"Meski Permendikbud ini tidak menyebutkan peran Polri, namun kami turut bersinergi untuk pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan, termasuk intoleransi sebab semua itu masuk dalam ranah penegakan hukum," kata Kasubbag Sumda Sespusinafis Bareskrim Polri Rita Wulandari Wibowo pada acara Seminar Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Pada Satuan Pendidikan di Jakarta, Selasa.
Sinergitas Polri tersebut, lanjut Rita, terlihat dengan pembentukan unit khusus pelayanan perempuan dan anak yang tugasnya memberikan perlindungan penegakan hukum, baik kepada korban maupun pelaku sejak tahun 2007.
Hal ini dikarenakan perempuan dan anak termasuk dalam kelompok rentan selain kelompok disabilitas sehingga memerlukan pendekatan preventif dan penegakan hukum yang khusus.
Sebagai langkah mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan, Rita menyebutkan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh pihaknya, antara lain berkoordinasi dan bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), Balai Pemasyarakatan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Rumah Perlindungan Sosial Anak dan beberapa pihak lainnya.
"Kami memiliki Bhabinkamtibmas yang jumlahnya kini mencapai 39.400 personil dan dapat diberdayakan untuk pelaksanaan kegiatan preventif karena satu orang dapat memberikan edukasi kepada minimal dua desa," ujar Rita.
Kegiatan preventif dengan melibatkan Bhabinkamtibmas tersebut, sambung Rita, salah satunya ialah program Door to Door System (DDS) yang juga merupakan bagian dari program Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri.
Lewat program DDS tersebut, para personil Bhabinkamtibmas menyambangi desa dan tinggal bersama masyarakat setempat selama sehari penuh agar mampu mendeteksi berbagai kekerasan yang tengah terjadi dan tidak terbatas pada satuan pendidikan semata.
Selain itu, ia menyebut ada program lain yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas terkait pencegahan terjadinya kekerasan, yakni laporan informasi (LI) yang dapat diakomodir atau ditindaklanjuti langsung oleh personil Bhabinkamtibmas.