Jakarta (ANTARA) - Revisi Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) mengandung penguatan beberapa unsur termasuk terkait kegiatan konservasi di wilayah yang ditentukan sampai memberikan payung hukum pendanaan, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Memang ada esensi kebaruan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 untuk menanggapi kebutuhan publik sebenarnya," ujar Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko dalam pertemuan dengan media di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan bahwa perubahan yang tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE termasuk pelaksanaan konservasi yang semula hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan masyarakat ditambah juga menjadi kewajiban pemerintah daerah.
Selain itu, pengaturan kegiatan konservasi kini terdiri atas Kawasan Suaka Alam (KSA), Kawasan Pelestarian Alam (KPA), kawasan konservasi di perairan, wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil (KKPWP3K) serta areal preservasi.
Terdapat pula penguatan penegakan hukum dan aspek pendanaan untuk keanekaragaman hayati baik nasional maupun internasional yang dirumuskan dalam hal kondisi, penghimpunan juga implementasinya.
"Kita sadar bahwa APBN tentu sangat terbatas dalam membiayai konservasi sehingga bentuk-bentuk inisiatif baru, terobosan baru dalam mendanai konservasi itu saya kira perlu dilakukan. Akan tetapi dalam UU 5/1990 ini payung hukumnya belum ada, sehingga di dalam UU 32/2024 ini diberi payung hukum yang kuat untuk melakukan inovasi-inovasi di dalam pendanaan konservasi," katanya.
Terkait implementasi UU yang telah disahkan Presiden Joko Widodo pada 7 Agustus 2024 itu, Satyawan mengatakan akan dikeluarkan aturan turunan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang akan dikeluarkan paling lambat sampai 2025.