Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi, Sulawesi Tengah, mengharapkan Pemerintah Pusat dapat membantu Pemkab Sigi untuk mengintervensi kemiskinan melalui program - program peningkatan kesejahteraan.
Wakil Bupati Sigi Samuel Yansen Pongi, di Sigi, Senin, menyatakan kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Sigi, salah satunya dipengaruhi oleh gempa 2018, yang kemudian diikutkan dengan pandemi COVID-19.
"Mohon melalui Menko PMK mendorong ke kementerian lainnya khususnya Kementerian PUPR agar membangun sistem pengairan air untuk memulihkan pertanian," ucap Samuel di sela - sela rapat virtual mengenai percepatan penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem di kabupaten/kota se Provinsi Sulawesi Tengah bersama Kemenko PMK RI.
Samuel menyatakan bahwa Sigi merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam pada sektor pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat Sigi bergantung pada pertanian dan perkebunan.
Ketika gempa 2018 disertai likuefaksi menimpa Sigi, ujar dia, sektor pertanian dan perkebunan menjadi salah satu yang paling terdampak. Dampaknya adalah, kata dia, sebahagian besar petani kehilangan pekerjaan.
"Bahkan hingga 2023 ini dampak bencana 2018 pada sektor pertanian belum pulih," ungkapnya.
Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan Hortikultura Kabupaten Sigi bahwa area pelayanan irigasi gumbasa mencapai 8.000 hektare lahan potensi pertanian.
Seiring dengan pembangunan kembali yang dilakukan secara bertahap, irigasi tersebut telah mengairi air ke 1.200 hektare lahan pertanian. Namun, masih terdampak 6000 hektare lebih lahan potensial pertanian di Sigi yang saat ini kering dan tidak dapat diolah oleh petani, seiring dengan irigasi belum berfungsi optimal.
"Oleh karena itu kami sangat membutuhkan dukungan Pemerintah Pusat untuk mempercepat peningkatan fungsi irigasi tersebut, agar petani dapat kembali mengolah lahan pertanian," ujarnya.
Menurut data Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin di Kabupaten Sigi pada tahun 2020 sebesar 12,45 persen, naik menjadi 13,05 persen pada 2021, tetapi turun lagi menjadi 12 persen pada 2022.