poso Toto Samsuri, yang mengatakan persoalan transmigrasi wewenang pusat. Padahal menurutnya, transmigrasi di Desa Kancu merupakan wilayah Kabupaten Poso.

“Saya kecewa dengan jawaban Wabup, katanya transmigrasi wewenangnya pemerintah pusat, seharusnya ada tindak lanjut tentang persoalan kami,” kata Arief, Rabu di Poso, Rabu.

Arief menceritakan seluruh keluhan 50 kepala keluarga dari Sidoarjo di transmigrasi Kancu yang telah disampaikan kepada Wabup Poso. Menurutnya, saat ini warga transmigrasi yang berjumlah 100 kepala keuarga termasuk transmigrasi lokal 50 KK tersebut, tidak lagi menerima jaminan hidup (jadup) selama empat bulan sejak  Desember 2015. Mereka masuk ke wilayah transmigrasi tersebut sejak Agustus 2015.

Selain itu, jembatan yang menghubungkan Desa Kancu dengan daerah transmigrasi telah putus, akibatnya anak ke sekolah harus meniti jembatan bambu.

“Yang kami terima saat ini jadup hanya beras saja, yang lainya itu sudah tidak ada lagi, sudah selama empat bulan sampai saat ini, persoalan ini saya sudah sampaikan tadi kepada pihak transmigrasi di kantornya, katanya uangnya ada namun barang yang dibeli belum ada, kami terpaksa harus cari makan keluar daerah trans, padahal kami masih dalam bimbingan,” kata Arief.

Selain itu, mereka juga mengeluhkan gedung sekolah tidak dapat berfungsi dan Puskesmas tidak memiliki bidan. Sementara air bersih harus dikerjakan oleh 100 orang warga trasmigrasi untuk menggali dan mengairi sepanjang tiga kilometer.

Pekerjaan air tersebut menurut Arief, akan dikenakan sebagai padat karya, namun honor padat karya tak kujung datang. Bahkan tanah seluas 603 hektare yang diketahui milik transmigrasi dikelola sebagai lahan kebun, telah diklaim oleh PT Astra yang telah ditumbuhi tanaman sawit. Akibatnya warga Trasmigrasi harus membongkar hutan yang jauh dari pemukiman untuk dijadikan lahan kebun.

“Yang saya tau sejak kami diberangkatkan dari Jawa, kami diberitahukan lahan kebun telah siap tanam dan fasilitas kebun akan ditanggung oleh Astra, namun hakikatnya tidak. Kami harus bekerja di lahan sawit seluas 24 hektare selama tujuh hari sebanyak sembilan orang, hanya digaji Rp1 juta per hari, dibagikan sembilan orang,” ungkapnya.

Selain itu, menurutnya daerah transmigrasi tidak memiliki lahan pekuburan, sehingga untuk memakamkan keluarga terpaksa di pekarangan mereka sendiri. Sementara lahan kebun yang dikelola saat ini, menurut Arief sering diteror oleh masyarakat setempat, yang mengklaim lahan tersebut milik masyarakat lokal. Dia katakan, keluhan tersebut sudah berkali-kali disampaikan ke pemerintah, namun tidak pernah ditanggapi.

“Kami sudah beberapa kali sampaikan ke pemda Poso, justru kami diperintahkan oleh oknum PNS untuk melakukan demo di Pemda,” katanya.

Wakil Bupati Poso, Samsuri, tidak dapat ditemui dengan alasan masih banyak pekerjaan. "Bapak katakan, masih banyak pekerjaan, lain kali saja pak,” kata Sat Pol PP, yang bertugas di ruangan Wakil Bupati Poso.

Sementara Kepala Dinas Nakertras Kabupaten Poso, Rukimin Abusana, tidak berada di tempat. Demikian halnya Kabid Transmigrasi.

”Bapak lagi tugas di Palembang, sementara yang menangani transmigrasi, kabidnya ada tugas di Makasar pak," kata salah seorang staf.

Arief mengatakan jika penderitaan warga transmigrasi tersebut terus berlanjut, dirinya bersama warga Sidoarjo akan pulang ke kampung halaman. Menurutnya, dirinya bersama kawan trasmigrasi lainnya akan menghadap Presiden Jokowi untuk meminta pertanggung jawaban persoalan hidup warga Sidoarjo.

Arif merupakan warga Timor-timor itu sebelumnya memperjuangkan merah putih melawan Xanana Gusmao di Kabupaten Luikisia tahun 1999. Ketika Megawati saat itu menjabat wakil Presiden mengatakan warga exodus yang telah berjuang, akan di lokasikan di Trasmigrasi dengan lahan siap pakai.

“Saya dikatakan oleh Megawati bahwa warga exodus Tim-tim akan di transmigrasikan dengan lahan yang siap, nah ini saya akan sampaikan kepada Jokowi, mana perhatian sebagai pembela merah putih,” katanya.

Menurut Arif daerah transmigrasi memiliki lahan pekarangan sebesar 15 are dan lahan kebun sebesar 50 are. Dirinya berharap agar pemerintah segera memperhatikan kehidupan warga transmigrasi, sementara untuk Presiden Jokowi, dirinya meminta untuk mengambalikan hak tanah yang telah diambil alih sebagai tukar guling oleh PT Astra.(fery/R007)