Makassar, Sulawesi Selatan (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat di wilayah Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampua) hingga ke daerah pelosok sebagai upaya memperkuat perlindungan konsumen dan mencerdaskan masyarakat dari sisi keuangan.
Kepala OJK Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) Darwisman di Makassar, Senin, mengatakan OJK telah melaksanakan sebanyak 2.402 kegiatan edukasi keuangan di wilayah Sulampua dengan menjangkau 288.641 peserta dari berbagai kalangan sejak periode Januari - Oktober 2024.
Ia menjelaskan bahwa rendahnya literasi keuangan dan kurangnya pemahaman tentang risiko investasi, dapat membuat masyarakat mudah tergiur oleh tawaran-tawaran investasi bodong yang menjanjikan keuntungan tinggi dengan risiko minimal.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK pada 2024, indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia baru mencapai 65,53 persen dan 75,02 persen.
"Untuk itu, OJK telah mencanangkan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) dalam rangka mendorong peningkatan literasi dan inklusi keuangan secara masif dan merata di seluruh Indonesia pada Agustus 2024," katanya.
Program GENCARKAN ini menargetkan lahirnya dua juta duta dan agen literasi dan inklusi keuangan. Kemudian, sebanyak 90 persen pelajar Indonesia telah memiliki tabungan, dan 2,5 juta kelompok mahasiswa dan pemuda telah memiliki rekening simpanan Mahasiswa dan Pemuda (SiMuda).
Lebih lanjut, OJK juga menargetkan pembukaan akses kredit UMKM melalui program kredit/pembiayaan melawan rentenir (K/PMR) sehingga dapat menjangkau 1,6 juta debitur dan mengakselerasi penggunaan produk keuangan oleh 30 persen kelompok penyandang disabilitas.
Upaya literasi keuangan tersebut disertai juga dengan penguatan program inklusi keuangan melalui sinergi dalam Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang melibatkan kementerian/lembaga, pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), akademisi, dan stakeholders lainnya.
OJK melaksanakan sejumlah program untuk pengembangan akses keuangan di wilayah Sulampua, seperti program hapus ikatan rentenir Sulawesi (Phinisi), dan Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI) yang berfokus meningkatkan literasi keuangan masyarakat di pedesaan.
Kemudian, program pemberdayaan, pendampingan, dan pembiayaan UMKM Unggulan Sulawesi Selatan yang berorientasi Ekspor (UMKM Baji’na), dan ekosistem pondok pesantren inklusif keuangan (EPIKS) untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah di lingkungan pondok pesantren.
Selanjutnya, Bulan Inklusi Keuangan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya inklusi keuangan dalam pembangunan sosial dan ekonomi, pembangunan program pemberdayaan ekosistem bisnis UMKM melalui klasterisasi, dukungan OJK lainnya terhadap pengembangan UMKM, yaitu dalam pembiayaan dan pembinaan serta pendampingan.
Darwisman melanjutkan bahwa selain dari kondisi geografis Indonesia berbentuk kepulauan, akses internet yang belum merata di wilayah Indonesia juga menjadi tantangan dalam upaya peningkatan literasi keuangan.
Akses ke lembaga jasa keuangan formal yang juga masih sulit di beberapa wilayah. Hal ini menyebabkan adanya gap indeks literasi dan inklusi keuangan di wilayah pedesaan dan perkotaan, dimana indeks literasi dan keuangan di wilayah perkotaan lebih tinggi dibandingkan wilayah pedesaan.
Meski demikian, kata dia, OJK terus berupaya mendorong akselerasi literasi dan inklusi keuangan yang merata dan setara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di wilayah Sulampua.