MA batalkan vonis bebas terdakwa korupsi kolam labuh
Mataram (ANTARA) - Hakim Mahkamah Agung membatalkan vonis bebas terdakwa korupsi penataan dan pengerukan kolam labuh Dermaga Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, bernama Nugroho yang menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Kamis, membenarkan hal tersebut sesuai dengan isi petikan putusan kasasi nomor: 1244 K/Pid.Sus/2023.
"Iya, sesuai dengan petikan putusan yang kami terima dari Mahkamah Agung, hakim kasasi membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama untuk terdakwa Nugroho yang sebelumnya menyatakan bebas," kata Kelik.
Dalam putusan kasasi Nugroho, kata dia, hakim mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana korupsi Mataram Nomor: 14/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mtr, tanggal 21 September 2022.
Selanjutnya, hakim mengadili sendiri dengan menyatakan Nugroho tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dengan isi dakwaan primer jaksa penuntut umum.
"Dengan mengadili sendiri, hakim kasasi menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Nugroho selama 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan," ujarnya.
Hakim dalam putusan kasasi Nugroho turut memerintahkan Bank BNI Cabang Utama Bandung selaku penjamin uang muka proyek pada tahun 2016 tersebut memerintahkan untuk mencairkan jaminan uang muka proyek senilai Rp6,7 miliar, selanjutnya diserahkan ke kas daerah Kabupaten Lombok Timur.
Nilai tersebut sesuai dengan pencairan 20 persen anggaran proyek yang dinilai hakim menjadi uang pengganti kerugian negara.
Hakim pun menjatuhi hukuman demikian dengan menyatakan terdakwa Nugroho terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan subsider, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan menyatakan demikian, hakim menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
"Dalam putusan, hakim menetapkan terdakwa agar ditahan," ucap Kelik.
Terhadap petikan putusan tersebut, pihaknya sedang menyiapkan untuk pemberitahuan kepada pihak terdakwa maupun jaksa penuntut umum.
"Karena putusan baru kami terima pada hari Rabu (24/5), para pihak akan segera kami kabarkan, sekarang sedang kami siapkan (berkas pemberitahuan)," katanya.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo di Mataram, Kamis, membenarkan hal tersebut sesuai dengan isi petikan putusan kasasi nomor: 1244 K/Pid.Sus/2023.
"Iya, sesuai dengan petikan putusan yang kami terima dari Mahkamah Agung, hakim kasasi membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama untuk terdakwa Nugroho yang sebelumnya menyatakan bebas," kata Kelik.
Dalam putusan kasasi Nugroho, kata dia, hakim mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana korupsi Mataram Nomor: 14/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mtr, tanggal 21 September 2022.
Selanjutnya, hakim mengadili sendiri dengan menyatakan Nugroho tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dengan isi dakwaan primer jaksa penuntut umum.
"Dengan mengadili sendiri, hakim kasasi menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Nugroho selama 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan," ujarnya.
Hakim dalam putusan kasasi Nugroho turut memerintahkan Bank BNI Cabang Utama Bandung selaku penjamin uang muka proyek pada tahun 2016 tersebut memerintahkan untuk mencairkan jaminan uang muka proyek senilai Rp6,7 miliar, selanjutnya diserahkan ke kas daerah Kabupaten Lombok Timur.
Nilai tersebut sesuai dengan pencairan 20 persen anggaran proyek yang dinilai hakim menjadi uang pengganti kerugian negara.
Hakim pun menjatuhi hukuman demikian dengan menyatakan terdakwa Nugroho terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan subsider, yakni Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan menyatakan demikian, hakim menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
"Dalam putusan, hakim menetapkan terdakwa agar ditahan," ucap Kelik.
Terhadap petikan putusan tersebut, pihaknya sedang menyiapkan untuk pemberitahuan kepada pihak terdakwa maupun jaksa penuntut umum.
"Karena putusan baru kami terima pada hari Rabu (24/5), para pihak akan segera kami kabarkan, sekarang sedang kami siapkan (berkas pemberitahuan)," katanya.