BKF: anjloknya rupiah, sumber potensi dorong ekspor

id bkf,suahasil nazara

BKF: anjloknya rupiah, sumber potensi dorong ekspor

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Jakarta,  (Antaranews Sulteng) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS yang saat ini di bawah nilai wajar (undervalued) adalah sumber potensi yang harus dimanfaatkan untuk mendorong ekspor.

"Kurs kita, kalau kita lihat di spot saat ini Rp15.200 per dolar. Tapi perbandingan kurs dengan negara lain dalam konteks daya beli, sesungguhnya kurs kita "undervalued" yang ditunjukkan dengan Real Effective Exchange Rate atau REER yang dibawah 100," ujar Suahasil dalam jumpa pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu malam.

Pergerakan nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore lalu menguat sebesar 36 poin menjadi Rp15.199 dibandingkan posisi sebelumnya Rp15.235 per dolar AS.

Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Rabu (31/10) lalu, tercatat mata uang Rupiah menguat menjadi Rp15.227 dibanding sebelumnya (30/10) di posisi Rp15.237 per dolar AS.\

"Kalau ia semakin jauh "undervalued"-nya, ada insentif untuk investor masuk ke mata uang yang "undervalued" tadi. Ini kemudian di sisi lain kalau "undervalued" seperti ini, itu juga disinsentif untuk melakukan impor dan harusnya juga ada insentif untuk melakukan ekspor," kata Suahasil.

Dalam APBN 2019 yang baru saja disahkan Rabu kemarin dalam Rapat Paripurna DPR, asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yaitu Rp15.000 per dolar AS.

Asumsi kurs mengalami perubahan signifikan dari draf awal yang ditetapkan sebesar Rp14.400 per dolar AS, mengingat masih tingginya ketidakpastian global pada 2019.

"Tahun depan kita yakin kurs akan bergerak lagi. Tapi angka Rp15.000 itu sebagai angka rata-rata dalam keseluruhan tahun," ujar Suahasil.

Sementara itu, darI sisi pertumbuhan ekonomi, pada 2019 mendatang ekonomi ditargetkan tumbuh mencapai 5,3 persen. Untuk mencapai angka tersebut, konsumsi Rumah Tangga (RT) harus tumbuh 5,1 persen, konsumsi pemerintah 5,4 persen, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 7 persen. Sedangkan ekspor dan impor masing-masing harus tumbuh 6,3 persen dan 7,1 persen.

"Ekspor akan sedikit melemah dan impor juga akan menurun karena upaya kita mengendalikan "current account deficit"," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani. 

Sedangkan terkait konsumsi RT pada tahun depan, Suahasil meyakini ada pemilu akan mendorong konsumsi masyarakat ditambah dengan program bantuan sosial khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

"Itu kita harapkan akan dorong konsumsi tahun depan. Kenaikan gaji PNS pusat dan daerah diharapkan juga akan menjadi pendorong untuk konsumsi tahun depan," kata Suahasil.