DPR nilai pencegahan stunting lebih efektif jika libatkan ulama
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menilai pencegahan stunting di Indonesia dengan melibatkan ulama akan lebih efektif menurunkan angka stunting dibandingkan dengan hanya mengandalkan pemerintah dan tokoh masyarakat.
"Jadi tidak hanya pemerintah, menjadi tanggung jawab tokoh masyarakat, tapi akan lebih efektif lagi kalau kita juga melibatkan para alim ulama," kata Nurhadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Percepatan Penurunan Stunting Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dengan demikian, menurut dia, pemerintah sudah sepatutnya mengajak atau mengikutsertakan ulama di Indonesia untuk melakukan pencegahan stunting.
Berikutnya Nurhadi juga menyoroti persoalan jumlah kasus stunting yang banyak di Bondowoso, Jawa Timur. Menurut dia, salah satu penyebab tingginya angka stunting di Bondowoso adalah pernikahan usia dini.
"Saya juga pernah berkunjung ke Bondowoso, saat itu saya bersama BKKBN. Di Bondowoso itu, cukup tinggi angka stuntingnya. Ini disebabkan oleh pernikahan dini," ujarnya.
Nurhadi menyampaikan pernikahan dini di Bondowoso antara lain terjadi karena perjodohan oleh pihak keluarga.
'Pernikahan dini ini bisa terjadi karena dijodohkan. Jadi peran dari pondok pesantren ini seorang kiai mempunyai anak dijodohkan dengan anak kiai dari pesantren lain," ujar dia.
Terkait dengan keterlibatan pondok pesantren, Nurhadi mengingatkan Kementerian Agama (Kemenag) untuk memaksimalkan edukasi pencegahan stunting di pesantren-pesantren.
Sebelumnya dalam kesempatan yang sama, Kemenag telah menyatakan ikut mengupayakan penurunan angka stunting di Indonesia dengan menghadirkan beragam program edukasi, mulai dari Program Bimbingan Perkawinan, Bimbingan Keluarga, hingga bekerja sama dengan perguruan tinggi.
"Kami memberikan bimbingan, kemudian bimbingan perkawinan, dan bimbingan keluarga. Ini yang kami laksanakan di Kementerian Agama. Kemudian kami kerja sama dengan universitas dan juga ormas keagamaan, bekerja sama dengan perguruan-perguruan tinggi keagamaan," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin.
"Jadi tidak hanya pemerintah, menjadi tanggung jawab tokoh masyarakat, tapi akan lebih efektif lagi kalau kita juga melibatkan para alim ulama," kata Nurhadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Percepatan Penurunan Stunting Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dengan demikian, menurut dia, pemerintah sudah sepatutnya mengajak atau mengikutsertakan ulama di Indonesia untuk melakukan pencegahan stunting.
Berikutnya Nurhadi juga menyoroti persoalan jumlah kasus stunting yang banyak di Bondowoso, Jawa Timur. Menurut dia, salah satu penyebab tingginya angka stunting di Bondowoso adalah pernikahan usia dini.
"Saya juga pernah berkunjung ke Bondowoso, saat itu saya bersama BKKBN. Di Bondowoso itu, cukup tinggi angka stuntingnya. Ini disebabkan oleh pernikahan dini," ujarnya.
Nurhadi menyampaikan pernikahan dini di Bondowoso antara lain terjadi karena perjodohan oleh pihak keluarga.
'Pernikahan dini ini bisa terjadi karena dijodohkan. Jadi peran dari pondok pesantren ini seorang kiai mempunyai anak dijodohkan dengan anak kiai dari pesantren lain," ujar dia.
Terkait dengan keterlibatan pondok pesantren, Nurhadi mengingatkan Kementerian Agama (Kemenag) untuk memaksimalkan edukasi pencegahan stunting di pesantren-pesantren.
Sebelumnya dalam kesempatan yang sama, Kemenag telah menyatakan ikut mengupayakan penurunan angka stunting di Indonesia dengan menghadirkan beragam program edukasi, mulai dari Program Bimbingan Perkawinan, Bimbingan Keluarga, hingga bekerja sama dengan perguruan tinggi.
"Kami memberikan bimbingan, kemudian bimbingan perkawinan, dan bimbingan keluarga. Ini yang kami laksanakan di Kementerian Agama. Kemudian kami kerja sama dengan universitas dan juga ormas keagamaan, bekerja sama dengan perguruan-perguruan tinggi keagamaan," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin.