Praktisi nilai wisman yang berulah di Bali hanya segelintir orang

id Triawan munaf, pariwisata, pariwisata Bali, mantan Baparekraf

Praktisi nilai wisman yang berulah di Bali hanya segelintir orang

Komisaris Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney Triawan Munaf saat ditemui di Jakarta, Senin (27/3/2023). ANTARA/ (Sinta Ambarwati)

Jakarta (ANTARA) - Praktisi pariwisata Triawan Munaf menilai, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berulah di Bali hanyalah segelintir orang alias sedikit, dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang punya sikap dan etika positif.

"Itu jumlahnya 'kan nggak banyak ya ... kecil dibandingkan dengan jumlah wisatawan dan dengan wisatawan yang punya attitude positif. Bahkan ada yang mau membantu pendidikan, ngurusin sampah, melepaskan anak penyu atau tukik, lebih banyak yang positif," ujarnya kepada Antara, Selasa.

Meski demikian, lanjutnya, apabila terdapat pemberitaan kurang baik maka hal tersebut bisa menutupi sejumlah kebaikan lainnya.

Sementara terkait warga asing yang justru mencari nafkah di Indonesia dengan dalih berwisata, ia menyebut hal itu tak lepas dari krisis yang melanda dunia.

"Memang dengan adanya krisis di dunia ini, banyak warga negara di Eropa yang tadinya tidak terpikirkan untuk mencari kerja sekarang mencari kerja, karena mungkin nafkahnya terancam di negara masing-masing," paparnya.

Kemudian, lanjut pria yang pernah menjabat Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) ini, warga asing yang membuka usaha di Bali tidak dicurigai warga lokal karena ketidaktahuan masyarakat setempat dan mengira mereka (warga asing) telah mengurus ijin usaha sesuai aturan yang berlaku di Indonesia.

"Nah kalau dibiarkan tambah berani, tambah berani orang-orang asing yang memang melanggar hukum ini lho," imbuhnya.

Karenanya, Triawan menyebut dibutuhkan konsistensi para penegak hukum yang lebih baik lagi serta pengawasan serta ketegasan dari pemerintah setempat untuk mengatasi masalah turis asing yang belakangan menjadi sorotan ini.

"Bukan waktunya untuk cari kesalahan masa lalu, tapi saya merasa ada konsistensi dari penegak hukum yang harus lebih baik. Kan ujung-ujungnya penegakan hukum. Semua negara ada aturan-aturannya, apalagi di destinasi wisata yang orang maunya bebas. Nah kalau di kita sendiri nggak ada ketegasan hukum, ya .. akan dimanfaatkan oleh siapapun juga," pungkasnya.