Palu (antarasulteng.com) - Pungutan masyarakat kepada setiap kendaraan yang melintas di jembatan darurat Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong dapat dikategorikan liar (pungli) karena tidak ada dasar hukumnya, kata seorang anggota DPRD Sulawesi Tengah.
karena itu, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, diminta membuat aturan terkait dengan pungutan jasa penyeberangan di jembatan darurat Boyantongo pascaambruknya jembatan itu akibat banjir bandang 25 Agustus 2012.
"Pemerintah harus mengatur soal pungutan itu, misalnya besarnya pungutan, batas waktu pungutan, transparansi penggunaan dana dan sebagainya," kata anggota Komisi III DPRD Sulawesi Tengah Huisman Brant Toripalu, Senin.
Dia mengatakan status pungutan yang diperkirakan tigaratusan juta perbulan di jembatan tersebut tidak jelas karena tidak ada alas hukumnya.
"Pemda harus tertibkan karena pungutan itu tidak punya dasar hukum. Itu sama dengan pungutan liar dan bisa meresahkan pengguna jalan," kata Huisman.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut mengatakan setiap pungutan yang dilakukan juga harus jelas siapa penanggung jawabnya dan pertanggungjawaban penggunaan uang tersebut juga harus jelas dan transparan.
"Karena itu pungutan dari pengguna jalan harus ada laporan keuangannya. Mau diapakan dana itu kita juga tidak tahu," katanya.
Praktik pungutan di jembatan Boyantongo sudah berlangsung beberapa bulan sejak jembatan tersebut rusak akibat banjir bandang.
Kendaraan roda dua yang melintas di jalan tersebut membayar Rp1.000 sekali lewat, roda empat Rp2.000 sekali melintas.
Sementara kendaraan roda enam ke atas seperti bus dan truk harus melintas di jalan alternatif dengan membayar hingga Rp100.000 per kendaraan sekali melintas.
Pungutan tersebut diperkirakan mencapai ratusan juta per bulan dengan estimasi setiap hari minimal 100 unit kendaraan ruda enam ke atas yang membayar Rp100/000 sekali lewat melintas di jembatan itu.
Jembatan di poros utama trans Sulawesi Parigi-Poso dan juga menghubungkan jalur Sulawesi Tengah bagian utara dan bagian timur tersebut merupakan jalur trans dan urat nadi perhubungan darat di provinsi ini.
Jembatan itu juga menjadi poros arteri yang menghubungkan Sulawesi Tengah dengan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Huisman mengatakan Dinas Bina Marga Sulteng harus intens melobi Kementerian Pekerjaan Umum agar jembatan tersebut segera dibangun mengingat jalur tersebut merupakan urat nadi perekonomian masyarakat di daerah ini.
"Itu sudah menjadi tanggung jawab negara. Pemerintah harus mengambil tindakan agar jelas pengelolaan pungutan itu," katanya. (A055)