Palu (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah angkat bicara terkait situasi nasional yang marak terjadi penjarahan di tengah aksi demontrasi, karena tindakan menjarah bertentangan dengan ajaran agama.
"Aksi tersebut (menjarah) tidak hanya melanggar hukum negara, tetapi juga bertentangan dengan ajaran agama yang menekankan keadilan dan larangan mengambil hak orang lain," kata Ketua MUI Kota Palu Prof Zainal Abidin di Palu, Senin, menanggapi situasi terkini nasional.
Ia menjelaskan dalam Islam harta dan jiwa manusia dilindungi, lalu merampas, merusak, atau mengambil secara paksa barang milik orang lain adalah bentuk kedzaliman yang sangat dilarang, apalagi dalam suasana demonstrasi yang seharusnya menjadi ruang menyampaikan aspirasi, bukan tempat berbuat kerusakan.
Mudarat dari penjarahan tidak hanya dirasakan oleh pemilik rumah atau toko yang menjadi korban, tetapi juga menimbulkan luka sosial, hilangnya rasa aman dan memperburuk citra gerakan yang semestinya membawa aspirasi masyarakat.
"Ini bukan hanya soal materi, tetapi juga kehormatan dan rasa aman yang dirampas," ujar Zainal yang juga Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ia menegaskan sesama anak bangsa mesti menjaga tangan dan lisan agar tidak menyakiti orang lain.
Oleh Karena itu ia menyerukan agar masyarakat tetap menjunjung tinggi nilai persaudaraan, menahan diri, dan tidak terprovokasi melakukan tindakan anarkis serta penjarahan.
"Menyampaikan aspirasi itu sah, tetapi harus dilakukan dengan tertib, damai, dan bermartabat. Jangan sampai tuntutan yang baik justru dinodai oleh tindakan tercela yang merugikan orang banyak," ucapnya.
Di laporkan hari ini (Senin-red) aksi unjuk rasa berlangsung di Kota Palu, dan Polda Sulawesi Tengah mengerahkan 1.273 personel gabungan untuk mengamankan demonstrasi di sekretariat DPRD Sulteng.
