Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz mengingatkan agar kampanye peserta pemilu di lingkungan kampus tersebut tidak dijadikan sarana untuk mengambil keuntungan oleh sebelah pihak saja.
"Apabila kampanye peserta pemilu dilakukan di lingkungan kampus maka harus menjamin keberimbangan. Yang namanya keberimbangan, fairness dari kegiatan kampanye itu juga dijamin dengan baik,” kata Kahfi saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Kahfi menjelaskan bahwa keberimbangan harus dijamin lantaran kampus sebagai sebuah institusi yang diisi oleh segenap civitas akademika tidak bisa menentukan preferensinya secara sepihak.
Pasalnya, kata Kahfi, perguruan tinggi negeri (PTN) juga berada dalam naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) ataupun Kementerian Agama (Kemenag), sehingga ketika kampus itu misalnya masih berinduk ke negara itu ada banyak sekali hubungan dengan negara.
“Jangan sampai kemudian ini dimanfaatkan agar diberikan slot-slot atau durasi-durasi kampanye yang lebih panjang, atau malah justru kemudian mempersulit kampanye-kampanye kepada misalnya calon-calon atau kandidat-kandidat yang oposisi, yang di luar pemerintah dan sebagainya,” sambungnya.
Sebelumnya pada Sabtu (23/7), Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari menyebut sesuai aturan perundang-undangan kampanye di kampus diperbolehkan jika terpenuhi unsur-unsur seperti diundang oleh rektor, tidak menggunakan atribut peserta pemilu, dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk setiap calon.
Sementara itu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Ahmad Sabiq menilai kampus merupakan salah satu tempat yang tepat untuk penyelenggaraan kampanye pemilu.
Saat dihubungi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin, Sabiq mengaku sependapat dengan pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari yang menyebutkan bahwa peserta pemilu boleh berkampanye di kampus namun dengan beberapa catatan yang harus dipenuhi.
"Memang seharusnya begitu. Kampus adalah tempat yang tepat untuk penyelenggaraan kampanye, tentu dalam nuansa akademis," kata pengampu mata kuliah Teori Partai Politik dan Sistem Pemilu itu.
Dengan demikian, kata dia, partai politik peserta pemilu termasuk para kandidat presiden dapat menguji, mempertajam visi-misi, dan programnya melalui diskusi maupun berdebat dengan kalangan civitas academica.
"Makanya debat presiden di Amerika Serikat selalu dimulai di kampus," kata Sabiq.
Selain harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan, kata dia, ada sejumlah hal yang harus betul-betul dijaga oleh kampus dalam penyelenggaraan kampanye.
"Pertama, kampus jangan sampai partisan. Apalagi terlibat dalam politik praktis," katanya.
Selanjutnya yang kedua, kata dia, kampus harus menjunjung tinggi muruah akademisnya agar terpelihara independensi.
Sementara yang ketiga, ujar dia, kampus harus bersikap adil dengan tidak condong kepada salah satu partai dan calon atau bahkan menjadi tim suksesnya.
Terkait dengan sikap adil, ia mengatakan hal itu dapat diwujudkan dengan memberi kesempatan yang sama kepada partai politik maupun para kandidat presiden untuk berkampanye di kampus.
"Yang penting sudah diberikan kesempatan sama, ada sikap adil dari kampus terhadap parpol atau calon presiden. Kalau kesempatan yang setara sudah diberikan, tetapi tidak diambil artinya parpol atau capresnya yang belum siap," kata Sabiq.