Palu (ANTARA) - Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Longki Djanggola mengharapkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulteng berperan maksimal menekan kasus kekerdilan (stunting) melalui pencegahan pernikahan dini atau perkawinan usia anak.
"BKKBN berperan strategis untuk mewujudkan harapan tersebut melalui sinergi dan implemetasi program bangga kencana di Sulawesi Tengah," ucap Longki Djanggola, di Palu, Rabu, saat memberikan sambutan pada rakor program pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana bertajuk Bangga Kencana oleh BKKBN Provinsi Sulteng.
Rakorda BKKBN mengangkat tema tingkatkan upaya dan strategi dalam rangka implementasi program bangga kencana guna percepatan penurunan kekerdilan di Sulawesi Tengah.
Gubernur menilai tema itu sangat relevan dengan harapan Presiden yang menginginkan agar prevalensi kekerdilan bisa ditekan sampai 14 persen hingga tahun 2024.
Karena itu, Gubernur berharap rakor BKKBN itu bisa membuahkan satu gerakan dan pemaksimalan program pembangunan keluarga dan kependudukan dan keluarga berencana, khususnya pernikahan dini yang menjadi satu faktor penyebab terjadinya kekerdilan.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sulteng prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang di Sulteng tahun 2018 tercatat sebesar 19,7 persen, angka itu menurun dari hasil Riskesdas 2013 sebesar 24 persen.
Data Pemprov Sulteng juga menyebut bahwa prevalensi balita pendek dan sangat pendek pun juga menurun, dari 41 persen menjadi 32,3 persen, tetapi prevalensi balita kurus dan sangat kurus justru yang mengalami peningkatan dari 9,4 persen menjadi 12,8 persen.
Berkaitan dengan itu Kepala BKKBN Provinsi Sulteng Maria Ernawati menyampaikan pandemi COVID-19 menjadi tantangan dalam upaya pembinaan keluarga berencana.
"Namun, BKKBN terus berupaya melakukan inovasi untuk membina keluarga berencana," ujarnya.
BKKBN Sulteng memiliki program Integrasi Patujua sebagai strategi percepatan penurunan perkawinan anak yang kian mengkhawatirkan.
Maria Ernawati mengemukakan meski negara telah menerbitkan perundang-undangan yang memuat tentang larangan pernikahan usia dini atau pernikahan usia anak, akan tetapi faktanya masih banyak masyarakat yang mendukung pernikahan dini.
Maria juga menyebut bahwa Sulteng menduduki peringkat ke lima dengan jumlah perkawinan anak terbanyak selain Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Sementara dari hasil mini survei BKKBN, menunjukkan motif agama jadi alasan terkuat mengapa masyarakat, khususnya orangtua dan pasangan belia mendukung perkawinan anak.
“Karena takut zina maka memilih nikah dini," ungkap Maria Ernawati.*