Jakarta (ANTARA) - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz menilai manajemen di setiap tempat pemungutan suara (TPS) harus diperbaiki lantaran belum berjalan dengan baik sehingga banyak kesalahan teknis terjadi.
"Kami tidak melihat sebetulnya bagaimana manajemen di tingkat TPS sudah baik. Kami tidak melihat itu ketika melakukan pemantauan di hari H pemilu," kata Kahfi saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, hal tersebut lantaran banyak anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang tidak mendapatkan ilmu yang cukup selama bimbingan teknis.
Selain itu, lanjut Kahfi, para KPPS tidak memiliki pegangan buku pedoman yang menjelaskan soal peraturan teknis di beberapa TPS.
"Ketidak tahuan itu menumbuhkan tekanan yang cukup kuat ketika ada saksi pemantauan atau bahkan dari publik secara umum," kata dia.
Hal tersebut yang membuat beberapa kesalahan teknis yang mempengaruhi proses penghitungan suara terjadi.
Selain berdampak kepada munculnya kesalahan teknis, manajemen yang buruk menyebabkan para KPPS bekerja terlalu keras sehingga menyebabkan beberapa anggota jatuh sakit hingga meninggal dunia.
Karenanya, Perludem melihat perlu ada penguatan manajemen teknis yang dilakukan KPPS di setiap TPS. Dengan demikian, kesalahan pun bisa diminimalisir pada saat hari pemungutan suara.
Sebelumnya, anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos mengatakan pihaknya akan mengevaluasi infrastruktur hingga sumber daya manusia (SDM) petugas KPPS terkait kesalahan data antara Form C hasil yang diunggah ke Sirekap dengan data di tempat pemungutan suara (TPS).
"Sistem itu akan sangat tergantung bagi manusianya, apa pun jenis sistem informasi yang digunakan akan juga sangat tergantung bagi penggunanya. Oleh karena itu, ini menjadi bagian evaluasi KPU," kata Betty di Gedung KPU RI, Jakarta, Senin (19/2).
Betty mengatakan pengunggahan data yang dilakukan petugas KPPS di setiap TPS memerlukan infrastruktur memadai, seperti telepon genggam atau ponsel hingga jaringan internet cepat.
Pasalnya, menurut Betty, data Form C hasil tersebut harus difoto menggunakan gawai setiap anggota KPPS. Kemudian, foto tersebut dimasukkan ke dalam situs Sirekap.
Sirekap diketahui menggunakan teknologi pengenalan tanda optis atau optical mark recognition (OMR) dan pengenalan karakter optis atau optical character recognition (OCR).
Teknologi itu memungkinkan untuk mengenali pola tulisan manual dan dapat diterjemahkan sebagai nilai angka. Dengan demikian, angka berupa tulisan dapat di foto langsung dikonversikan menjadi data numerik di Sirekap.
Betty menjelaskan permasalahan terjadi ketika teknologi Sirekap itu tidak bisa mendeteksi foto tulisan angka dengan baik, sehingga terjadi perbedaan data numerik.
Kemudian, anggota KPU RI Idham Kholid mengatakan penghitungan suara sempat tertunda karena pihaknya telah melakukan sinkronisasi antara data TPS dengan data di Sirekap.
Walaupun demikian, dia memastikan proses rekapitulasi yang dilakukan petugas hingga saat ini sudah berlangsung di beberapa kota besar, termasuk Jakarta.