Transportasi masih dianggap kebutuhan komplementer
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah mengatakan transportasi masih dianggap sebagai kebutuhan komplementer, bukan kebutuhan dasar bagi masyarakat Indonesia.
"Transportasi itu kebutuhan dasar, akan tetapi kami lihat saat ini transportasi masih jadi komplementer dari kebutuhan lain. Yang paling pokok itu sembako, sembako itu banyak kebijakannya makanya arahnya banyak bansos," katanya dalam Sosialisasi PP Nomor 35 Tahun 2023 di Jakarta, Selasa.
Trubus mengungkapkan, khususnya di daerah, political will untuk menciptakan layanan transportasi masih sangat minim.
Ia mencontohkan kasus mudik gratis, di mana masyarakat peserta mudik gratis masih perlu merogoh kocek dalam untuk bisa sampai ke rumah meski ikut program mudik gratis.
"Mudik gratis itu sampai kotanya saja. Habis itu pemudik harus pakai ojek atau sewa untuk bisa sampai rumah, percuma, tetap perlu mengeluarkan uang," katanya.
Menurut Trubus, angkutan desa, termasuk angkutan di daerah, tidak berjalan optimal karena membutuhkan anggaran besar, sementara anggaran pemda tidak mencukupi.
Belum lagi tuntutan masyarakat yang menginginkan angkutan yang aman dan nyaman, sementara anggaran yang dibutuhkan sangat besar.
Tantangan lain yang menanti juga terkait kendaraan listrik di daerah, khususnya terkait penyediaan infrastruktur pendukungnya.
Lead Advisor GIZ SUTRI NAMA & INDOBUS Achmad Zacky Ambadar menilai faktor pendanaan jadi tantangan terbesar dalam mengimplementasikan transportasi.
Oleh karena itu, GIZ sebagai Tim Teknis Jerman yang diberi mandat oleh Pemerintah Republik Federal Jerman melalui BUMN, Pemerintah Kerajaan Inggris Raya, dan Irlandia Utara melalui BEIS, serta Konfederasi Swiss yang diwakili oleh State Secretariat for Economic Affairs (SECO) Swiss, telah memberikan bantuan pengembangan transportasi berkelanjutan lewat proyek Sustainable Urban Transport Programme Indonesia (SUTRI NAMA) dan komponen Indonesian Bus Rapid Transit Corridor Development Project (INDOBUS) di enam kota, yaitu Pekanbaru, Batam, Bandung, Semarang, Surabaya dan Makassar.
"Kita ketahui bahwa kebutuhan anggaran untuk penyelenggaraan transportasi ini sangat besar tetapi sampai saat ini ternyata kemampuan keuangan atau ruang fiskal pemerintah daerah masih sangat terbatas. Artinya daerah perlu mencari alternatif pendanaan lain yang bisa digunakan untuk mengakses pembangunan transportasi," katanya.
Zacky berharap PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diharapkan dapat mendukung penyediaan layanan transportasi publik bagi masyarakat.
Beleid tersebut mengatur penggunaan 10 persen pendapatan pajak kendaraan bermotor yang harus digunakan pemerintah daerah untuk perbaikan atau pembangunan transportasi.
"PP 35/2023 mengamanatkan minimal 10 persen pajak kendaraan motor untuk pengembangan transportasi. Apakah ke public transport atau ke pembangunan jalan. Ini jadi langkah awal mengembangkan sistem transportasi berkelanjutan di kota masing-masing. Kami berharap bisa lebih dalam menggali potensi pendanaan yang ada," katanya.
"Transportasi itu kebutuhan dasar, akan tetapi kami lihat saat ini transportasi masih jadi komplementer dari kebutuhan lain. Yang paling pokok itu sembako, sembako itu banyak kebijakannya makanya arahnya banyak bansos," katanya dalam Sosialisasi PP Nomor 35 Tahun 2023 di Jakarta, Selasa.
Trubus mengungkapkan, khususnya di daerah, political will untuk menciptakan layanan transportasi masih sangat minim.
Ia mencontohkan kasus mudik gratis, di mana masyarakat peserta mudik gratis masih perlu merogoh kocek dalam untuk bisa sampai ke rumah meski ikut program mudik gratis.
"Mudik gratis itu sampai kotanya saja. Habis itu pemudik harus pakai ojek atau sewa untuk bisa sampai rumah, percuma, tetap perlu mengeluarkan uang," katanya.
Menurut Trubus, angkutan desa, termasuk angkutan di daerah, tidak berjalan optimal karena membutuhkan anggaran besar, sementara anggaran pemda tidak mencukupi.
Belum lagi tuntutan masyarakat yang menginginkan angkutan yang aman dan nyaman, sementara anggaran yang dibutuhkan sangat besar.
Tantangan lain yang menanti juga terkait kendaraan listrik di daerah, khususnya terkait penyediaan infrastruktur pendukungnya.
Lead Advisor GIZ SUTRI NAMA & INDOBUS Achmad Zacky Ambadar menilai faktor pendanaan jadi tantangan terbesar dalam mengimplementasikan transportasi.
Oleh karena itu, GIZ sebagai Tim Teknis Jerman yang diberi mandat oleh Pemerintah Republik Federal Jerman melalui BUMN, Pemerintah Kerajaan Inggris Raya, dan Irlandia Utara melalui BEIS, serta Konfederasi Swiss yang diwakili oleh State Secretariat for Economic Affairs (SECO) Swiss, telah memberikan bantuan pengembangan transportasi berkelanjutan lewat proyek Sustainable Urban Transport Programme Indonesia (SUTRI NAMA) dan komponen Indonesian Bus Rapid Transit Corridor Development Project (INDOBUS) di enam kota, yaitu Pekanbaru, Batam, Bandung, Semarang, Surabaya dan Makassar.
"Kita ketahui bahwa kebutuhan anggaran untuk penyelenggaraan transportasi ini sangat besar tetapi sampai saat ini ternyata kemampuan keuangan atau ruang fiskal pemerintah daerah masih sangat terbatas. Artinya daerah perlu mencari alternatif pendanaan lain yang bisa digunakan untuk mengakses pembangunan transportasi," katanya.
Zacky berharap PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diharapkan dapat mendukung penyediaan layanan transportasi publik bagi masyarakat.
Beleid tersebut mengatur penggunaan 10 persen pendapatan pajak kendaraan bermotor yang harus digunakan pemerintah daerah untuk perbaikan atau pembangunan transportasi.
"PP 35/2023 mengamanatkan minimal 10 persen pajak kendaraan motor untuk pengembangan transportasi. Apakah ke public transport atau ke pembangunan jalan. Ini jadi langkah awal mengembangkan sistem transportasi berkelanjutan di kota masing-masing. Kami berharap bisa lebih dalam menggali potensi pendanaan yang ada," katanya.