Industri pariwisata Bali siap jalani tatanan normal baru

id pariwisata bali,asita,normal baru pariwisata,kemenparekraf

Industri pariwisata Bali siap jalani tatanan normal baru

Ilustrasi: Suasana kawasan wisata Pantai Pandawa yang lengang saat penutupan sementara di Badung, Bali, Sabtu (21/3/2020). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/pras.

Kami sangat optimistis bahwa kami bisa 'berteman' dengan COVID-19 atau dengan kata lain kita harus bisa berteman, meski kita tidak bisa berteman selamanya

Jakarta (ANTARA) - Industri pariwisata di Bali menyatakan diri siap untuk menjalani tatanan kenormalan baru yang akan lebih mengedepankan protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan sebagai kebutuhan utama wisatawan.

Ketua Pasar ASEAN dari ASITA Bali Febrina Budiman dalam keterangannya Jumat, mengatakan ada 400 operator tur dan agen perjalanan yang tergabung dalam ASITA Bali sudah menyatakan siap menyambut kenormalan baru pariwisata.

"Kami sangat optimistis bahwa kami bisa 'berteman' dengan COVID-19 atau dengan kata lain kita harus bisa berteman, meski kita tidak bisa berteman selamanya," kata Febrina Budiman.

Optimisme pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali itu bukan tanpa alasan. Dimulai dari situasi yang sangat berat akibat COVID-19 ketika pemerintah menutup akses pintu masuk internasional, khususnya dari China pada Februari 2020.

Memasuki Maret 2020 pemerintah kemudian memutuskan untuk menutup semua penerbangan internasional yang berarti wisatawan dari berbagai pasar potensial juga terhenti.

Namun keberhasilan pemerintah daerah bersama komunitas lokal dalam mengendalikan COVID-19 membuat industri optimistis menatap fase baru pariwisata Bali.

Tercatat hingga Kamis (4/6) jumlah kasus positif di Bali mencapai 510 orang dengan 364 orang sembuh dan 5 orang meninggal. Semakin cepat penanganan COVID-19, semakin cepat pula ekonomi akan bangkit.

"Kami sangat bersyukur dengan kondisi ini dan berterima kasih dengan pemerintah daerah dan komunitas lokal," kata dia.

ASITA Bali sendiri sudah merancang protokol kebersihan, kesehatan, dan keamanan dan memastikan nantinya akan diterapkan dengan ketat bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali.

Mulai dari pra-kedatangan wisatawan, saat tiba di bandara dan menuju hotel, saat melakukan aktivitas tur, dan kembali ke bandara untuk penerbangan ke negara asal wisatawan. Dengan kata lain industri sepenuhnya siap memberikan rasa nyaman dan aman serta pengalaman baru bagi wisatawan dalam tatanan kenormalan baru pariwisata.

"Namun untuk saat ini dibukanya destinasi tetap bergantung dari keputusan pemerintah," kata Febrina.

Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) Nia Niscaya di kesempatan yang sama mengatakan sejak awal pemerintah berkomitmen dan menyiapkan mitigasi dampak COVID-19, termasuk penyiapan protokol tatanan kenormalan baru pariwisata dan ekonomi kreatif dengan program Cleanliness, Health, and Safety (CHS) yang melibatkan industri.

"Sebelum membuka destinasi kita perlu membangun rasa percaya diri agar memberikan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan. Dan di sini langkah-langkahnya," kata Nia Niscaya.

Dalam program tersebut Kemenparekraf/Baparekraf membagi dalam dua tahapan yaitu Gaining Confidence dan Appealing.

Gaining Confidence dimulai dari penyiapan protokol CHS yang nantinya akan dikemas melalui video tutorial yang menarik dan buku panduan yang mudah dimengerti bagi pemangku kepentingan pariwisata seperti hotel, restoran, pusat perbelanjaan, destinasi wisata, dan lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan training, simulasi, publikasi, dan kampanye serta aplikasi penerapan CHS.

Sementara dalam tahapan Appealing, Kemenparekraf/Baparekraf akan menjalankan sejumlah program seperti Mega Famtrip dengan melibatkan key opinion leader. Kemudian juga membuat promosi bersama dengan membuat paket tur bersama airlines. Kemudian juga menyiapkan penyelenggaraan kegiatan MICE dalam skala kecil.

"Namun kami tekankan bahwa pembukaan destinasi bergantung atas keputusan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 dan pemerintah daerah. Karena setiap destinasi tentu memiliki situasi dan kondisi yang berbeda," kata Nia Niscaya.

Bali yakni kawasan Nusa Dua direncanakan akan menjadi proyek percontohan Program CHS.

Kawasan Nusa Dua dipilih karena lokasinya yang strategis dan merupakan area eksklusif sehingga dapat dengan mudah dilakukan pengawasan. Di Nusa Dua juga lengkap dengan fasilitas pendukung mulai dari akomodasi, amenitas, bahkan rumah sakit berskala internasional.

"Indonesia, seperti banyak negara, saat ini kita tengah fokus pada penyiapan new normal sebagai persiapan menyambut kembali turis. CHS itulah yang kita siapkan. Kami optimistis bisa menyambut wisatawan dengan pengalaman yang baru dan menarik," kata Nia Niscaya.