Jakarta (ANTARA) - Di tengah menjamurnya gerai kudapan asal Korea Selatan di pusat perbelanjaan modern, ada terdapat satu gerai yang menyajikan kue-kue tradisional.
Meski gerai itu tidak luas, namun pemandangan berbagai kudapan, seperti kue ijo, ongol-ongol, kue jongkong, cenil dan kue pulut, nampak tersaji dengan rapi di dalam etalase kaca gerai bertuliskan Fin's Recipe tersebut.
Warna hijau segar dari daun suji pada kue ijo, maupun segarnya buah tropis dalam kue ager, seakan menarik mata pengunjung untuk sejenak melihat toko tersebut.
"Silakan kak, kue ijonya," kata pegawai kasir di toko itu.
Kue ijo, katanya, adalah jenis kue yang paling banyak digemari oleh konsumen. Sekilas, kue tersebut seperti kue lumpang, jajanan tradisional asal Palembang yang berbentuk seperti mangkok kecil dan ditaburi oleh parutan kelapa.
Staf marketing toko itu Felicia Djohan menjelaskan kue ijo memang modifikasi dari kue lumpang, hanya saja kue ijo buatannya tidak mengandung santan, sehingga lebih sehat dan ringan untuk dimakan.
Kue ijo menjadi spesial di antara kue lainnya, mengingat jenis kue tersebutlah yang pertama kali diluncurkan ke khalayak untuk dipromosikan sebagai produk pada tahun 2014.
Awal mulanya toko di toko itu hanya ada satu kue andalan yang sudah sering dibuat oleh ibu pemilik toko, yaitu kue ijo. Semua saudara dan kerabat yang pernah mencicipi selalu suka dan memuji kue tersebut.
Dari kesan positif itu, Felicia dan keluarga memberanikan diri untuk membuat kue ijo dan memasarkannya secara berkelas dengan kemasan ala kue oleh-oleh dari Jepang.
Cara unik
Melihat dari kemasannya, toko itu mencoba menceritakan kelebihan kue ijo buatan mereka dengan gambar sederhana dan tulisan "secret", "heritage", "vision", "recipe", natural dan “vegan friendly”.
Ketika kemasan dibuka, tersusun 10 buah kue ijo, dengan parutan kelapa terpisah, dan tiga buah garpu kecil mengingat kudapan tersebut dibuat untuk makan bersama (sharing).
Cara memakannya pun unik, tinggal menusuk kue ijo dengan garpu yang sudah disediakan, kemudian dibubuhkan ke parutan kelapa, atau taburkan saja parutan kelapa di atas kue ijo.
Tekstur kue ijo sendiri kenyal karena terbuat dari tepung tapioka dan tepung beras, serta memiliki rasa manis yang pas dengan aroma daun suji, serta pandan. Kudapan ini menjadi seimbang rasanya jika dimakan dengan taburan parutan kelapa yang sedikit gurih.
Adapun sekotak kue ijo ini dihargai Rp60 ribu dengan isian 10 buah kue dan parutan kelapa yang dapat dinikmati bersama.
Salah satu konsumen, Mika Isrianti (31) mengaku harga kue ijo memang relatif mahal, namun pembeli mendapat kenyamanan karena kemasan yang pantas dan aman untuk dibawa bepergian.
Memang kalau dibandingkan kue pasar tentu jauh harganya, tapi konsumen membeli dengan packaging yang sangat layak, apalagi untuk buah tangan saat datang ke rumah keluarga. Konsumen juga yakin kualitas kue tersebut pasti sudah masuk quality control.
Produk kue tradisional itu diyakini akan terus digemari msayarakat karena sudah terlalu banyak kue modern yang rasanya monoton dan tidak cukup memikat pembeli.
Hal itu terbukti dengan tren penjualan yang terus meningkat. Kue-kue di toko itu awalnya dipasarkan lewat media sosial dan aplikasi perpesanan.
Berselang empat bulan saja, permintaan kue ijo semakin bertambah, bahkan membuat karyawan kewalahan, hingga akhirnya toko pertama di Pantai Indah Kapuk mulai melayani pembeli pada 2015.
Kini, toko itu sudah membuka 15 toko yang berada di dalam mal, supermarket, hingga bandara. Penjualan kue semakin meningkat dengan adanya promosi dari selebgram, artis papan atas, hingga istri pejabat.
Kebanyakan dari mereka memang tidak ada satu pun yang diminta untuk meng-endorse. Ada yang mengunggah lalu mention ke pemilik toko, sampai ada yang bawa kue itu di acara televisi.
Di samping mempertahankan kualitas produk, perusahaan juga menargetkan selalu ada penambahan kue baru setiap tahunnya.
Saat ini, terdapat 10 kue yang dijual dengan kisaran harga, mulai Rp55.000 sampai Rp120.000 per kotak.
Ramah vegan
Selain menggunakan resep dari ibunda, beberapa produk toko kue tradisional itu juga ramah vegan (vegan friendly) karena tidak menggunakan susu hewani dan olahannya, serta bebas gluten.
Kue ijo dan lainnya, seperti kue ketan item, jongkong kita, ongol-ongol, dan cenil ijo, menjadi sajian ramah vegan yang bisa dipilih.
Praktisi vegan komunitas multikultural "Veggie is halal" di Belgia Alfi Yusrina (31) menjelaskan jajanan pasar Indonesia lebih kaya akan variasi dibandingkan jajanan negara-negara Eropa, termasuk Belgia.
Resep-resep kue tradisional Indonesia jauh lebih mudah untuk diadopsi ke dalam diet vegan karena tidak menggunakan susu sapi dan produk turunannya. Alih-alih menggunakan susu, kue basah, seperti dadar gulung, kue lapis, bubur sumsum, kue putu ayu, nagasari, dan lainnya, lebih banyak menggunakan santan.
Banyak resep makanan tradisional Indonesia yang cocok dengan diet vegan karena makanan Indonesia sering memakai santan, margarin atau agar-agar dibandingkan resep Eropa yang banyak memakai susu sapi, mentega, dan gelatine.
Seiring dengan banyaknya masyarakat yang memilih gaya hidup sehat serta mendukung keberlanjutan dunia dengan mengonsumsi panganan nabati, praktisi vegan kini dimudahkan dengan banyaknya restoran maupun makanan yang ramah vegan.
Meski belum menyamai jumlah vegan di Eropa, makanan utama dan kudapan Indonesia sejatinya lebih ramah vegan, seperti sayur asem, sayur lodeh, sayur bobor bayam, dan kue-kue tradisional yang dijajakan di pasar.