Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) sekaligus Mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan perekonomiann Indonesia sudah pulih dari dampak COVID=19.
Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 masih akan berada di sekitar 5 persen, atau hanya sedikit melemah dibandingkan pertumbuhan pada 2022 yang sebesar 5,31 persen.
“Pertumbuhan ekonomi kita di 2023 mungkin masih sekitar 5 persen, yang merupakan rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam 10 tahun terakhir. Dengan ini, pada dasarnya kita telah kembali ke jalur dan keluar dari dampak COVID-19,” kata Bambang dalam PwC Indonesia Economic Update yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Inflasi pada 2023 diperkirakan juga akan lebih rendah daripada 2022, salah satu karena harga komoditas yang mulai menurun.
“Meskipun demikian, moderasi harga komoditas juga bisa mempengaruhi nilai tukar dan pendapatan negara yang berasal dari ekspor komoditas,” katanya.
Penurunan penyebaran COVID-19 di China yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN termasuk Indonesia dan China yang positif, serta persiapan menerapkan ekonomi hijau, digitalisasi, dan reformasi sektor kesehatan juga menjadi faktor pendorong ekonomi Indonesia di 2023.
Hanya saja, konflik geopolitik, tren peningkatan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat The Fed, dan pelemahan ekonomi negara-negara maju perlu terus diwaspadai karena berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Bambang menambahkan, pemerintah perlu berfokus mengentaskan persentase kemiskinan yang masih di sekitar 9 persen meski perekonomian telah mulai pulih.
“Ketika kemiskinan masih berada pada angka 9 persen, artinya lebih dari 26 juta orang di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Rasio gini juga perlu dipastikan dapat terus diturunkan,” katanya.