Komisi IV DPR dengarkan kajian terkait ekspor benih bening lobster

id DPR,Komisi IV,larangan ekspor lobster,benur,nelayan,wulan guritno

Komisi IV DPR dengarkan kajian terkait ekspor benih bening lobster

Selebritas sekaligus pemerhati nelayan Wulan Guritno saat audiensi bersama Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8/2023). (ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)

Jakarta (ANTARA) - Komisi IV DPR mendengarkan masukan dan kajian terkait kebijakan larangan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur dari Pegiat Budidaya Lobster Nusantara atau PBLN.

"Kami dari Komisi IV sangat memperhatikan persoalan nelayan dan ini merupakan mekanisme yang kami lakukan untuk mendengarkan aspirasi dari masyarakat," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini dalam rapat bersama PBLN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8).

Anggia menjelaskan persoalan lobster tidak terjadi saat ini, tetapi sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Sehingga, Komisi IV yang membidangi kelautan perlu mendengarkan apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan.

"Kami tidak setiap hari di tengah-tengah nelayan, kami ingin mendengarkan apa dampak kebijakan itu terhadap nelayan," katanya.



Sejumlah pengurus PBLN yang hadir dalam rapat tersebut ialah Wakil Ketua PBLN Syaifullah, Sekretaris Jenderal PBLN Miea Kusuma, dan tim riset PBLN yang juga Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad) Yudi Nurul Ihsan.

Hadir pulan nelayan dari berbagai provinsi, mulai dari Sukabumi, Jawa Barat; Lebak, Banten; hingga Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tak hanya itu, selebritas sekaligus pemerhati nelayan Wulan Guritno juga turut hadir dalam audiensi itu.

Anom, salah seorang anak nelayan dari daerah Mandalika, Lombok, NTB, membeberkan kondisi di wilayahnya saat ini.

Menurut Anom, Mandalika, sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) yang seharusnya aman, malah semakin tidak aman. Kondisi itu terjadi karena penghasilan nelayan semakin merosot akibat larangan ekspor benur.

Nelayan yang sebelumnya mampu menghidupi keluarga dengan baik, lanjut Anom, tiba-tiba kehilangan penghasilan. Tidak sedikit dari mereka yang sebelumnya kredit kendaraan kini tak mampu menyelesaikan cicilan.

Selain Anom, Siti yang merupakan istri dari nelayan asal Lebak, Banten, juga turut mengeluarkan keresahannya. Siti mengaku kondisi ekonomi keluarganya meningkat saat suaminya menangkap BBL. Namun, belum lama menerima penghasilan cukup, kini kondisi keluarganya harus prihatin lagi.

"Kami minta (penangkapan) benih lobster dilegalkan, karena alhamdulillah kalau legal, kami menangkap lobster jadi enggak takut karena sekarang adanya dilarang itu maka nelayan kami tidak sejahtera," kata Siti yang juga membawa anak balita.



Sementara itu, Wulan Guritno mengaku miris dengan kondisi para nelayan yang pernah dia jumpai di beberapa daerah, salah satunya di Desa Binuangeun, Lebak, Banten.

"Saya lihat secara langsung, para nelayan ini mereka tinggal di pesisir. Mereka bisa hidup dan makan hanya dengan menjadi nelayan, tapi ada peraturan yang membuat mereka tidak bisa hidup dari sana. Itu kan miris," ungkap Wulan.

Dia menyayangkan kebijakan larangan ekspor BBL yang tidak berpihak dengan rakyat; sementara saat ini kondisi rakyat, khususnya para nelayan pesisir yang menangkap BBL, sangat memprihatinkan.

"Bisa dibilang kehidupan mereka tidak layak, sedangkan apa yang bisa membantu mereka benar-benar dekat ada di samping mereka," ujar Wulan Guritno.

Dia berharap pertemuan dengan para wakil rakyat itu bisa menjadi titik balik agar kondisi perekonomian nelayan meningkat. Wulan juga meminta para anggota DPR, khususnya dari Komisi IV, membantu mengatasi problematika tersebut.