Tutupan hutan di Pulau Jawa sudah kritis

id Hutan Jawa,Krisis Lingkungan,Haryadi Himawan,Agus Setyarso,Kritis,hutan

Tutupan hutan di Pulau Jawa sudah kritis

Para peserta diskusi ilmiah soal Kecukupan tutupan hutan dari perspektif Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Tata Ruang di Sekolah Pascasarjana Unpad, Bandung, Selasa (11/4/2023). (ANTARA/Ricky Prayoga)

Bandung (ANTARA) -
Pakar kehutanan Haryadi Himawan mengingatkan bahwa tutupan hutan di Pulau Jawa sudah sangat kritis di mana hutan negara jika dibandingkan luas pulau hanya 16,7 persen dan jika ditambah dengan hutan hak sekitar 20 persen.

"Ini sudah menjelang lampu merah untuk pulau Jawa," kata Haryadi di Sekolah Pascasarjana Unpad, Bandung, Selasa malam.

Dengan kritisnya tutupan hutan di Pulau Jawa, kata Haryadi yang merupakan Senior Assosiate Sustainitiate itu, juga akan berefek pada sulit dilanjutkannya pembangunan nasional.

"Sebagai solusinya, pemerintah harus mampu membangun jejaring, jangan bertindak sebagai eksekutor saja tapi harus bangun jejaring untuk penanggulangannya dengan memperhatikan pada krisis lingkungan," tutur dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta Agus Setyarso yang mengatakan bahwa dengan kritisnya tutupan hutan, artinya keberlanjutan pembangunan juga kritikal.

"Sekarang ini bisa dikatakan ketika dukungan lingkungan kritikal, pembangunan nasional ataupun wilayah kita itu tidak berkelanjutan, dan itu berat karena banyak aspek yang akan terpengaruh," ucapnya.

Namun demikian, kata Agus, beberapa daerah telah merespon kekritisan tersebut, seperti Kabupaten Bandung yang berdasarkan laporan di lapangan telah ada tim khusus tahun 2021 untuk percepatan pembangunan dan pengelolaan DAS terpadu yang berbasis DAS mikro, dan berbasis delineasi desa.

"Indikatornya adalah runoff, kualitas air, keanekaragaman hayati, sampah, komunitas/sosial, tidak menebang terutama di Kawasan Lindung dalam artian memanfaatkan hasil hutan bukan kayu," ucapnya.

Pemerintah Kabupaten Bandung juga, kata dia, kini aktif mendorong masyarakat menanam pohon setelah banjir terus menerus menerjang kawasan tersebut.

"Tetapi usaha itu harus didukung dengan basis kesejahteraan dan basis keyakinan (agama)," ujarnya.

Sebagai solusi, program itu harus dilaksanakan dengan tahapan dan tidak bisa memaksa masyarakat.

"Dan untuk kesulitan membiayai komunitas dalam menjaga lingkungan, salah satu solusinya adalah pembiayaan yang bisa diminta dari perusahaan sebagai partisipasi pengelolaan DAS, dan juga transaksi hulu hilir semisal pembiayaan sumber air oleh hilir untuk dijaga di kawasan hulu," tuturnya.*