Kelompok Peduli Kampus berharap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) secara konsisten menangani kasus dugaan korupsi di lingkungan Universitas Tadulako (Untad) Palu senilai Rp1,7 miliar.
"Kami para dosen yang tergabung dalam kelompok peduli kampus ikut melakukan upaya advokasi penegakan hukum di level aparat penegak hukum (APH), termasuk mengadvokasi kasus ini ke tingkat aparat pengawas institusi pemerintah (APIP) Inspektorat Jendral Kemendikbudristek," kata Sekretaris Kelompok Peduli Kampus Untad Palu Jamaluddin Mariajang melalui keterangan tertulisnya diterima di Palu, Selasa.
Dia mengemukakan langkah ini dilakukan pihaknya sebagai gerakan sosial moral yang independen, sukarela, dan imparsial atas praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat sebelumnya di perguruan tinggi negeri tersebut.
Selain itu, pihaknya juga mendukung penanganan kasus dilakukan Kejati Sulteng, yang saat ini sedang proses penghitungan kerugian negara.
Sejak 10 Agustus 2021, kata dia, pihaknya telah melaporkan kasus dugaan korupsi kepada APH dengan perkiraan kerugian negara sekitar Rp56 miliar.
Dari laporan itu, saat ini Kejati Sulteng masih mendalami satu kasus yakni dugaan korupsi International Publication and Collaborative Center (IPCC) senilai Rp1,7 berdasarkan temuan BPK RI sebagaimana yang termuat dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan (LHP-LK) tahun 2021 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Selain itu, kata dia, terdapat temuan sejenis yang bersumber dari hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek terkait dengan perjalanan dinas dalam negeri dan kegiatan fiktif senilai Rp574 juta.
"Upaya advokasi kami lakukan telah mendorong kedua institusi tersebut melakukan pemeriksaan, baik dalam bentuk audit investigasi maupun pemeriksaan atas laporan keuangan yang bermuara pada temuan kerugian keuangan negara dan hukuman disiplin di lingkungan Kemendikbudristek," ucap Jamaluddin.
Ketua Kelompok Peduli Kampus Untad Prof Djayani Nurdin mengatakan selain advokasi penegakan hukum, pihaknya juga telah mengadvokasi rekomendasi Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek kepada pimpinan Untad untuk segera melakukan revisi organisasi dan tata kerja (OTK) yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Permendikbudristek Nomor 41 Tahun 2023 tentang OTK Untad.
"Kami para dosen yang tergabung dalam kelompok peduli kampus ikut melakukan upaya advokasi penegakan hukum di level aparat penegak hukum (APH), termasuk mengadvokasi kasus ini ke tingkat aparat pengawas institusi pemerintah (APIP) Inspektorat Jendral Kemendikbudristek," kata Sekretaris Kelompok Peduli Kampus Untad Palu Jamaluddin Mariajang melalui keterangan tertulisnya diterima di Palu, Selasa.
Dia mengemukakan langkah ini dilakukan pihaknya sebagai gerakan sosial moral yang independen, sukarela, dan imparsial atas praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat sebelumnya di perguruan tinggi negeri tersebut.
Selain itu, pihaknya juga mendukung penanganan kasus dilakukan Kejati Sulteng, yang saat ini sedang proses penghitungan kerugian negara.
Sejak 10 Agustus 2021, kata dia, pihaknya telah melaporkan kasus dugaan korupsi kepada APH dengan perkiraan kerugian negara sekitar Rp56 miliar.
Dari laporan itu, saat ini Kejati Sulteng masih mendalami satu kasus yakni dugaan korupsi International Publication and Collaborative Center (IPCC) senilai Rp1,7 berdasarkan temuan BPK RI sebagaimana yang termuat dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan (LHP-LK) tahun 2021 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Selain itu, kata dia, terdapat temuan sejenis yang bersumber dari hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek terkait dengan perjalanan dinas dalam negeri dan kegiatan fiktif senilai Rp574 juta.
"Upaya advokasi kami lakukan telah mendorong kedua institusi tersebut melakukan pemeriksaan, baik dalam bentuk audit investigasi maupun pemeriksaan atas laporan keuangan yang bermuara pada temuan kerugian keuangan negara dan hukuman disiplin di lingkungan Kemendikbudristek," ucap Jamaluddin.
Ketua Kelompok Peduli Kampus Untad Prof Djayani Nurdin mengatakan selain advokasi penegakan hukum, pihaknya juga telah mengadvokasi rekomendasi Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek kepada pimpinan Untad untuk segera melakukan revisi organisasi dan tata kerja (OTK) yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Permendikbudristek Nomor 41 Tahun 2023 tentang OTK Untad.
"Yang mana, pimpinan Untad dituntut untuk melakukan sejumlah penyesuaian struktural kelembagaan dan nomenklatur jabatan pada perguruan tinggi tersebut," ujarnya.
Dalam ketentuan OTK baru, kata dia, disebutkan bahwa Rektor Untad harus melakukan penyesuaian paling lambat tiga bulan sejak peraturan tersebut diundangkan, yang masa tenggang jatuh pada 13 September 2023.
Selain revisi OTK, kata Djayani, pihaknya juga telah berhasil mendorong perbaikan sistem remunerasi yang selama ini tidak rasional, karena berbagai kebocoran dan inefisiensi anggaran.
"Siapa saja bisa mengawasi lembaga pendidikan tinggi ini, dan pengawasan masyarakat penting untuk kebaikan penyelenggaraan birokrasi maupun penyelenggaraan pendidikan di Untad," kata dia.
Dalam ketentuan OTK baru, kata dia, disebutkan bahwa Rektor Untad harus melakukan penyesuaian paling lambat tiga bulan sejak peraturan tersebut diundangkan, yang masa tenggang jatuh pada 13 September 2023.
Selain revisi OTK, kata Djayani, pihaknya juga telah berhasil mendorong perbaikan sistem remunerasi yang selama ini tidak rasional, karena berbagai kebocoran dan inefisiensi anggaran.
"Siapa saja bisa mengawasi lembaga pendidikan tinggi ini, dan pengawasan masyarakat penting untuk kebaikan penyelenggaraan birokrasi maupun penyelenggaraan pendidikan di Untad," kata dia.