FKUB Sulawesi Tengah fasilitasi tokoh agama deklarasi pilkada rukun
Palu (ANTARA) -
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah memfasilitasi para tokoh agama dari semua agama yang diakui negara mendeklarasikan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang rukun.
"Pilkada adalah kebutuhan semua komponen masyarakat, sekaligus satu konsekuensi logis dari demokrasi," kata Ketua FKUB Sulawesi Tengah Prof Zainal Abidin di Palu, Selasa.
Ia mengemukakan, FKUB berkepentingan membantu penyelenggara teknis (KPU) menyukseskan pesta demokrasi lima tahunan di provinsi itu melalui berbagai kegiatan, salah satunya yakni memfasilitasi deklarasi pilkada rukun sebagai upaya mencegah terjadinya perselisihan di tingkat masyarakat akibat imbas negatif pemilihan.
Yang mana kegiatan tersebut akan berlangsung pada 6 November 2024 yang melibatkan para tokoh agama dan tim pemenangan pasangan calon untuk bersama-sama menyatakan ikrar komitmen mewujudkan pilkada rukun di Sulteng.
Menurut dia langkah ini merupakan pendekatan untuk mengajak dan merangkul multi pihak guna bersama-sama mewujudkan pesta demokrasi lima tahunan secara rukun, aman dan damai tanpa ada tindakan kekerasan verbal maupun fisik.
"Pilkada sebagai kebutuhan masyarakat, maka banyak orang ketergantungan dengan pemilu. Walaupun pemilu adalah ajang lima tahunan," ujar guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu.
Karena itu para pihak dan komponen masyarakat bersama-sama menjamin dan memastikan pilkada di Sulteng harus terlaksana dengan kesejukan berlandaskan asas pemilu yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
"Tanpa keamanan dan kedamaian, pilkada yang berkualitas sulit dicapai," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Panitia kegiatan Dewa Doni Afriadi mengemukakan, kegiatan digagas FKUB Sulteng ini dilaksanakan dalam kegiatan silaturahmi pilkada mengusung tema "mendampingi umat, wujudkan Pilkada Serentak Tahun 2024 yang rukun, berintegritas dan bermartabat untuk Sulawesi Tengah yang lebih maju".
Meskipun pilihan politik masyarakat berbeda antara satu dengan lainnya, namun hubungan yang harmonis antarsuku, agama dan budaya harus dikedepankan sebagai simbol persatuan dan kesatuan bangsa.
"Langkah ini diambil bertujuan untuk menghindarkan terjadinya penggunaan politik identitas, politisasi agama, penggunaan fasilitas rumah ibadah dalam kampanye, politik transaksional/politik uang (money politik), sekaligus edukasi bagi masyarakat berpartisipasi menyalurkan hak konstitusional di bilik suara pada 27 November mendatang," tutur Dewa.