Strategisnya pembangunan sektor pertanian Indonesia pada perspektif Bank Dunia

id Pembangunan pertanian,sektor pertanian,bank dunia

Strategisnya pembangunan sektor pertanian Indonesia pada perspektif Bank Dunia

Dokumen - Petani mencabut gulma sekaligus mencari hama ulat dalam tanah pada lahan bawang merah di Desa Paron, Kediri, Jawa Timur, Jumat (12/5/2023). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/foc.

Jakarta (ANTARA) - Tahun 2045 menjadi tahun yang bersejarah bagi bangsa ini, menandakan 100 tahun Indonesia Merdeka. Di tahun yang sama pula, ditetapkan tonggak strategi pembangunan pertanian Indonesia.

Bank Dunia pun menyampaikan respons dan perspektifnya terkait arah dan kebijakan pembangunan pertanian Indonesia yang kini tengah menuju semangat baru dalam menghadapi tahun 2045.

Maka menjadi hal yang menarik ketika Country Director World Bank Indonesia Satu Kahkonen menilai strategi pembangunan pertanian Indonesia tahun 2045.

Kahkonen menyebut selama ini kebijakan pembangunan pertanian yang ditempuh Pemerintah terbukti mampu meningkatkan produksi hasil pertanian cukup signifikan. Dengan peningkatan produksi ini, Kahkonen menyatakan pendapatan petani juga meningkat.

Hal itu kemudian mendorong bangsa ini untuk senantiasa memastikan harapan peningkatan produksi yang seiring dengan pendapatan petani yang juga harus naik.

Apa yang disampaikan Kahkonen tentu berdasar fakta. Salah satu alasannya, bisa saja Kahkonen merujuk kepada data yang dirilis International Research Rice Institute (IRRI) yang di tahun lalu memberi piagam penghargaan kepada Pemerintah Indonesia atas keberhasilan dalam meningkatkan produksi dan produktivitas hasil tanaman padi, sehingga melahirkan Swasembada Beras.

Kabar baiknya lagi, ternyata selama tiga tahun berturut-turut Indonesia mampu menutup kran impor rapat-rapat.

Selama itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tidak ada impor beras yang sifatnya komersil. Hal ini menunjukkan komitmen Presiden Joko Widodo yang pada tahun 2019 menyatakan bangsa Indonesia tidak akan impor beras selama hasil produksi petani dalam negeri mencukupi, terbukti dapat diwujudkan.

Meskipun beberapa bulan kemudian, kembali Pemerintah membuka kran impor beras, yakni ketika Indonesia mengimpor beras 500 ribu ton, maka tidak lain atas pertimbangan untuk memperkuat cadangan beras Pemerintah, yang ketika itu dilaporkan Badan Pangan Nasional berada pada angka yang merisaukan.

Beberapa hal yang perlu untuk digarisbawahi, yakni pentingnya untuk memastikan swasembada beras di Tanah Air terus berlanjut. Memastikan sektor pertanian di Indonesia terus mengalami surplus beras.

Bahkan, jika memungkinkan Indonesia kembali melakukan ekspor karena kebutuhan beras dalam negeri melimpah dan berlebih.

Terlepas dari hal-hal yang telah diutarakan tersebut, Kohkanen dalam kapasitasnya di Bank Dunia telah menyatakan cukup puas dengan prestasi yang diraih Pemerintah Indonesia dalam menggenjot produksi padi.


Jalur yang benar

Di benak Kohkanen, kebijakan dan strategi meningkatkan produksi berbagai komoditas pangan yang diterapkan di Indonesia telah berada dalam jalur yang benar.

Menghadapi tahun 2045, Kohkanen mengingatkan agar prestasi dalam meningkatkan produksi padi itu tetap terjaga dan terpelihara dengan baik.

Beberapa pekerjaan rumah penting yang harus digarap adalah sampai sejauh mana Indonesia mampu memelihara momentum agar produksi yang dihasilkan tetap memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan.

Peningkatan produksi dan produktivitas, perlu dibarengi dengan peningkatan pendapatan petani. Pemerintah juga penting untuk terus mengendalikan harga di tingkat petani, agar harga yang terjadi saat panen, tetap berada dalam posisi harga wajar.

Ini sebetulnya pesan yang telah dititipkan Presiden Jokowi kepada para pembantunya. Presiden ingin harga yang terjadi di berbagai tingkatan mampu memberi keuntungan kepada setiap pelaku pasar.

Di tingkat produsen, harga memang harus dikendalikan dengan wajar agar petani tetap diuntungkan. Jangan sampai pendapatan yang diterima petani malah lebih kecil dari biaya produksi yang dikeluarkannya. Jika ini terjadi, kesejahteraan petani pun susah untuk meningkat sebagaimana yang diharapkan.

Begitu pun dengan harga yang terbentuk di pasar, diharapkan jangan sampai merugikan pedagang, apalagi menyengsarakan masyarakat sebagai konsumen akhir.

Lagi-lagi Presiden menuntut agar dirancang harga yang wajar. Akan tetapi, dipahami betul, harga yang wajar itu, kelihatannya perlu untuk ditekankan. Dalam penerapannya, tentu saja banyak hal yang perlu ditata-ulang.

Bukan saja berkaitan dengan soal tata niaga, namun semangat untuk semua orang bahagia pun harus terbangun dalam pola pikir seluruh pihak yang terkait.

Bank Dunia juga sudah mengingatkan agar Indonesia siap sedia menghadapi ancaman El Nino yang ditengarai akan melahirkan dampak yang kurang menguntungkan bagi sektor pertanian.

Perubahan iklim ekstrem ini benar-benar menuntut keseriusan dalam menanganinya. Kejadian masa lalu, ada baiknya dijadikan pengalaman berharga sekaligus proses pembelajaran di masa depan.

Indonesia sendiri, jangan sekalipun memandang sepele terhadap fenomena El Nino. Lebih baik waspada ketimbang teledor.

Pimpinan Bank Dunia untuk Indonesia juga menyampaikan pandangannya terkait dukungan politik anggaran yang diberikan Pemerintah terhadap sektor pertanian.

Keberpihakan terhadap pertanian, ditentukan oleh seberapa besar topangan anggaran yang diberikan. Kalau dukungan anggaran hanya 2 atau 3 persen dari APBD, baik provinsi atau kabupaten/kota, maka dapat disimpulkan, politik anggaran yang diberikan harus diusulkan agar lebih berpihak kepada sektor pertanian.

Pandangan Bank Dunia tentang kesungguhan Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pembangunan pertanian dengan tujuan menggenjot produksi setinggi-tingginya sekaligus meningkatkan kesejahteraan para petaninya, jelas hal ini merupakan penilaian yang objektif.

Apa yang diingatkan pimpinan Bank Dunia tersebut, ada baiknya dijadikan sebagai analisis penting dalam merumuskan arah dan kebijakan pertanian ke depan.

Satu hal yang luput dari perhatian Bank Dunia adalah proses alih generasi petani, yang saat ini muncul dan bisa menjadi masalah serius.

Fenomena semakin banyaknya kaum muda perdesaan yang enggan menjadi petani pada dasarnya merupakan "peringatan" yang perlu dicarikan jalan keluar terbaiknya.

Begitu pula dengan persepsi para orang tua yang saat ini berprofesi sebagai petani, melarang anak-anak mereka menjadi petani. Mereka lebih berharap agar anak-anaknya menjadi pegawai negeri atau pegawai swasta.

Maka, kemudian perlu pandangan dan solusi dari petinggi Bank Dunia terhadap soal seperti ini. Pekerjaan rumah bersama bagi semua pihak untuk mendorong kaum muda perdesaan agar mau menjadi petani. Kemudian meningkatkan kesejahteraan petani, sehingga menjadi profesi yang diminati generasi muda.

Lalu, bagaimana langkah terbaik untuk ditempuh agar profesi petani tetap diminati oleh kaum muda perdesaan di Tanah Air?

Semua pihak harus bergandeng tangan bersama Pemerintah terlibat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan mendorong regenerasi petani, misalnya melalui pengembangan petani milenial yang diterapkan di banyak daerah, menjadikan upaya tersebut bukan sekadar sebagai langkah untuk mendatangkan citra baik semata, melainkan reformasi sektor pertanian yang menyeluruh.

*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.